Telah lama para ilmuwan dan peneliti mengetahui bahwa menatap cahaya yang berkedip-kedip atau kerlap-kerlip, misalnya pada nyala api, dapat menghasilkan keadaan rileksasi dan halusinasi visual.
Ilmu pengetahuan modern telah berusaha menganalisa fenomena seperti ini dan melakukan eksperimen-eksperimen tentang sumber-sumber cahaya yang lebih canggih daripada api.
Berangkat dari penatapan cahaya kerlap-kerlip ini dapat dikembangkan untuk mengatasi ketegangan otak dan sekaligus untuk merilekskan otat yang lelah sehabis bekerja seharian bahkan lebih, karena tuntutan kehidupan modern yang kerap menguras tenaga otot dan energi otak.
Pada tahun 1950 an ilmuwan saraf ( neuroscientist ) terkenal bernama Dr. W Grey Walter melakukan serangkaian eksperimen dengan menggunakan alat stroboskopis untuk mengirim kilatan cahaya berirama ke mata para subyek kajian dengan frekwensi dari 10 - 25 kilatan cahaya per detik.
Diluar dugaan ia mendapati bahwa kerlap-kerlip cahaya itu tampaknya dapat mengubah aktivitas gelombang otak seluruh korteks bagian otak ( cortex cerebri ) tidak hanya di daerah-daerah yang berhubungan dengan penglihatan di otak saja.
Tetapi Dr. Walter mendapati bahwa cahaya yang berkerlap-kerlip itu dapat menyebabkan EEG ( tulisan yang memperlihatkan frekwensi gelombang otak ) menjadi berubah dan menyesuaikan dengan irama kilatan cahaya.
Fenomena ini telah banyak dicatat.
Hampir semenjak pertama kali direkamnya pola-pola gelombang otak akhir tahun 1920 an, para peneliti menyadari bahwa rangsangan fotik ( sinar ) dapat mengubah gelombang-gelombang otak.
Pada tahun 1934, para ilmuwan tidak hanya menetapkan bahwa pola-pola EEG itu bisa diubah dengan rangsangan visual berulang dalam frekwensi tertentu, namun otak juga akan lebih cepat menanggapinya dengan jalan menyesuaikan terhadap frekwensi yang sama.
Efek ini dikenal dengan nama photic entrainment.
Dengan kata lain, menatap sumber cahaya yang berkerlap-kerlip pada kisaran frekwensi alfa, neuron-neuron di otak akan mulai menyatu pada frekwensi itu juga.
Lalu kita dapat memasuki keadaan alfa yang benar-benar santai, rileks dan sekaligus untuk penyembuhan diri.
Para ilmuwan dan peneliti mendapati bahwa orang-orang yang berada dalam keadaan kisaran gelombang alfa ( 7 - 14 Hz ) akan terus menerus lebih santai dan dapat membuat otak lebih encer / cepat tanggap.
Para peneliti menemukan bahwa dengan mengajari orang-orang supaya bisa masuk ke dalam kondisi alfa dengan sengaja, maka mereka akan dapat memberi energi dan memulihkan dirinya sendiri dan memperlihatkan kemampuan intuitif yang lebih besar.
Tetapi kebanyakan orang biasanya berada dalam keadaan gelombang beta ( 14 - 30 Hz ).
Sewaktu orang itu dalam keadaan lelah atau kepayahan dan loyo, biasanya frekwensi otak akan naik, dan akan memperburuk tekanan darah, serta membuat yang bersangkutan menjadi sensitif dan cepat marah.
Keadaan ini merupakan suatu ciri yang mendadak, masih dalam tingkat kewajaran ( normal ) dan akan memunculkan kekuatan mental dengan perhatian yang dialihkan ke masalah-masalah di luar yang sedang dipikirkan, dengan maksud untuk penyembuhan diri.
Untuk gelombang teta ( 15 - 3,5 Hz )
Gelombang-gelombang ini sangat pelan dan sering kali menjadi pertanda lamunan yang dalam, penjernihan mental dan masuk ke dalam kenangan-kenangan silam yang telah berlalu.
Gelombang teta ini masih dalam keadaan sadar dan penting untuk memprogram kembali serta dapat memunculkan kondisi tidur yang ringan, melamun dan keadaan-keadaan yang sangat kreatif.
Biasanya akan muncul sewaktu tubuh dalam keadaan frekwensi gelombang teta ini.
Gelombang Delta ( 0,5 - 3,5 Hz ).
Gelombang-gelombang ini sangat lamban dan umumnya bersamaan dengan tidur dalam kondisi nyenyak / pulas.
Orang-orang yang berada dalam keadaan koma parah juga mengalami keadaan-keadaan delta ini.
Para ilmuwan dan peneliti bersepakat mengatakan bahwa pada frekwensi-frekwensi tertentu ternyata dapat dicapai hasil-hasil khusus tertentu pula.
Sewaktu sumber cahaya berkerlap-kerlip dalam kisaran gelombang alfa dan beta, kelipan ritmis akan mengurangi kecemasan selama masa-masa rangsangan.
Para subyek yang telah menerima rangsangan seperti itu melaporkan dalam dirinya terjadi pengurangan rasa cemas dalam jumlah banyak dan dalam jangka waktu cukup lama.
Pada frekwensi-frekwensi yang sama, cahaya kelap-kelip itu membuat para subyek berada dalam keadaan kejernihan mental dan rileksasi fisik yang dalam.
Setelah perlakuan-perlakuan tersebut, kemampuan verbal dan kinerja verbal Intelligence Quotient ( IQ ) pada diri subyek menjadi meningkat.
Cahaya kelap-kelip dapat membuat dua bagian otak berada dalam sinkronisasi atau koherensi yang lebih besar.
Pada gilirannya sinkronisasi seperti itu menaikkan fungsi kecerdasan.
Pada anak-anak sampai usia 14 tahun frekwensi yang paling sering dihasilkan adalah teta.
Sewaktu mereka mendekati masa dewasa frekwensi otaknya meningkat menjadi beta.
jumlah teta yang dihasilkan secara perlahan-lahan berkurang.
Dengan melatih kembali gelombang otak orang ada kemungkinan orang dewasa bisa kembali ke keadaan masa kanak-kanak yaitu memiliki energi tinggi dan penuh dengan kegembiraan.
Cahaya kerlap-kerlip sangar berguna sebagai Brain- Wave Synchronization ( BWS ), yang otomatis dapat menaikan kualitas otak yang berdampak pada kualitas sumber daya manusia dimasa depan.
Terima kasih, Tuhan memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar