Minggu, 21 September 2014

Telinga jadi budek karena bising.

Dari pagi hari sampai malam hari suara bising kendaraan bermotor, terutama di kota-kota besar tak ada henti-hentinya, bahkan sampai-sampai knalpot dibikin supaya suaranya sekeras mungkin.
Suara bising dimana-mana, telinga pun menjadi menderita.
Kita bisa mengatakan bising atau tidak, tentunya jika kita mempunyai telinga dan telinga itu masih dapat berfungsi untuk mendengarkan bunyi.
Telinga memang mempunai peran penting, orang-orang Mesir kuno, misalnya, menganggap telinga sebagai pemegang napas kehidupan.
Mereka percaya bahwa " udara kehidupan " memasuki telinga kanan, sedangkan " udara kematian " masuk ke telinga kiri.
Dan orang-orang Mesir, seperti halnya pada kebanyakan orang kebudayaan kuno lainnya, menindik telinga mereka karena percaya bahwa logam bisa menahan roh-roh jahat menyerang tubuh.
Berabad-abad kemudian, para pelaut menindik telinga mereka karena mengira itu dapat meningkatkan penglihatan mereka.
Sampai sekarang titik yang berlokasi tepat di tempat tindik ( anting ) dipercaya di kalangan ahli akupunktur sebagai titik untuk mata ( Eye Point ).
Telinga dan kebisingan keduanya tidak dapat dipisahkan, suara bising / cempreng yang memekakkan telinga itu cukup mendominasi bising jalanan.
Jika diukur dengan alat pengukur dB meter, tingkat suara bajaj saja 82 -89 desibel, motor roda dua dengan knalpot yang sudah mengalami modifikasi bisa mencapai 93 - 95 desibel.
Diperempatan Slipi petamburan misalnya, dalam catatan aplikasi pengukur selama tiga puluh menit tidak pernah berada dibawah angka 90 dB.
Bahkan, saat suara dari knalpot, mesin, dan klakson puluhan kendaraan terdengar bersamaan, angka yang tercatat mencapai 103 dB.
Kurang 17 tingkat menyamai deru pesawat saat lepas landas ( 120 - 130 dB ) yang lama durasi pajanannya tidak boleh lebih dari 15 menit.
Angka-angka ini hampir sama dengan catatan intensitas suara disekitar jalan MH Thamrin, seperti di Bundaran Hotel Indonesia yang menunjukkan angka 91 - 102 dB.

Kebisingan memiliki dampak psikologis, seperti tidak tenang, mudah marah, kurang konsentrasi dan sensitif.
Selain itu kebisingan juga menyebabkan gangguan pendengaran ringan sampai tuli permanen.
Tingkat kebisingan di jalan raya dalam batas wajar berada di angka 70 - 80 dB.
Jika ambang batas dan waktu pajanan terlampaui, akan terjadi kelelahan pada alat pendengar, rambut getar penerima suara akan capek, rusak, dan tidak dapat kembali lagi.

Perlu juga untuk diingatkan, mendengar musik melalui earphone dalam jangka lama dapat merusak pendengaran ( misalnya sambil naik motor, sambil jalan dengan telinga dipasang earphone dan berbagai kegiatan lainnya ).
Harus sesekali dilepas.
Survei kesehatan indra di tujuh provinsi pada tahun 1994 - 1996 lalu menemukan sekitar 16,8 persen penduduk Indonesia menderita gangguan pendengaran.
Dari sekitar 4 juta penduduk Indonesia yang tidak dapat mendengar dengan baik tersebut, sebanyak 12.000 orang ( 0,3 persen ) tidak dapat mendengar karena terpapar kebisingan.
Oleh karena itu hendaknya tingkat kebisingan di kota-kota besar perlu disikapi dengan serius supaya tidak menimbulkan masalah yang lebih serius pula.
Terima kasih, Tuhan memberkati.

Kamis, 11 September 2014

Pengungkapan kadar estrogen dalam popok bayi.

Sifat feminim pada seseorang dapat diketahui sejak dari awal kehidupan yaitu dapat di ukur kadar estrogennya lewat popok dari bayi yang bersangkutan.
Tim peneliti dari Emory University telah berhasil mengembangkan suatu metode yang bersifat non invasif dan metode ini dijamin bisa diandalkan serta akurat hasilnya.
Metode ini adalah untuk menentukan kadar estrogen pada bayi-bayi.
Ide dari penelitian ini berkat bantuan orang tua dari beberapa bayi dengan cara mengumpulkan popok bekas lebih dari 5000 popok.
Metode semacam ini sebelumnya telah digunakan pada kelompok primata ( non-manusia ).
Dengan bantuan metode baru ini, dimungkinkan dapat meneliti hubungan antara kadar estrogen pada bayi dengan perkembangan produktifnya dikemudian hari, maupun perkembangan yang bersifat spesifik untuk jenis kelamin tertentu, seperti perbedaan preferensi dan sifat kognitif.
Selain itu metode ini juga memungkinkan untuk meneliti bagaimana gangguan dini sistem endokrin dapat mempengaruhi proses pematangan jangka panjang, dimana hal ini makin dikhawatirkan oleh para ilmuwan dibidang kedokteran.
Selama ini umumnya orang hanya sedikit mengetahui mengenai kadar hormon selama masa bayi.
Studi sebelumnya pada manusia telah difokuskan pada pengukuran kadar hormon darah, urine, dan saliva.
Sedangkan data terbaru ini dihasilkan dari pemeriksaan sampel feses yang dikumpulkan dari popok-popok yang terbuat dari kain katun.
Dengan metode baru ini, para ilmuwan berhasil mengukur kadar estradiol fekal, dimana estradiol merupakan turunan estrogen.
Walaupun peran estradiol dalam perkembangan tubuh, otak dan tingkah laku setelah bayi dilahirkan sudah diketahui sepenuhnya, tetapi belakangan ini mulai timbul kekhawatiran akan estrogen eksogen atau estrogen lingkungan yang berasal dari kedelai, buah-buahan, sayuran, plastik, dan alat-alat rumah tangga sehingga dapat mempengaruhi kehidupan individu yang bersangkutan.

Dr. Michelle Lampl, peneliti dari Universitas Emory mengatakan metode baru yang non-invasif ini kelihatannya suatu upaya yang tidak perlu atau bahkan dapat dikatakan aneh, tetapi kebutuhan mengenai hal ini benar-benar dirasakan.
Selama ini orang sedikit mengetahui mengenai dinamika hormonal secara pasti, yang terjadi selama perkembangan manusia tahap dini.
Hal ini dikarenakan selama ini juga orang tidak mempunyai metode yang terpercaya untuk melacak kadar hormon pada bayi neonatus dan pada anak-anak yang masih kecil.
Ketersediaan metode untuk mengukur hormon penting yang mempengaruhi tingkah laku dan perkembangan berbagai jaringan vital termasuk otak, akan memungkinkan orang memahami berbagai hal yang dianggap normal.
Keberhasilan ini merupakan langkah besar dari penemuan tim peneliti dan patut mendapat acungan jempol.

Terkendala masalah etis dan kepraktisan dalam pengambilan contoh darah yang dilakukan secara berulang pada bayi-bayi sehat, maka pada saat ini hanya tersedia sedikit data mengenai pemetaan jalur perkembangan estradiol.
Data-data tersebut hanya menginformasikan variabilitas kadar hormon, tetapi bukan untuk melihat hubungan dengan perkembangan atau keterangan mengenai arti dari variabilitas kadar tersebut terhadap perkembangan fisik dan tingkah laku seorang individu.
Pada studi ini diteliti 32 bayi yang terdiri dari 15 bayi laki-laki dan 17 bayi perempuan, dan berusia diantara 7 hari sampai15 bulan.
Orang tua bayi diminta menyimpan popok bekas setelah penggantian popok setiap 24 jam.
Popok-popok tersebut dikumpulkan dan kemudian dibekukan, serta disimpan dalam suhu - 80 derajat celsius.
Popok tersebut dianalisis 24 jam sampai 12 bulan setelah dikumpulkan.
Sebelum dianalisis, popok tersebut dicairkan semalam dengan suhu 2 - 8 derajat celsius.
Studi sebelumnya yang dilakukan pada primata menunjukkan adanya hubungan erat antara kadar estradiol dalam feses dengan kadarnya dalam serum.
Demikian juga, perbandingan kadar steroid fekal pada studi bayi dan studi sebelumnya pada manusia dewasa, menunjukkan pola yang sama yaitu pola yang juga terlihat pada serum bayi yang dibandingkan dengan serum orang dewasa.
Para peneliti menyatakan bahwa hasil studi ini merupakan studi pertama terhadap kadar estradiol fekal pada bayi manusia, dan hasil studi ini menghasilkan metode baru untuk meneliti perkembangan manusia secara dini.
Karena jumlah popok berlimpah, maka sampel fekal dapat dikumpulkan lebih sering dan dapat dilakukan penelitian untuk jangka waktu yang panjang.
Adanya studi longitudinal dimasa datang akan memungkinkan kita menentukan hubungan antara kadar steroid fekal dengan, efek fisiologinya, sehingga memperluas pemahaman kita tanpa bergantung pada pengukuran kadar hormon dalam serum.
Jadi dengan ditemukannya metode baru yaitu dengan mengukur kadar estradiol dalam popok bayi, kita dapat mengetahui adanya perilaku feminim pada manusia dewasa sejak usia dini.
Terima kasih, Tuhan memberkati.