Minggu, 03 Oktober 2010

Pro - Kontra Vetsin ( MSG ).

Penulis mencoba mengangkat masalah MSG ( Monosodium Glutamate) alias Vetsin.
Sebenarnya masalah ini sudah lama menjadi pro dan kontra.
Karena vetsin menyangkut cita rasa, jadi tetap menjadi pilihan topik pembicaraan yang tak pernah berhenti.
MSG ( Monosodium Glutamate ), lebih dikenal dengan sebutan Vetsin adalah suatu senyawa sintetis yang dapat mempertegas kenikmatan cita rasa suatu makanan lazim disebut bahan pembangkit cita rasa alias flavor potentiator.
MSG terbuat dari malasses tebu atau dari tepung jagung, singkong, beras, dan sagu.
Melalui proses fermentasi mikroba, unsur karbohidrat dari bahan-bahan tersebut diolah menjadi glutamat atau asam glutamat ( lengkapnya asam amino L- glutamat ).
Lalu melalui proses selanjutnya seperti netralisasi, dekolorisasi ( membuang warna sehingga menjadi putih ), pengkristalan, pengeringan, pengayakan, dan terakhir pengepakan hingga siap untuk dipasarkan.
MSG, sesuai dengan namanya, adalah natrium dan glutamat.
MSG mengandung unsur natrium sekitar 12 % dari berat MSG, dan 78 % glutamat, sedangkan sisanya adalah air sebanyak 10 %.
Natrium tak lain adalah mineral yang merupakan komponen utama garam dapur.
Glutamat adalah salah satu jenis protein yang merupakan komponen alamiah berbagai jenis makanan seperti daging ( ayam, sapi dst ), makanan laut, sayuran dan penyedap makanan tradisional seperti terasi.
Jadi dengan memakan makanan seperti ini saja sudah cukup, tanpa diberi embel-embel Vetsin atau MSG yang belum jelas manfaatnya.

Konon, MSG diisolasi pertama kali pada tahun 1908 oleh Prof. Kikunae Ikeda dari Universitas Tokyo, Jepang. Waktu itu masih dalam bentuk senyawa asam, yaitu asam glutamat.
Ditemukan dari tanaman ganggang laut laminaria japonica.
Ketika bahan hasil isolasinya diujicobakan dengan ditambahkan kedalam masakan, ternyata rasa masakannya menjadi tambah lezat.
Dimulai dari sini Prof. Ikeda berkesimpulan, rasa enak itu pasti karena bubuk MSG.
Langsung ia mengklaim telah menemukan pembangkit cita rasa sekaligus satu rasa baru.
Kalau sebelumnya dikenal ada rasa manis, asin, dan pahit, maka pada masa itu dipromosikan telah berhasil " diciptakan " rasa gurih.
Lalu setahun kemudian MSG diproduksi secara komersial di Jepang. Dibuat dari gluten gandum. Tak lama kemudian Korea selatan mengklaim teknologi pembuatan MSG, sampai akhirnya diproduksi besar-besaran menjadi jaringan perusahaan MSG multinasional seperti sekarang.
Sekarang MSG sudah bisa diproduksi dari bahan baku yang lebih beragam, seperti kedelai, jagung, tapioka dan bahan-bahan berprotein lainnya.
Bahkan dari hasil sampingan pembuatan gula bit dan gula tebu juga bisa.
MSG yang diproduksi di Indonesia umumnya dibuat dari gula tetes tebu ( molase ).
Gula tetes yang mengandung banyak glutamin itu, pertama kali dilarutkan dalam asam klorida ( HCl ). Tingkat keasaman larutannya diatur hingga mencapai pH 3,2. Dari sini akan terbentuk senyawa asam glutamat dan pirolidon karboksilat. Tetapi karena pirolidonnya sendiri mudah terhidrolisis, bahan ini lalu ikut larut bersama asam pereaksinya.
Hingga yang keluar kemudian hanyalah asam glutamatnya.
Dari sini, asam glutamat lalu dinetralkan, bisa dengan soda api alias natrium hidroksida ( NaOH ) atau menggunakan natrium karbonat ( Na CO3 ). selanjutnya, diputihkan lewat proses pemucatan ( dekolorisasi ).
Baru kemudian dihablurkan, sehingga menjadi kristal-kristal putih MSG seperti yang kita temui di pasaran.
Asam glutamat merupakan asam amino non esensial maksudnya, asam amino ini tidak harus dipasok dari luar tubuh, karena tubuh bisa mensitesisnya sendiri.
Peranannya sangat penting dalam sel otak.
Tugas utamanya merangsang dan menyokong kesuksesan pengantaran sinyal pesan ke seluruh jaringan tubuh.
Tak perlu khawatir kekurangan asam glutamat, karena zat ini banyak terdapat dalam bahan makanan berprotein, baik nabati maupun hewani.
Asal cukup mengonsumsi kacang-kacangan, ikan, daging, atau susu niscaya kecukupan asam glutamat akan terpenuhi.
Untuk itu sebaiknya tidak lagi memerlukan MSG, dikarenakan sumbangan asam glutamat MSG justru akan membuat pasokannya kebanyakkan.
Asam glutamat yang berlebihan didalam sel tubuh bisa bikin masalah.

Mengapa MSG bikin makanan jadi enak dan gurih ada beberapa hipotesa :
1. Adanya hidrolisis protein di dalam mulut.
2. Meningkatkan cita rasa dengan menekan rasa kurang enakmya.
3. Memperbaiki keseimbangan cita rasa makanan.
4. Meningkatkan kepekaan sel receptor indra pengecap di permukaan lidah.

Sejak bahan MSG ini ditemukan, baru dilaporkan gejala keracunan teridentifikasi lebih dari setengah abad kemudian.
Tepatnya pada tahun 1969 oleh Dr. Ho Man Kwok, waktu itu terjadi keracunan pada pelanggan restoran China. Dan terkenal dengan nama Chinese restaurant syndrome ( CRS ).
Gejalanya biasanya muncul 3 - 35 menit setelah penderita menyantap makanan ber MSG.
Seperti rasa terbakar dibagian belakang leher ( tengkuk ), punggung, rahang bawah dan leher bagian bawah, lengan atas dan dada.
Rasa penuh di wajah, nyeri dada, sakit kepala, mual, berdebar-debar, rasa kebas dibelakang leher menjalar ke lengan dan punggung, rasa kesemutan diwajah, pelipis, punggung bagian atas, leher, dan lengan, mengantuk, keadaan lemah.

Keluhan biasanya hilang sendiri setelah beberapa jam kemudian, tetapi ada kalanya membandel hingga sampai 5 hari.
Hal seperti ini diduga karena ;
pertama penderita sensitif terhadap bahan baku MSG, baik tetes tebu maupun gluten dan bahan-bahan kimia yang terkandung didalamnya.
Kedua karena penderita teracuni hasil metabolisme MSG.

Dari pemeriksaan penderita diperoleh bukti hasil metabolisme MSG yang menyebabkan keracunan diperkirakan Gamma- amino butyric acid ( GABA ), serotin, atau histamin.
Yang lebih bahaya adalah hasil penguraian MSG pada suhu tinggi, yaitu amino metil dipiridoimidazol ( Glu- P-1 ) dan amino dipiridoimidazol ( Glu- P-2 ).
Keduanya sama-sama karsinogen dan mutagen, yang dapat memicu tumbuhnya kanker, terutama kanker hati, usus dan otak.
Bahkan dapat menyebabkan kelainan kongenital, akibat kecacatan dari gen ( Chromosome ).
Untuk membuktikan lebih jauh dampak MSG, dilakukan penelitian.
ZAt ini disuntikkan ke dalam tubuh dua kelompok tikus percobaan, masing-masing diberi Glu- P-1 dan Glu-P-2, konsentrasinya 500 ppm.
Hasilnya, ternyata cukup banyak tikus yang terserang kanker.
Uniknya prosentase tikus jantan yang terkena kanker lebih banyak dari pada betinanya.
Baik yang disuntik Glu- P-1 maupun Glu-P-2, masing-masing 47,5 % jantan, berbanding 26,25 % betina dan 19,5 % jantan berbanding 10,75 % betina.
Penelitian ini mestinya sudah dapat dijadikan dasar kesimpulan, bahwa MSG berbahaya.
Dikarenakan 500 ppm merupakan konsentrasi pengujian maksimum yang bisa dijadikan dasar oleh WHO ( Organisasi kesehatan dunia )
Untuk memutuskan suatu senyawa kimiawi sintetis itu beracun dan karsinogenik atau tidak.
Konsumsi tinggi MSG juga akan meningkatkan penumpukkan asam glutamat dalam jaringan sel otak, sel otak penuh asam glutamat akibatnya otak akan mengerut ( atropi ) sehingga glutamat seperti terperas keluar sel.
Akibatnya ruang-ruang antar sel kebanjiran asam glutamat, sel-sel otak ( neuron ) jadi gelagapan, hanya 5 menit fungsi jaringan sel otak menjadi rusak.
Didalam tubuh juga MSG akan termetabolisasi, antara lain menjadi ion natrium.
Kalau seseorang cukup banyak mengonsumsi MSG, sedangtkan konsumsi cairannya terbatas, akan menjadi rentan terhadap kelumpuhan.
Menumpuknya konsentrasi natrium diruang antar sel akibat tingginya konsumsi MSG membuat cairan sel tersedot keluar dan akan berlangsung terus sampai tekanan osmotik cairan di dalam dan di luar sel seimbang ( orang bila makan kebanyakkan vetsin akan merasa haus ).
Kalau ekspansi ini berlangsung cepat, konsentrasi cairan sel menjadi sangat tinggi, akibatnya jaringan sel tidak berfungsi hingga kelumpuhan tak bisa dielakan lagi.

Dari hasil penelitian juga MSG dapat merusak perkembangan fisik janin.
Sebelumnya penelitian di AS mendapatkan bukti serupa, MSG dapat merusak makhluk muda yang masih dalam masa pertumbuhan.
Joint Expert Committee on food Additives ( JECFA ), komisi penasehat WHO untuk masalah bahan aditif makanan, menetapkan ambang batas aman 120 mg / kg berat badan / hari. Artinya, kalau seseorang berat badannya 50 kg, maka dalam sehari ia sebaiknya tidak mengkonsumsi MSG melebihi 6 gr ( kira-kira 2 sendok teh ).
Di Indonesia dari hasil penelitian yayasan lembaga konsumen Indonesia ( YLKI ), semangkok mie bakso saja sudah mengandung 1,84 - 1,90 gr MSG.
Semangkok mie pangsit atau seporsi mie goreng MSG nya bisa sampai 2,90 - 3,40 gr. Seperti mie rebus kandungan MSG nya 2, 25 - 3,40 gr, belum lagi MSG yang ditambahkan ke dalam masakkan dirumah dan makanan jajanan yang dikudap di jalanan.
Penulis sendiri menemukan kasus dari hasil wawancara pada salah satu pembeli ( konsumen ) soto ayam, dikatakan dalam satu tempat kuah soto ( semacam tong panci atau dandang ), ia melihat si pedagang ( penjual ) menuangkan vetsin isi setengah kilogram ke dalam pancinya, dengan prilaku yang biasa-biasa saja dan memang sudah terbiasa dengan cara seperti itu, tanpa ada rasa salah apalagi bersalah.
Jadi kalau dilihat betapa mengerikannya.
Ironisnya pada tahun 1978 JECFA / WHO menghapus larangan itu artinya, makan MSG seberapa banyakpun tak perlu takut, ditanggung aman-aman saja.
Konon keyakinan ini didasarkan pada 230 penelitian yang telah mereka lakukan.
Mereka tidak menemukan bukti bahwa MSG berbahaya.
FDA ( Food and Drug Administration ) meminta FASEB ( Federation of American Societies for Experimental Biology ) lembaga di AS untuk menjawab isue negatif dari MSG selama ini.
Hasil finalnya diterbitkan dalam buku setebal 350 halaman untuk FDA pada tgl. 31 juli 1995.
Berdasarkan laporan ini, FDA berpendapat bahwa tidak ada bukti ilmiah apapun yang membuktikan bahwa MSG atau glutamate menyebabkan lesi otak dan penyakit kronis.
European Communities Scientific Committee for Food pada tahun 1991 melaporkan bahwa MSG aman.
Jadi walaupun keputusan dari badan dunia bahwa MSG itu aman dikonsumsi, kita sebaiknya tetap waspada dan hati-hati, dikarenakan tingkat racun MSG rendah, sehingga akibatnya kurang dirasakan.
Sensitifitas dari receptor tubuh tiap-tiap orang / suku bangsa berbeda-beda, dan kepekaan terhadap MSG lebih dipengaruhi oleh faktor umur / usia, warna kulit, lingkungan, budaya dan genetik.
Hal ini tentunya harus dilakukan penelitian lanjutan dengan melibatkan banyak faktor yang mempengaruhi.
Jadi untuk menjaga keamanan tubuh supaya tetap sehat, sebaiknya kita pilih makanan yang berbudaya, artinya makanan yang dapat membuat tubuh sehat bebas dari segala penyedap sintetis, pewarna dan pengawet.
Trimakasih, Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar