Senin, 27 September 2010

Racun di lapangan Golf.

Golf adalah salah satu cabang olah raga yang menyehatkan, olah raga ini biasanya digemari di kalangan elite yang berkantong tebal.
Tapi sayangnya olah raga ini menjadi tidak sehat, lantaran studi lingkungan menunjukkan kesehatan para pemainnya terancam terkena racun yang digunakan dilapangan golf.
Ada indikasi demam golf di Asia yang membawa efek merugikan kesehatan para pegolf dan cady ( kacung ) yang secara terus menerus menghirup bahan kimia yang berbahaya.
Diantara keluhan kesehatan diantaranya adalah iritasi mata dan penyakit kulit, selain alergi, ruam dan luka.
Menurut hasil survei asosiasi asuransi kesehatan para dokter nasional di Jepang, negara penggila golf, menunjukkan banyak pemain golf, penjaga lingkungan dan penduduk yang tinggal dekat lapangan golf menderita radang kulit, gangguan pada telinga, hidung / tenggorokan dan gangguan pernapasan serta kasus penyakit asthma bronchiale meningkat tajam.
Beberapa cady yang diwawancarai di Thailand banyak yang menderita gangguan pernapasan dan iritasi kulit.
Penemuan itu menjadi bukti bahwa dampak kesehatan akibat penggunaan bahan kimia di lapangan golf jangan dianggap sepele.
Dampak lapangan rumput golf tak seindah mata memandang dan tak sebaik angan menatap, apa yang diketahui saat ini tentunya belum sebarapa jika dibandingkan dengan dampak lima tahun ke depan, berapa banyak lagi orang yang akan sakit akibat racun kimia lapangan rumput golf.

Jika kita mencoba untuk mengetahui setiap lapangan golf di Asia, rata-rata 1500 kg bahan kimia digunakan setiap tahun untuk menjaga padang rumput impor yang sangat mahal.
Jumlah itu sekitar tujuh sampai sembilan kali lebih banyak dari jumlah yang digunakan untuk tanah pertanian.
Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk perbaikkan tanah di lapangan golf antara lain Zeolit dengan bahan dasar mineral, yang sebagian besar terdiri dari asam silisik, alumunium oksida dan besi oksida yang dapat menyebabkan kanker.
Juga alat pemadat tanah beracun yang digunakan untuk memperkuat fondasi danau tiruan di lapangan golf menggunakan acrylamid yang berkontaminasi dengan air bawah tanah dan menyebabkan keracunan dan gangguan pada sistem syaraf pusat.

Untuk mengantisipasi adanya protes dan kecaman tentang dampak lingkungan yang merugikan dari lapangan golf ini, industri tersebut mempromosikan lapangan golf bebas pestisida dan lingkungannya nyaman, namun lapangan semacam itu hingga kini tidak pernah ada.
Di AS sedikitnya satu orang tewas sehubungan dengan penggunaan pestisida di lapangan golf.
Dari hasil penelitian kandungan pestisida di lapangan golf cukup tinggi yaitu untuk mempersiapkan lapangan golf dan menyuburkan rumput, jumlah bahan kimia yang memadai diperlukan sebagai contoh hidrogen peroksida, bahan kimia beracun, masih digunakan sebagai bahan untuk memadatkan tanah sebelum ditanami rumput.
Penyemprotan pestisida juga dilakukan pada hari-hari ketika yang sedang bermain golf sedikit.
Jadi sangatlah berbahaya jika terus-menerus menghirup udara dilapangan golf.
Olah raga golf menurut penelitian sangat baik untuk mengatasi stres, bahkan petunjuk ilmiah mengatakan dapat menolong kecemasan berulang dan dapat meredakan stres yang sangat berat.
Tapi semuanya tak seindah angan menerawang, tak sebaik apa yang diharapkan, lapangan rumput golf menjadi lapangan sakit.
Trimakasih, Tuhan memberkati.

Minggu, 05 September 2010

Alkohol dan kebiasaan teler.

Manakala jika tubuh sedang digandrungi rasa sakit, minum sirop serasa minum jamu centongan, makan kwetiaw goreng serasa menelan karet kolor, mendengarkan musik rock bagai mendengar bunyi kaleng ribut dan membisingkan.
Pokoknya semua menjadi tidak mengenakkan, dunia seakan terbalik.
Kalau sudah tahu bagaimana rasanya sakit, jangan mencoba-coba membikin tubuh yang sehat jadi sakit, misalnya dengan meminum minuman yang mengandung alkohol, bila terlalu sering meminumnya tubuh akan ketagihan.
Minuman keras banyak terbukti dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan.
Pada suatu studi, sebagian orang yang biasa mabuk-mabukan merasa khawatir dan berkeinginan untuk menghentikan kebiasaan buruknya, tapi pada kenyataannya sangat sulit bagi mereka meninggalkan air api ini untuk selamanya.
Selama ini, alternatif yang biasa disodorkan untuk menghentikan kebiasaan teler adalah obat.
Bagi semantara pecandu alkohol, obat yang namanya Bromocriptine dapat menolong meredakan kecanduan alkohol.
Karena kerja obat ini merangsang otak seseorang menghasilkan lebih banyak dopamine, menghidupkan receptor dopamine untuk lebih memberikan kesenangan.
Dopamine adalah zat di dalam otak yang digunakan untuk berkomunikasi dalam pusat syaraf kesenangan di otak.
Sayangnya bagi pecandu lainnya cara ini ternyata kurang ampuh.
Menurut studi Dr. Ernest P. Noble dari Universitas California Los Angeles, yang dipublikasikan pada Jurnal Nature Medicine, bulan April tahun 1999, obat itu memang bekerja hanya pada orang yang memiliki varian genitik disebut allele A 1 yang dapat membuat mereka mudah kecanduan pada berbagai zat, termasuk alkohol.
Karena memiliki variasi genetika itu mereka tidak peka terhadap dopamine.
Jadi orang-orang ini sering tidak merasakan kesenangan yang normal.
Pengalaman yang akan membuat orang lain merasakan senang misalnya mendapatkan pembicaraan yang mengasikkan, melihat matahari atau lukisan yang indah, berjalan bergandengan dengan seorang kekasih, tidak memberikan pengaruh yang berarti bagi mereka.
Menurut Noble, kini ada sekitar 25 %, populasi di AS memiliki allele A 1 dari gen dopamine receptor, tetapi tidak semua dari mereka itu menjadi kecanduan alkohol.
Studi lain menunjukkan 69 % pecandu alkohol memiliki allele A 1, sedangkan 20 % tidak memilikinya.
Orang yang tidak memiliki allele A 1 dalam tubuhnya juga dapat menjadi pecandu karena pengaruh lingkungan sosial mereka yang mendorong menggunakan alkohol berlebihan atau karena mereka di bawah pengaruh stres yang berlebihan.
Sehingga mereka terdorong minum untuk mengurangi tekanan itu.
Meskipun begitu orang yang tidak mempunyai dasar genetik, bila stresnya hilang sering dapat menghentikan minum alkohol dan kembali ke kehidupan normal.

Dampak alkohol.
Pecandu alkohol dapat berdampak buruk terhadap jantung, otak, sistem syaraf, pencernaan dan hati.
Bahkan alkohol juga pada beberapa penelitian dihubungkan dengan peningkatan risiko terkena kanker mulut dan tenggorokkan.
Pecandu berat alkohol berisiko terkena kardiomiopati.
Sebagian orang beranggapan alkohol dapat menstimulasi daya pikir, tetapi penelitian menunjukkan anggapan itu tidak benar.
Alkohol dalam jumlah yang banyak mempunyai efek depresi, menurunkan daya konsentrasi dan kemampuan mengambil keputusan.
Alkohol juga dapat merangsang lambung. Pengaruhnya terhadap organ reproduksi laki-laki dapat berupa impotensi.
Pada perempuan hamil, dapat meningkatkan risiko cacat pada bayi.
Pengaruh alkohol pada tubuh tergantung dari beberapa banyaknya kadar alkohol di dalam darah.
Penggunaan alkohol secara teratur akan menimbulkan toleransi. otak akan terbiasa terhadap alkohol sehingga meskipun minum alkohol dalam jumlah banyak, tidak menimbulkan gejala-gejala mabuk.
Toleransi ini akan mengakibatkan dalam jangka waktu yang lama, akibatnya kecanduan dan bisa merusak berbagai organ tubuh.
Kadar alkohol dalam berbagai minuman berbeda-beda : Jenis bir mengandung sekitar 3-5 persen alkohol, anggur mengandung alkohol yang lebih tinggi sekitar 12-14 persen sedangkan whiski, gin, vodka, dan brandy mengandung 40-50 persen alkohol.
Seseorang yang mulai minum alkohol pada usia dini biasanya akan menjadi pecandu alkohol yang berat.
Dalam kehidupan sehari-hari alkohol atau etanol cukup dekat dengan bidang farmasi, alkohol banyak digumakan campuran membuat obat, terutama dalam bentuk sediaan cair, karena sifatnya yang baik sebagai pelarut, penambah rasa, dan pengawet.
Alkohol juga banyak digunakan dalam memproduksi kosmetika sebagai astringent ( zat yang menyusutkan ) dan juga menjadi komponen penting dalam pembuatan parfum.
Dibidang kesehatan, alkohol banyak digunakan untuk alat medik dan sebagai antiseptik, karena kemampuannya membunuh kuman.

Diawal bulan november 1999 dunia anak-anak digemparkan dengan beredarnya pulpen berbau harum yang dikenal dengan nama bolpoin wangi yang dicurigai mengandung narkotik, ternyata tidak mengandung zat terlarang.
Analisis menggunakan gas chromotography mass spectra (GCMS ) menunjukkan, wewangian itu berasal dari benzyl alkohol yang teroksidasi menjadi benzaldehid.
Zat ini umumnya digunakan sebagai pelarut dalam parfum pewangi ruang, tekstil serta tinta.
Dalam konsentrasi tinggi benzyl alkohol menyebabkan iritasi saluran napas, pusing, vertigo, mual, muntah dan sakit perut.
Walaupun tidak mengandung narkotik, bolpoin itu cukup potensial mengganggu kesehatan, karena dari baunya yang menyengat diduga mempunyai konsentrasi yang tinggi.

Bahaya alkohol pada wanita.
Pada tubuh seorang wanita kekurangan enzim untuk menangkap alkohol yang bertalian dengan kontrol jasmani.
Sehingga wanita yang meneguk alkohol, akan lebih cepat teler / mabuk, sekaligus menampakkan wajah dengan ekspresi yang muram, pucat, atau sadis.
Untuk kembali jadi normal, jelas lama, karena tubuh perlu bebas dulu dari pengaruh alkohol.
Karena itu, sulit bagi mereka untuk segera pergi atau kabur dari tempat pesta, misalnya, hanya untuk menyembunyikan wajah atau menutupi malu. Soalnya garis-garis kecantikan sudah mengisyaratkan bahwa dia baru saja meneguk alkohol.
Bukti ilmiah tentang perbedaan " enzim penangkal alkohol " pada wanita - pria makin dilakukan di Barat.
Dr. C. Lieber, peneliti dari Mount sinai school of medicine Universitas Trieste, Italia, menemukan bahwa enzim penangkal alkohol ( " dehidrogenase " ) pada wanita lebih sedikit.
Ini sekaligus menunjukkan, wanita lebih cepat dipengaruhi alkohol.
Fungsi dehidrogenase ialah memecahkan unsur-unsur baru yang tidak membuat teler / mabuk.
Dengan kata lain, menurunkan kadar alkohol yang diserap usus, serta memasuki darah.
Sedangkan alkohol yang diserap usus pada wanita lebih banyak, sehingga memasuki darah lebih tinggi juga.
Beberapa puluh wanita / pria pernah disuruh meneguk vodka.
Pria dan wanita mulai tampak teler / mabuk , masing-masing setelah meneguk " 4 " dan " 2 " bagian vodka.
Ini berarti pria lebih tahan, memang benar, setelah darah masing-masing diperiksa, alkohol pada darah wanita 20 % lebih tinggi.
Yang membuat Dr. C. Lueber cemas ialah : alkohol bisa menurunkan produksi dehidrogenase.
Pada mereka yang sudah kecanduan bisa tinggal 50 % dehidrogenase saja ( ini akan membuat kondisi tubuh alergi terhadap alkohol, meskipun napsu meneguk alkohol belum bisa hilang ).
Penemuan yang dimuat dalam New England Journal of Medicine ( Inggris ) ini sedikit banyak telah mengurangi penasaran dunia kedokteran tentang perbedaan reaksi tubuh wanita-pria terhadap alkohol.
Sekaligus mengilhami dunia farmasi dalam meramu serta memproduksi obat yang bersangkutan.
Bagi dunia kebidanan, membuat kampanye anti alkohol makin gencar dilakukan terhadap wanita yang sedang mengandung atau baru saja bersalin ( soalnya banyak keguguran terjadi yang setelah ditelusuri ternyata akibat ketika sedang / menjelang mengandung sering meneguk alkohol ).
Memang ada teori : wanita lebih cepat dipengaruhi alkohol, karena tubuh mereka lebih kecil, sehingga perjalanan penyerapan alkohol lebih cepat / pendek untuk mencapai jaringan tubuh terutama sel otak yang dengan otomatis menciptakan ekspresi wajah.
Sedangkan teori lain :
Karena kadar alkohol cenderung lebih tinggi.Tetapi teori-teori ini sampai sekarang masih diragukan, karena ada suatu faktor dengan faktor lain yang ditimjau secara biologis maupun kimiawi, tidak mempunyai relevansi yang patut diandalkan.
Trimakasih, Tuhan memberkati.

Interaksi obat dan makanan.

Pengetahuan tentang mekanisme interaksi obat, sangat menolong untuk memahami efek samping, reaksi obat dan kegagalan obat dalam suatu terapi.
Bila timbul efek samping obat yang tak terduga, perlu dipertimbangkan faktor diet.
Pada beberapa kasus ada interaksi obat tetapi tidak menyebabkan efek klinis yang nyata.
Misalnya pada asupan cafein, dapat menjadi masalah bagi pasien asthma bronchiale, pada pemberian kopi / cafein yang terdapat pada soft drinks, karena akan meningkatkan konsentrasi theophyline.
Perlu dipertimbangkan pemberian obat pada saat lambung kosong, akan menyebabkan kontak obat dalam lambung lama, suasana asam dalam lambung akan mempengaruhi penghancuran obat dan biovailability obat.
Makanan mempunyai mekanisme barier, sehingga dapat mempengaruhi absorpsi obat melalui kelasi.
Sebagai contoh : absorpsi tetracycline akan menurun, karena adanya kelasi Ca dan Fe dalam diet.
Disarankan pasien tidak meminum susu atau mengkonsumsi preparat Fe pada waktu yang sama dengan pemberian tetracycline, jika kita makan makanan dalam jumlah banyak dan mengandung lemak ( kurang karbohidrat dan protein ) akan menurunkan aliran makanan ke dalam lambung.
Pengosongan lambung juga lebih lama pada makanan yang panas dibanding makanan yang dingin. Ini berarti absorpsi dalam usus halus bagian atas akan lambat bila waktu transit gaster diperpanjang.
Bila obat berada dalam lambung dalam waktu lama, akan menurunkan bioavailability obat, karena degradasi oleh asam lambung ( misalnya ; beberapa Penicilline, Erythromycine ) atau oleh karena enzim-enzim lambung ( misalnya ; Levodopa ).
Pada pengosongan lambung yang lambat akan meningkatkan absorpsi obat-obat aciditas ( asam ) yang berbentuk padat ( karena terpapar lebih lama dengan asam lambung ), dari pada obat bentuk cair.
Sejumlah produk makanan ada yang membuat suasana alkalis dam lambung yang akan memperlambat absorpsi obat aciditas.
Makanan akan meningkatkan motilitas usus, dan menurunkan difusi obat yang melewati mucosa usus, tetapi dapat juga mempercepat disolusi partikel yang jelek kelarutannya.
Disolusi obat yang jelek karena pengaruh garam empedu, yang sekresinya distimulasi oleh lemak.
Griseofulvin adalah obat yang larut dalam lemak.
Obat dapat menyatu dengan makanan yang mengandung lemak, yang mempersatukan asam empedu dan di transportasikan melewati sistem limfatik ke dalam sirkulasi.
Obat-obat lain yang absorpsinya meningkat karena lemak diantaranya cephalosporin dan garam Ca.
Garam empedu dapat berpengaruh terhadap absorpsi obat, bila komplex yang tak larut terbentuk.
Jika absorpsi obat menurun oleh karena makanan, sebaiknya obat diberikan 1 jam sebelim makan atau 3 jam sesudah makan.
Pemberian obat bersama dengan makanan dianjurkan pada obat yang mengiritasi mucosa lambung ( NSAIDs ) dan pemberian obat yang perlu dihancurkan bersama makanan ( kelompok obat-obat yang ber enzim ) untuk mendapatkan efek pengobatan.
Makanan juga dapat merubah Ph urine.
Daging, keju, telur, makanan yang dipanggang, buah-buahan yang asam, aspirin, phenobarbital dapat membuat Ph urine jadi asam.
Sedangkan sayur-sayuran, buah-buahan, amphetamin cenderung membuat Ph urine basa.
Jadi pada dasarnya pengetahuan mengenai interaksi obat dan makanan sangatlah diperlukan, dikarenakan merupakan suatu problem terapi.
Biasanya dapat diatasi dengan :
Asupan makan dibatasi, makanan dan obat tidak diberikan bersama-sama kecuali pada obat-obat tertentu, pemantauan konsentrasi obat dalam plasma, pemantauan terhadap respon pengobatan.
Trimakasih, Tuhan memberkati.

Sabtu, 04 September 2010

Pengobatan sesuai jam tubuh.

Untuk mengoptimalkan hasil pengobatan, sebaiknya dilakukan pengobatan menurut jam biologisnya, yang dalam dunia pengobatan dikenal dengan istilah chronotherapeutics.
Ini terutama untuk kasus darah tinggi, nyeri dada ( ischemic heart ), atau asthma bronchiale.
Penelitian yang dilakukan oleh American Medical Association ( AMA ) menunjukkan, serangan penyakit asthma yang diderita lebih dari 15 juta orang Amerika, lebih sering terjadi pada malam hari dan terutama sekitar pukul 04.00 pagi.
Konsekuensinya, pengobatan harus dibuat sedemikian rupa menjadi efektif ketika radang sistem pernapasan sedang kuat.
AMA menekankan masih perlunya penelitian lebih lanjut untuk menciptakan efek yang berlangsung pada waktu tertentu.
AMA juga mengatakan pengobatan melawan asthma lebih efektif bila dilakukan sore hari, untuk mencegah munculnya gejala dibandingkan siang hari saat gejala sudah terjadi.
Pengobatan penyakit asthma bronchiale sangat lebih bermanfaat bila pengaturan pengobatannya diberikan pada waktu malam hari, karena bisa mengurangi penyakit itu.
Chronotherapeutics, yang berkembang di Amerika Serikat didasarkan pada prinsip pengobatan yang harus mempertimbangkan ritme biologis seperti penyesuaian tubuh pada siklus siang-malam atau siklus menstruasi pada wanita sebulan sekali atau bahkan siklus musim.
Obat-obatan yang akan diberikan dirancang secara tepat, dengan jumlah tepat, dan waktu yang tepat, sehingga menjadi efektif secara optimal dan aman.
Tujuannya mengoptimalkan efek yang di inginkan dari obat dan mengendalikan efek samping yang tidak diinginkan dari pengobatan itu.
Kebanyakkan gejala dari penyakit kronis seringkali berhubungan dengan ritmik biologis.
Hal ini sudah dikenal dalam kasus-kasus hipertensi arterial, angina dan arthritis, asthma, epilepsi, migrain, ischemic heart dan lambung.
Dalam kasus penyakit pembuluh darah seperti hipertensi dan serangan jantung, sudah diketahui, darah cenderung tersumbat pada pagi hari dan hal itu berkaitan dengan stres yang terjadi saat bangun tidur.
Itulah sebabnya, mengapa kebanyakkan serangan jantung terjadi pada pagi hari.
Chronotherapeutics akan mempertimbangkan dalam pengobatan menggunakan antikoagulan.
Hal yang sama juga berlaku pada munculnya rasa sakit di pagi hari dan malam hari yang disebabkan oleh penyakit arthritis.
Jam tubuh memang memegang peran penting dalam pengobatan stres sebelum menstruasi, yang diderita lebih kurang lima persen wanita dan menyebabkan terjadinya perubahan prilaku penderita.
Pada suatu penelitian menunjukkan pengobatan yang paling efektif mengkombinasikannya dengan fototherapy-pemaparan terhadap sinar dan perubahan pola tidur untuk mengatur ritmik biologis.
Trimakasih, Tuhan memberkati.

Kamis, 02 September 2010

Donor darah apa dan bagaimana.

Karena nyawa mahluk ada didalam darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu diatas mezbah untuk mengadakan perdamaian bagi nyawamu, karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa ( Imamat 17 : 11 ).
Istilah " transfusi darah " sebenarnya sudah tidak asing lagi kedengarannya di telinga kita, lantaran sejak ditemukannya sistem golongan darah ABO ( dibaca A, B, dan nol ) oleh sang ilmuwan Karl Lansteiner tahun 1900, transfusi darah tetap menjadi primadona.
Pada 50 tahun terakhir ini, pelayanan transfusi darah di dunia barat sangat berkembang.
Di Indonesia penggunaan komponen darah mulai disarankan oleh lembaga pusat transfusi darah PMI sejak tahun 1974.
Diharapkan pemakaian komponen darah sebagai transfusi yang rasional di masa yang akan datang sedikitnya akan mencapai 60-80 % dari total pemakaian darah.
Transfusi darah bukan saja dipakai sebagai sarana pengobatan yang tidak terbatas pada penderita yang mengalami kehilangan darah akut maupun kronik, tetapi juga pada penderita dengan kekurangan produksi darah akibat gangguan fungsi sumsum tulang.
Dengan demikian transfusi sekarang tidak saja sebagai life saving tetapi sudah berkembang menjadi sarana supportif treatment dan bahkan preventif treatment.
Beberapa kemajuan dramatis pada bidang kedokteran telah dimungkinkan akibat tersedianya komponen darah secara luas.
Walaupun demikian masih sangat sedikit orang yang menyadari bahwa bedah jantung yang rumit, pencangkokkan sumsum tulang, dan hati, serta kemoterapi yang agresif hanyalah sebagian kecil perkembangan pengobatan yang secara penuh bergantung pada transfusi darah.
Transfusi darah secara klinis telah sangat berkembang sehingga menjadi suatu keahlian tersendiri.
Ahli transfusi harus memahami persoalan seperti imunohematologis pada transfusi, pencegahan penularan penyakit secara mikrobiologis melalui transfusi, dan penyediaan komponen darah yang cukup.
Pada transfusi darah terjadi proses pemindahan darah atau produk darah dari orang sehat dan memenuhi syarat kepada orang sakit ( resipien ) untuk memperbaiki daya angkut oksigen, menambah volume, menambah komponen-komponen maupun memperbaiki fungsi dari darah yang lain.
Peristiwa tersebut menggambarkan sebuah transplantasi jaringan walaupun dalam bentuk cair sehingga ada kemungkinan tubuh resipien tidak dapat menerima.
Kedatangan sang jaringan baru ini.
Sehingga menimbulkan reaksi penolakkan atau efek sampingan yang bisa ditimbulkan akibat proses pengambilan, penyimpanan atau pengolahan selama darah berada di luar tubuh.
Reaksi demikian disebut reaksi transfusi ( RT ) yaitu setiap akibat yang merugikan resipien yang disebabkan oleh transfusi darah atau produk darah.
Transfusi produk darah merupakan terapi umum pelayanan medis.
Produk yang paling sering ditransfusikan adalah sel darah merah, platelet ( pembekuan darah ) dan plasma beku segar.
Penting untuk dimengerti bukan saja indikasi transfusi suatu produk darah tertentu, tetapi juga metode dan potensi komplikasinya.
Yang perlu mendapat perhatian pada pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh tidak dapat dilakukan pada setiap sukarelawan, karena itu lebih banyak bergantung pada jawaban atas pertanyaan tentang kesehatan secara umum, riwayat kesehatan, dan obat-obatan yang sedang dipergunakan.
Penilaian berdasarkan pengamatan perorangan secara sederhana, dan uji laboratorium contoh darah tertentu, juga dilakukan untuk mencoba memastikan keselamatan pendonoran.

Beberapa faktor lain yang berhubungan dengan keselamatan dan kesejahteraan donor :
Pertama, usia ( batas bawah 18 tahun ) : Didasarkan atas pertimbangan kebutuhan besi yang tinggi pada akil baliq, dan usia persetujuan.
Batas atas menurut perjanjian diatur pada 65 ( umur 65 ), karena meningkatnya insidensi penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler pada usia lanjut, sehingga pengambilan darah sebanyak 450 ml menjadi berbahaya.
Donor pertama kali, yang banyak mengalami insidensi kondisi buruk, tidak diterima setelah usia 60 tahun, donor yang mapan dapat diijinkan untuk dilanjutkan melebihi usia 65 tahun.
Kedua, frekuensi pendonoran : Biasanya dilakukan dua atau tiga kali setahun.
Wanita usia subur terutama rentan terhadap kekurangan besi, kebanyakkan pria dapat mendonorkan lebih sering tanpa akibat buruk seperti itu.

Perkiraan kadar hemoglobin sebelum pendonoran ( biasanya dengan menggunakan teknik sederhana berdasarkan pada berat jenis setetes darah yang dimasukkan ke dalam larutan tembaga sulfat ).
Dirancang untuk menemukan donor dengan kekurangan besi yang nyata atau mendeteksi batas bawah.
Kadar minimum yang dapat diterima 135 g/l untuk pria, 125 g/l untuk wanita.
Ketiga, volume pendonoran : Tidak boleh melebihi 13 % volume perkiraan darah, untuk mencegah serangan vosovagal.
Kantong pengumpulan dirancang dengan isi antara 405 dan 495 ( rata-rata 450 ml ) ml darah, dengan berat badan minimum 47 sampai 50 kg, kecuali pendonoran yang sedikit dapat dimasukkan ke dalam kemasan yang sesuai.
Ke empat, kemungkinan akibat buruk selama atau setelah pendonoran : Kadang-kadang donor pertama kali menjadi pingsan. Yang harus dipertimbangkan sebagai faktor penunjangnya adalah kecemasan, cuaca panas, dan riwayat pingsan.
Walaupun pingsan seperti itu tidak dikomplikasi, namun sang donor dapat mengalami akibat buruk sebagai contoh, jika keadaan itu terjadi lama kemudian, dan donor telah meninggalkan ruang perawatan.
Keadaan pingsan yang berat merupakan kontraindikasi pendonoran berikutnya.
pertimbangan paling utama adalah menghindari agen infektif yang menular, biasanya melalui kombinasi kriteria ketat untuk penyeleksian donor dan penggunaan uji penyaringan laboratorium.
Ke lima, hepatitis : Hepatitis A bukan penyakit yang dikaitkan dengan transfusi. Uji untuk antigen permukaan hepatitis B ( HbsAg ) selalu harus dikerjakan. Sebagian besar kasus hepatitis non A, non B disebabkan oleh infeksi hepatitis C ( anti HCV ) dimulai di Inggris pada tahun 1991. Riwayat ikterus ( atau hepatitis ) bukan indikator kemungkinan pembawa virus hepatitis yang dapat diandalkan.
Ke enam, Penularan malaria : Melalui transfusi sel darah merah merupakan masalah yang dapat berakibat serius. Pencegahan bergantung pada wawancara dengan donor secara cermat, tentang perjalanan ke daerah endemik.
Penundaan pendonoran bagi mereka yang baru saja mengunjungi daerah endemis penyakit tertentu, dan dalam beberapa kasus, uji imunologis untuk antibodi malaria.
Ke tujuh, Virus imunodefisiensi manusia ( HIV 1 dan HIV 2 ) : Penularan virus ini banyak mendapatkan perhatian dan keprihatinan utama pada masyarakat, walaupun konon sudah ada penyaringan semua pendonoran.
Uji gabungan untuk antibodi terhadap HIV 1 dan HIV 2 digunakan pada penyaringan donor.
Uji tersebut harus bersifat pelengkap, supaya tidak mengambil darah dari mereka yang dicurigai telah berisiko terkena infeksi, sehingga menghindarkan penggunaan darah yang didonorkan pada saat stadium awal infeksi, ketika uji penyaringan laboratorium dapat memberikan hasil negatif.
Ke delapan, sifilis : lebih menimbulkan persoalan teoritis ketimbang masalah yang praktis, dan donor tidak dinyatakan secara specifik tentang infeksi yang terjadi sebelumnya.
Penyaringan rutin pendonoran darah masih terus kita jalankan, walaupun mungkin lebih berguna untuk deteksi orang-orang berisiko infeksi penyakit akibat hubungan seks ( termasuk HIV ) dari pada untuk pencegahan penularan sifilis.
Ke sembilan, agen infektif lain : Dapat menjadi berbahaya bagi resipien tertantu sebagai contoh sitomegalovirus pada penderita yang terimunisasi.
Diindikasikannya supaya penyaringan pendonoran secara selektif dilakukan sebelum transfusi, karena riwayat kesehatan tidak membantu dalam penyeleksian donor yang " aman ".
Ke sepuluh, obat-obat terlarang yang sering digunakan oleh kaum muda akhir-akhir ini sangat berbahaya, sebab obat yang berada dalam aliran darah donor dapat menimbulkan efek merugikan resipien.
Juga dengan meminum obat tertentu, berarti nahwa ada penyakit yang diderita, yang dengan sendirinya menjadi alasan untuk mencegah donor.
Penderita penyakit menahun dan penyakit yang tidak diketahui etiologinya dilarang mendonorkan darahnya.
Keganasan juga kontraindikasi, walaupun kekecualian mungkin dapat dilakukan jika terdapat kasus lesi invasif setempat yang telah diobati dengan baik dan tidak berulang setelah tindak lanjut yang adekuat ( sebagai contoh, ulkus roden atau karsinoma serviks in situ ).

Kantong plastik transfusi darah, adalah sesuatu yang baik bila kantong transfusi masih mendapat tempat sampai sekarang sebagai tempat penampungan darah untuk transfusi.
Kantong plastik ini mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut : Pertama, ringan dan mudah dibawa, terutama berguna pada militer dan keadaan yang selalu berpindah.
Ke dua, kebal terhadap emboli udara bila dilakukan transfusi dengan penekanan.
Ke tiga, sistemnya memungkinkan penarikan plasma dengan mudah sehingga hanya sel yang dimampatkan ( packed ) yang diberikan.
Ke empat, plastik dapat memberikan permukaan yang lebih baik dari pada gelas dan permukaan ini langsung bersentuhan dengan darah, tetapi keuntungan ini kecil.

Penyimpanan :
Darah dapat disimpan dengan masih mengandung unsur kehidupan biologik yang berguna pada suhu pendingan biasa, ( domestik ) yaitu 4 derajat celcius. Tetapi, betul-betul harus hati-hati untuk memeriksa apakah lemari pendingin bekerja dengan memuaskan. Karena darah menjadi beku, pada pencairan ada hemolisis maka tidak dapat dielakkan menghasilkan larutan yang berbahaya yang berisi hemoglobin bebas pada pH yang rendah, setiap kantong atau botol darah harus diperiksa pada waktu pengambilan dari lemari pendingin untuk memastikan bahwa larutan plasma diatas sel darah merah jernih.

Manfaat bagi pendonor :
Tidak sedikit orang yang menanyakan, apakah ada manfaatnya bagi tubuh orang yang mendonorkan darahnya.
Jika darah diambil/ didonorkan tubuh kita akan terangsang untuk penyediaan sel darah merah ekstra.
Kapasitas mengangkut oksigen dari sel-sel masih dibawah normal; perbaikkan maksimum terjadi pada 24-72 jam.
Sesudah ini keadaan pendonor menjadi seperti sediakala.
Mungkin akan lebih baik jika kita bertindak lebih ekstra hati-hati, terutama pada penyaringan pengambilan darah donor.
Dikarenakan tidak sedikit penyakit yang cara penularannya melalui transfusi darah yang sampai detik inipun belum ditemukan pengobatannya.
Dikarenakan masih terbatasnya pengetahuan yang dimiliki manusia.
Trimakasih, Tuhan memberkati. ( Tulisan ini pernah saya muat di Tabloid BIDI no. 12 / tahun XX/ 25 juni 1999. ).