Ada pertanyaan yang sering mengganggu pikiran, walau memakai dimensi ilmu positif sebagai pintu masuk.
Tetapi pikiran itu selalu bertanya apakah diri ini seorang yang normal ?
Memang pertanyaan itu mendorong kita memahami adanya rentang klasifikasi perilaku yang membedakan satu orang dengan orang lain.
Namun tetap pertanyaan itu sulit untuk dijawab dengan tepat, karena kondisi psikologis seseorang selalu terkait dengan rentang dimensional.
Artinya, tidak ada penggolongan normal ( sehat mental ) dan abnormalitas perilaku ( gila ) seseorang yang dapat dibedakan dari penggolongan secara tegas dan absolut, karena pemahamannya mengandung makna elastis, bisa bergeser ke kanan dan bergeser ke kiri.
Jika dihayati dengan seksama, maka tidak dapat dipungkiri adanya kenyataan relasi dinamis antara ketangguhan kepribadian seseorang dengan derajat takanan yang dihadapi seseorang dalam hidupnya.
Orang yang normal pada dasarnya dibangun untuk memiliki kepribadian yang relatif paling tangguh sehingga tekanan yang sedahsyat apapun akan membuat orang normal mampu mengatasinya.
Lain lagi dengan orang neurotik, pada dasarnya memang memiliki ketangguhan pribadi yang rentan yang membuat reaksi seminimal apapun akan membuat orang neurotik menampilkan ketegangan emosional dan sangat sensitif.
Para ilmuwan membuat penggolongan tentang manusia ke dalam enam golongan yang berbeda intensitas ketegangan emosionalnya dari tahapan ketangguhan emosi yang paling tinggi, adalah sebagai berikut :
a. Normal.
b. Neurosis.
c. Psikosis : pasien yang biasanya membutuhkan perawatan mental khusus di rumah sakit jiwa.
d. Psikopat : orang yang tidak mampu menerapkan tatanan norma dan aturan yang berlaku dalam lingkungannya.
e. Defektif mental : orang yang mengalami hambatan perkembangan intelektual.
f. Kelompok perilaku lain : orang yang menunjukkan berbagai perilaku menyimpang yang sulit digolongkan dalam golongan perilaku tertentu.
Makna relatif dalam penggolongan itu menjelaskan bahwa orang normal tidak berarti memiliki kondisi kesehatan mental sempurna.
Bisa saja yang tergolong normal menampilkan gejala gangguan perilaku, yang sering disebut eksentrik dalam bingkai keluarga, namun pada bingkai sosial lainnya dapat berfungsi optimal.
Jika ada perilaku manusia yang cenderung negatif, destruktif, kriminal, penuh napsu, bahkan telengas, apakah ini masih dianggap normal ?
Orang semacam ini kurang melihat dirinya sendiri, dan melihat orang lain.
Adab keras dan negatif memang sisi lain dari perilaku manusia, tetapi perilaku ini tidak bisa dikelompokan sebagai kelompok normal, karena tidak mampu untuk mengatasi pengaruh negatif dalam dirinya.
Begitu juga dengan perilaku radikal hal ini dapat membatasi, bahkan menyempitkan ruang kehidupan, sekaligus merupakan tempurung kehidupan, yaitu sebagai tempurung pengerdilan kehidupan yang sering terbangun dalam paham eksklusif dengan informasi yang tunggal, sepihak, dan sempit.
Ini adalah sebuah kebodohan yang meringkihkan kehidupan yang sudah penuh keringkihan.
Perlunya mencipta kesadaran untuk membangun hidup yang lebih baik.
Pandanglah keringkihan itu sebagai kemurahan hati sekaligus jalan kasih dari sang Pencipta, agar manusia mampu menggapai kesempurnaan.
Kata normal merupakan istilah relatif, artinya apa yang diterima di suatu lingkungan bisa dipertimbangkan sebagai suatu yang tidak normal dikomunitas lain.
Atas dasar pemahaman diatas, dapat diungkap bahwa orang yang digolongkan sebagai kelompok normal memiliki beberapa batasan diantaranya ;
a. Dapat menunjukkan tanda-tanda kematangan emosional, serta mampu memisahkan diri secara wajar dengan orang tuanya, dalam pengertian mampu melepaskan diri secara mulus dari ketergantungan emosional dengan figur kedua orang tuanya.
b. Memiliki kemampuan menerima realitas artinya, mampu menerima apa adanya kondisi lingkungan sebagai realitas yang harus dihadapi secara dewasa dan bertanggung jawab.
Dengan bercermin dari kenyataan hidup dalam dunia konflik, kerancuan, kriminalitas, perceraian, dan percobaan bunuh diri.
c. Memiliki kepribadian yang fleksibel dapat beradaptasi pada situasi yang berubah ubah sehingga tidak mengalami kesulitan menempatkan diri dalam lingkungan sosial manapun.
Rahasia dari penyesuaian dirinya terletak pada kemampuan menjadikan emosinya berada dibawah kendali intelektualnya.
d. Memiliki kapasitas mengasihi seseorang atau sesuatu yang diperlukan untuk mengalirnya kehidupan normal.
Sebelum memiliki kemampuan mengasihi, terlebih dahulu harus memiliki kasih dalam dirinya, dan terhadap diri sendiri.
e. Harus sewajarnya memiliki filsafat hidup yang tangguh sehingga mampu mengatasi dan menghadapi komplikasi yang bisa saja terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Dunia ini sangat membutuhkan lebih banyak orang normal untuk bertahan menghindar dari pengaruh perilaku dan emosi negatif.
Disini dapat disimpulkan, orang normal adalah orang yang dapat menentukan posisinya dalam lingkup sosial dimana orang tersebut berada
Orang yang dikatakan normal harus menerima dengan berjiwa besar, baik kekurangan maupun kelebihannya, disamping kelebihan dan kekurangan orang lain, serta mampu memanfaatkan kelebihannya untuk mengompensasi kekurangannya bagi mengoptimalkan prestasi bio psikososio spiritualnya.
Wajar saja jika orang normal memiliki kemampuan menganalisis diri dan berupaya mencapai tahap kematangan emosional dengan tidak mempertahankan keuntungan emosionalnya kepada orang tua dan keluarga, menerima realitas dengan bekerja dan menjalani kehidupan tanpa keluhan, menyerahkan kendali intelektualnya terhadap emosi.
Bersama orang lain, meningkatkan kemampuan mencintai, yaitu mencari kasih dalam hati sanubari yang dalam serta membagi kasih tersebut pada lingkungan dimana ia berada, dan mengadopsi sistem berpikir berdasar pada penghargaan terhadap segala hal yang baik agar pikiran menjadi tenang serta menikmati kehidupan.
Mudah-mudahan kita dapat menemukan jawaban dari pertanyaan, apakah kita ini orang yang normal, kurang normal atau tidak normal.
Terima kasih, Tuhan memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar