Selasa, 30 Agustus 2011

Kekuatan otot, dilahirkan atau diciptakan.

Seperti diketahui bersama otot adalah komponen yang terpenting dalam tubuh manusia.
Dengan adanya otot, manusia dapat bergerak, dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
Sebaliknya jika otot itu menjadi tidak berfungsi, tubuh akan kehilangan kekuatan, dan tubuh menjadi lumpuh, otot mengalami penciutan, yang disebut atrophi.

Otot manusia terdiri dari kumpulan serat yang berukuran rambut.
Pada suatu penelitian, tubuh manusia memiliki lebih dari enam miliar serat otot dalam tubuh yang berhubungan dengan tulang.
Tulang dan otot inilah yang mendukung tubuh, sehingga dapat melakukan gerakan.
Tidak semua serat otot dalam keadaan aktif pada saat yang sama.
Umumnya hanya sepertiga dari serat otot yang bekerja, sisanya beristirahat.
Dalam keadaan normal serat otot bekerja bergantian, sehingga dapat memberikan daya tahan dan daya guna dari pekerjaan serat otot tersebut.

Pada tubuh olahragawan atau atlet dibutuhkan adanya suatu kombinasi antara kekuatan, kecepatan, koordinasi dan ketahanan tubuh.
Tubuh manusia dilengkapi dengan kemampuan yang luar biasa untuk beradaptasi dengan setiap adanya tekanan yang datang.
Selama melakukan latihan penguatan, otot-otot tubuh kita diharapkan dapat beradaptasi dengan tekanan dan daya beban yang berlebihan.

Menurut hasil penelitian terbaru, kemampuan para atlet, sebenarnya sudah mendekati batas kemampuan manusia.
Dengan kondisi sekarang ini, para atlet terkenal dunia hanya akan mencapai kemajuan yang sangat kecil pada 20 tahun kedepan, sampai akhirnya pada titik kulminasi berhenti.
Penajaman rekor memang masih ada, tetapi grafiknya mulai mendatar.
Teori ini tercipta setelah kelompok ilmuwan mendapatkan bukti-bukti bahwa dalam lari jarak pendek ( 100 m, 200 m, 400 m, dan 800 m ).
Kemampuan serabut otot kaki memegang peran sangat penting.
Terutama otot kaki bagian paha yang memungkinkan seorang pelari memproduksi tenaga besar dalam waktu singkat.
Para ilmuwan juga mengumumkan hasil penemuannya mengenai bagaimana otot manusia beradaptasi terhadap latihan, serta bagaimana otot itu bisa mengubah diri sehingga cocok digunakan untuk lari maraton atau untuk lari jarak pendek.
Penemuan diatas sebagai pembuka cakrawala pengetahuan yang selama ini menjadi perdebatan yang berlarut-larut, mengenai apakah pelari, perenang, pebalap sepeda kaliber dunia dilahirkan atau diciptakan?.

Yang namanya otot sebenarnya sangat mudah untuk menyesuaikan diri.
Dengan latihan beban yang teratur dapat mendongkrak ukuran otot sampai 2 - 3 kalinya.
Sebaliknya bila otot terlalu lama diistirahatkan, misalnya tidak melakukan aktivitas fisik lagi sekurang-kurangnya selama dua minggu, otot akan menyusut hingga 20 persen.
Proses biomekanik yang dimiliki otot sangatlah kompleks.
Sangatlah beruntung selama melakukan riset puluhan tahun, telah menghasilkan gambaran lengkap tentang bagaimana otot bereaksi terhadap latihan dalam atletik.

Secara umum otot digambarkan sebagai serabut otot yang disatukan oleh jaringan kolagen.
Satu serabut otot terdiri atas selaput, inti sel, dan ribuan helaian yang disebut myofibril.
Sejauh ini otot manusia terbesar dan terpanjang adalah 30 cm dengan lebar 0,05 - 0,15 mm.
Myofibril dapat mengerut atau menyusut sesuai tanggapan rangsangan saraf.
Sementara motor sel saraf atau neuron berada sepanjang tulang belakang dan menyebar ke dalam serabut otot.
Pada otot kaki neuron mengontrol lebih dari 1000 serabut otot.
Secara rinci satu per satu neuron mengontrol serabut otot jari, bola mata, ataupun laring.
Kontraksi pada myofibril dilakukan oleh unit komponen kecil yang dikenal dengan sarcomere.
Di dalam sarcomere terdapat dua unsur protein ; myosin dan actin, bila berinteraksi akan menyebabkan kontraksi.
Sewaktu kontraksi sarcomere akan memendek, seperti lensa tele yang bisa dimajumundurkan ( zoom ).
Salah satu komponen molekul myosin, dinamakan heavy chain.
Molekul ini menentukan fungsi serabut otot.
Pada orang dewasa, heavy chain mempunyai tiga variasi yang berbeda dan dikenal dengan isoform.
Tiga variasi isoform dinamai dengan I, IIa dan IIx.
Serabut tipe I dikenal dengan serabut lambat, serabut IIa dan IIx dikenal dengan serabut cepat.
Kecepatan kontraksi serabut I hanya sepersepuluh dari jenis IIx
Sementara kecepatan kontraksi tipe IIa berada diantara jenis I dan IIx.
Perbedaan kontraksi ini membuat kecepatan pemecahan molekul ATP ( Adenosin triphosphat ), molekul berenergi tinggi di dalam myosin juga berlainan
Serabut tipe lambat lebih efisien dalam metabolisme aerobik ( butuh udara ), sementara serabut tipe cepat tergantung pada metabolisme an-aerobik ( tidak memerlukan udara ).

Secara praktis serabut tipe lambat sangat diperlukan untuk menopang aktivitas yang membutuhkan ketahanan, seperti pada kegiatan lari maraton, bersepeda dan berenang.
Sementara serabut tipe cepat merupakan kunci kekuatan dalam olahraga yang membutuhkan ledakan otot seperti angkat besi atau lari cepat.
Oleh sebab itu orang dengan porsi 95 % otot lambat disarankan untuk menjadi pelari maraton.
Sebaliknya orang yang hanya punya 19 % otot lambat dan sisanya otot cepat disarankan menjadi sprinter.
Perlu diketahui, rata-rata orang dewasa punya sejumlah serabut otot lambat dan cepat yang sama pada paha.
Pengetahuan besarnya porsi serabut otot itu memunculkan pertanyaan.
Dapatkah kemampuan serabut otot diubah dari lambat ke cepat?
Perubahan tipe otot IIa ke IIx ataupun sebaliknya bisa terjadi karena pengaruh latihan.
Lalu bagaimana dengan perubahan dari serabut lambat dan cepat, tipe I dan tipe II ?

Berbagai percobaan selama bertahun-tahun menyimpulkan, otot lambat tak bisa dikonversi menjadi otot cepat atau sebaliknya.
Baru pada tahun 1990, seorang ilmuwan bernama Andersen Schjerling dan Saltin menemukan indikasi bahwa latihan yang keras dan teratur dapat membuat otot lambat menjadi otot cepat tipe IIa.
Subjek penelitian mereka adalah para pelari jarak pendek terkemuka.
Mereka diamati selama tiga bulan menjalani latihan berat yang dikombinasikan dengan lari jarak pendek berinterval.
Pada periode yang sama, Mona Esbarnsson dan rekannya dari Karolinska Institute di Stockholm menemukan bukti yang sama.
Dari hasil yang diperoleh memberikan petunjuk bahwa program latihan berat yang dibarengi dengan latihan an-aerobik, dapat mengubah bukan hanya dari jenis IIx ke IIa, tetapi juga dari jenis I ke IIa.
Jika latihan dapat mengubah jenis otot I menjadi IIa. muncul pertanyaan, apakah secara alami juga bisa mengubah jenis IIa menjadi I ?
Jawabnya ternyata bisa.
Hanya kita tidak tahu apakah atlet yang lahir dengan porsi otot tipe I yang tinggi mendapatkan keuntungan sejak lahir atau ia diuntungkan dari latihan yang ia jalani.
Kita juga tidak tahu seandainya otot tipe II dikonversi ke tipe I waktu yang dibutuhkan sama dengan waktu untuk mengkonversi dari IIx ke IIa.
Tetapi ada kemungkinan pelari maraton memang dilahirkan berbeda dengan orang kebanyakkan.
Demikian juga sprinter, memang berbeda dengan pelari jarak jauh.

Para peneliti mendapatkan bukti bahwa latihan bisa membesarkan otot jenis II hingga dua kalinya dibandingkan dengan tipe I.
Dalam hal ini latihan berat bisa meningkatkan volume otot cepat tanpa mengubah perbandingan antara otot lambat dan otot cepat.
Pada akhirnya luas relatif antara otot lambat dan otot cepat akan menentukan ciri khas otot itu.
Semakin banyak wilayah diisi oleh otot cepat, maka karakter otot itu secara keseluruhan menjadi cepat.
Sehingga para sprinter sebenarnya bisa mengubah karakteristik otot-otot kaki itu dengan latihan beban.
Uji coba yang dilakukan oleh seorang ilmuwan yang bernama Michael Sjostrom dari universitas Umea pada tahun 1988, menunjukkan rata-rata wilayah cakupan otot berada di vastus lateralis, otot yang ada pada atlet maraton.
Dari sini didapatkan luas cakupan otot tipe I rata-rata 4800 mikron persegi, tipe IIa 4500 dan tipe IIx 4600.
Sementara pada pelari jarak pendek luas cakupan serabut otot tipe I 5000 mikron persegi, IIa 7300, dan tipe IIx 5900.
Walaupun sudah dipastikan bahwa serabut otot dapat dikonversi, misalnya deari IIa ke I, tetapi masih relatif sukar bila cuma mengandalkan latihan.
Masih ada cara yang lebih mudah dan cepat yaitu dengan pendekatan genetik.
Caranya dengan menggunakan gen myosin, gen yang ditemukan pada otot mamalia untuk menggerakkan kaki saat lari dari kejaran predator.
Hal ini bisa ditempuh dengan memanipulasi gen, misalnya dalam bentuk vaksin yang dimasukkan dalam inti sel pada sel-sel otot.
Namun, cara-cara ini sekarang masih dilarang,bahkan komite olimpiade internasional mengawasi ketat tindakan ilegal ini dengan mengadakan tes bagi para atlet.

Seperti pada lazimnya gen, gen buatan ini juga berisi Deoxyribonucleic acid ( DNA ), dan bisa dikirim ke tubuh dalam beberapa cara ; misalnya saja gen itu mengkode satu atau lebih protein atau hormon yang menstimulasi perkembangan otot.
Langkah langsung adalah dengan memberikan DNA langsung ke otot.
Serabut otot itu kemudian akan mendapatkan DNA dan ditambahkan seperti gen normal lainnya.
Cara ini tidak terlalu praktis, sehingga para peneliti sering minta bantuan virus untuk membawa gen itu ke dalam inti sel.
Virus itu sendiri sebenarnya sekumpulan paket-paket gen yang terbungkus dalam kapsul protein, yang mampu menambatkan diri pada sel untuk kemudian menyuntikkan gennya ke dalam sel yang bersangkutan.
Para ilmuwan mengganti gen virus itu dengan gen buatan, sehingga teknik ini lebih efisien.

Pada percobaan ini sangat disayangkan dalam penyuntikkan langsung DNA, gen buatan yang dikirimkan bukan hanya masuk ke serabut otot, tetapi juga ke dalam sel-sel lain yang tidak dikehendaki.
Seperti ke dalam pembuluh darah dan hati.
Akibatnya tentu merepotkan bila ekspresi gen buatan itu muncul di tempat lain.
Sebagai contoh soal, bila gen yang menyebabkan pembesaran otot disuntikkan, maka yang akan terjadi adalah pembesaran otot-otot rangka, lalu bisa juga akan memacu pembesaran otot-otot lain, seperti otot jantung yang akan memunculkan komplikasi.

Para ilmuwan sampai sekarang masih melakukan pendekatan-pendekatan lain dengan cara yang lebih aman.
Namun yang akan menjadi renungan, apakah masih ada persaingan nomor atletik dalam kurun waktu 20 tahun ke depan atau apakah mungkin nantinya untuk mendongkrak kekuatan otot, perlu intervensi manipulasi genetik.
Kita tunggu saja perkembangan ilmu pengetahuan berikutnya.
Trimakasih, Tuhan memberkati.

Minggu, 07 Agustus 2011

Jika " burung gagak " tak tegak lagi.

Jika sang "burung " sudah tidak mungkin lagi melakukan kuat angkat dan menjalankan tugasnya dengan baik, itu pertanda si " burung " sudah tak bisa diandalkan lagi alias sudah loyo dalam melakukan tugas.
Mungkin sudah bosan dengan pekerjaan rutinnya atau ada sesuatu yang dapat membuat si " burung " jadi menderita.
Istilah impotensi berarti ketidakcukupan ereksi yang tidak memungkinkan terjadinya persetubuhan yang adekuat.
Yang jelas apa yang dianggap adekuat oleh seorang pria belum tentu dianggap demikian oleh pria lain.
Bagi pria yang berusia enampuluhan yang telah menikah selama 30 tahun, mungkin tidak begitu cemas akan ereksi yang kurang dibandingkan dengan pria berusia limapuluhan yang baru saja bercerai.
Suatu ereksi yang adekuat memerlukan jaringan korpora yang erektil, yaitu yang mendapat cukup perfusi, di bawah kontrol saraf yang utuh, dalam lingkungan hormonal yang normal, serta status psikoseksual yang adekuat.

Di Amerika Serikat ( 1992 ), definisi impoten lebih diperluas lagi, mulai dari ketidakmampuan ereksi, periode ereksi, sampai kriteria yang lebih luwes yaitu ketidakmampuan ereksi yang memberikan kepuasan seksual.
Impotensi sering timbul akibat dari gangguan psikologis dan gangguan organik seperti kelainan saraf, pembuluh darah, putusnya hubungan saraf akhir ( ujung ) di preputium, dan penyakit diabetes melitus.

Pada mulanya banyak orang menduga, bahwa 90 persen kasus ED ( Erectile Dysfunction ) disebabkan oleh kejiwaan atau psikogenik.
Tetapi dalam berbagai penelitian dibuktikan, bahwa impoten lebih disebabkan oleh gangguan organik terutama penyakit diabetes melitus.
Pada penelitian disebutkan sebanyak 60 persen penderita diabetes dipastikan menjadi impotensi.
Di Indonesia belum ada data yang pasti mengenai penderita impotensi, dikarenakan kalau berbicara mengenai seks masih dianggap tabu untuk dibicarakan.
Penderita biasanya mencari obat-obatan alternatif berupa ramuan-ramuan jamu, suplemen, serta obat-obatan lain yang dianggap dapat mendongkrak atau paling tidak membangkitkan lagi si " burung " yang sudah loyo itu.

Ada beberapa penyebab impotensi diantaranya :
1. Gangguan neurologik ; sklerosis multiple, penyakit parkinson, epilepsi, spina bifida, cedera medulla spinalis, tabes dorsalis, pemotongan kulit preputium ( ujung penis ) dan tumor.
Masalah pemotongan kulit preputium ( ujung penis ) masih menjadi perdebatan para ilmuwan, dikarenakan bukti-bukti klinis masih tersamar, apakah murni karena pemotongan kulit preputium atau adanya penyebab lain yang ikut berperan seperti penyakit penyerta dan konsumsi obat-obatan pembangkit gairah seks.
Secara keilmuan dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kulit genital dipersarafi oleh sistem saraf parasimpatis.
Saraf ini terdiri atas somatic afferents daerah kulit genital dan daerah perigenital yaitu melalui nervus pudendalis ke saraf perianal dan saraf serotal termasuk saraf di dorsal penis, sedangkan viceral afferents berasal dari kandung kemih melalui serabut parasimpatis diteruskan menuju ke radix sacralis 2 - 4, kemudian ke saraf-saraf di daerah pelvis yaitu saraf erigentes.
Setelah mengadakan synaps di plexus prostat, vesica seminalis, vasdeferens dan terutama di pembuluh darah di corpora cavernosa yang dapat menyebabkan terjadinya vosodilatasi arteri-arteri di penis dan penutupan vena-vena di penis, berakibat pembesaran corpus cavernosa dan terjadi ereksi.
Disekitar ujung kulit preputium terdapat banyak synaps serabut-serabut saraf parasimpatis yang merupakan susunan saraf perifer yang mengatur sensasi rasa dan ereksi penis.
Jika bagian ujung itu dibuang atau dipotong akan menimbulkan gangguan sensasi rasa ( sensorik ) dan lama kelamaan diikuti oleh gangguan ereksi, dikarenakan hubungan saraf-saraf yang mengatur terisinya darah pada pembuluh darah di corpus cavernosa fungsinya terganggu.
Jadi dapat terjadi gangguan ereksi dan gangguan pembesaran penis yang menjurus ke arah impotensi.

Proses ejekulasi ( pengeluaran air mani ) tidak ada masalah, masih berjalan normal.
Jadi tidak mempengaruhi kontraksi prostat, vesica seminalis dan urethra pada pria dikarenakan
proses ejekulasi dipersarafi oleh sistem simpatis yang berasal dari columna intermedio lateralis medulla spinalis thoracal X - lumbal II.
Kemudian menjadi nervus hypogastricus untuk melayani kelenjar prostat, testis, vasdeferents dan vesica seminalis.
Aktivitas saraf simpatis ini terutama untuk mengatur proses ejekulasi dan sebagian kecil serat-serat ereksi yang berjalan di dalam plexus hypogastricus ( Thoracal X - lumbal II ) juga berperan dalam proses ereksi.

2. Penyakit Vaskular ; Diabetes melitus, aterosklerosis, sindroma iliaka eksterna, trauma dan pembedahan.
Penyakit diabetes merupakan penyakit yang paling tersering ditemukan dalam praktek sebagai penyebab impotensi ( 60 persen ).
Oleh karena itu harus diwaspadai kehadirannya.
Tetapi bagaimana cara glukosa ( gula ) berperan dalam impotensi? dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pada keadaan normal glukosa diatur sedemikian rupa oleh insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga kadarnya di dalam darah selalu dalam batas aman, baik pada keadaan puasa maupun sesudah makan.
Kadar glukosa selalu stabil 70 - 140 mg/dl.
Pada keadaan DM, tubuh relatif kekurangan insulin sehingga pengaturan kadar glukosa darah menjadi kacau.
Walaupun kadar glukosa darah sudah tinggi, pemecahan lemak dan protein menjadi glukosa ( glukoneogenesis ) di hati tidak dapat dihambat ( karena insulin kurang/ relatif kurang ) sehingga kadar glukosa darah dapat semakin meningkat.
Akibatnya terjadi gejala-gejala khas DM, yaitu poliuria ( banyak kencing ), polidipsia ( banyak minum ), lemas, berat badan menurun.
Kalau dibiarkan berlarut-larut, akan merembet ke jalur-jalur saraf terutama saraf-saraf otonom ( simpatis dan parasimpatis ) dan saraf-saraf tersebut menjadi rusak sehingga tidak dapat melakukan fungsinya lagi.
Akibatnya berpengaruh terhadap organ-organ yang dipersafinya salah satunya dapat menyebabkan impotensi.

3. Pembedahan ; Reseksi abdomino - perieal, trauma pelvis.

4. Penyakit sistemik ; neoplasma, gagal ginjal kronik, gagal fungsi hati, penyakit paru kronik, penyakit jantung, penyakit endokrin.

5. Gangguan psikologis ;
Terkadang persoalan pria sering bersifat psikologis, ia sanggup bereaksi, tetapi bukan sewaktu ia menghendakinya.
Banyak pria membutuhkan lebih dari pada kepercayaan diri untuk mendapat ereksi.

6. Obat-obatan ; alkohol, penyalahgunaan obat,antihipertensi, antidepresan, antipsikotik, dan perangsang seks.
Obat-obatan perangsang seks, baik berupa pil atau suntikan yang bisa membuat si " burung " gagak tegak terus dan dapat bertahan lama sampai empat jam atau lebih.
Akan berakibat lebih buruk bagi si pemakai, dikarenakan dapat merusak jaringan sekitar penis dan sel otot, sehingga fungsi ereksi makin terganggu.
Lama kelamaan, karena di daerah penis merupakan daerah end arteri ( pembuluh arteri yang buntu ) bisa berakibat nekrosis ( aliran darah berhenti dan membeku lalu mengering ), jaringanpun akan mati, yang pada akhirnya akan lepas ( potong ) dan membusuk.

Impotensi pada kasus-kasus yang menggunakan radiasi, lebih disebabkan oleh berkurangnya kadar testosteron ( bila testis terletak dalam lapangan radiasi ), keadaan ini terjadi pada paparan dosis radiasi yang tinggi, seperti pada radiotherapi kanker prostat yang lanjut dapat menyebabkan impotensi dalam satu tahun setelah pengobatan.

Impotensi juga dapat terjadi pada penderita hipertensi yang tidak terkontrol dan sebelum pemakaian obat-obatan, aterosklerosis dan diabetes melitus.

Ada beberapa obat-obatan yang mengganggu ereksi dan dapat berakibat menjadi impotensi diantaranya ; alkohol, semua depresan sistem saraf pusat, obat-obatan pendongkrak gairah seksual ( aprodisiak ), digoksin, antikonvulsan, dan metoklorpramide HCl menyebabkan hiperprolaktinemia dengan gangguan fungsi seksual sekunder.

Pada kasus-kasus impotensi, sekitar 5 persen memiliki kadar testosteron serum rendah, kasus seperti ini masih tergolong kasus impotensi yang mudah diatasi.

Sebagai perumpamaan, jika kita memiliki sebuah mobil, kita menginginkan mobil itu dapat bertahan lama ( awet ), tentunya jika mobil dipelihara dengan baik.
Begitu juga dengan penis dapat dibuat untuk tahan lama ( awet ), dengan jaminan seumur hidup.
Untuk memeliharanya dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Kurangi makanan berlemak.
Apa yang buruk bagi jantung, buruk pula bagi penis.
Sejumlah pembuluh darah penis lebih kecil diameternya dari pada kepala jarum, dan bahkan sumbatan-sumbatan kecil dapat menimbulkan perubahan-perubahan besar pada aliran darah.
Diet rendah kolesterol dan lemak jenuh, karena mencegah berkumpulnya timbunan-timbunan lemak, dapat menolong menjaga arteri-arteri itu tetap terbuka.

2. Turunkan berat badan.
Laki-laki yang berbadan gemuk akan sangat mudah terkena penyakit jantung, dan sangat mudah pula terkena penyakit diabetes ; kira-kira separo kaum pria yang mengindap kencing manis akan menjadi impoten juga.
Lebih-lebih lagi, kegemukan dapat menimbulkan tekanan darah tinggi.
Penyakit itu, bersama dengan obat-obatan untuk mengatasinya, dapat juga menimbulkan impoten.

3. Olah raga.
Dengan olah raga yang teratur dan terukur akan menolong arteri-arteri tetap terbuka dan siap bekerja.
Dalam sebuah studi, para peneliti menemukan 78 pria sehat yang berolahraga tiga hingga lima jam seminggu memiliki kehidupan seksual yang lebih banyak dan lebih baik dari pada pria yang tidak berolahraga.

4. Berhenti merokok
Pada penelitian baru-baru ini di Amerika Serikat menyimpulkan pria perokok kurang menyukai hubungan badan atau seks ketimbang rokok itu sendiri.
Hal ini disebabkan oleh tembakau mengandung bahan-bahan yang menyebabkan pembuluh-pembuluh darah mengerut, dengan demikian mengurangi aliran darah ke penis.

5. Minuman keras / beralkohol.
Minuman keras / beralkohol dapat dengan cepat menekan susunan saraf pusat, akibatnya melumpuhkan seluruh sistem persarafan.
Shakespeare pernah menulis dalam Macbeth, minuman keras " menimbulkan gairah, tetapi melenyapkan semangat kerja ".

6. Waktu pagi hari.
Hormon seksual testosteron meningkat sampai puncak kadarnya setelah tidur nyenyak semalaman.
Di pagi hari dengan suasana hati yang nyaman dan teduh, paling tepat untuk melakukan hubungan badan atau seks.
Menurut penelitian ( akhir juni 2011 ) di Amerika Serikat, masa subur seorang pria adalah di pagi hari. ( Ayam berkokok, burung juga berkicau ).
Hal ini dikarenakan kadar testosteron paling tinggi di pagi hari.

7. Masalah usia.
Sewaktu pria bertambah usia, akan dibutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai ereksi.
Harus menunggu sedikit lebih lama untuk mendapatkan ereksi berikutnya.
Hal ini tidak berarti sudah menuju ke impoten, hanya sekedar bersabar sedikit.

Impotensi memiliki banyak permasalahan dan melibatkan banyak penyebab.
Yang terpenting untuk menangani impoten dimulai dari tiap pribadi.
Bersedia untuk menghadapi masalah-masalah ini, merupakan hal yang paling utama.
Trimakasih, Tuhan memberkati.