Selasa, 30 Agustus 2011

Kekuatan otot, dilahirkan atau diciptakan.

Seperti diketahui bersama otot adalah komponen yang terpenting dalam tubuh manusia.
Dengan adanya otot, manusia dapat bergerak, dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
Sebaliknya jika otot itu menjadi tidak berfungsi, tubuh akan kehilangan kekuatan, dan tubuh menjadi lumpuh, otot mengalami penciutan, yang disebut atrophi.

Otot manusia terdiri dari kumpulan serat yang berukuran rambut.
Pada suatu penelitian, tubuh manusia memiliki lebih dari enam miliar serat otot dalam tubuh yang berhubungan dengan tulang.
Tulang dan otot inilah yang mendukung tubuh, sehingga dapat melakukan gerakan.
Tidak semua serat otot dalam keadaan aktif pada saat yang sama.
Umumnya hanya sepertiga dari serat otot yang bekerja, sisanya beristirahat.
Dalam keadaan normal serat otot bekerja bergantian, sehingga dapat memberikan daya tahan dan daya guna dari pekerjaan serat otot tersebut.

Pada tubuh olahragawan atau atlet dibutuhkan adanya suatu kombinasi antara kekuatan, kecepatan, koordinasi dan ketahanan tubuh.
Tubuh manusia dilengkapi dengan kemampuan yang luar biasa untuk beradaptasi dengan setiap adanya tekanan yang datang.
Selama melakukan latihan penguatan, otot-otot tubuh kita diharapkan dapat beradaptasi dengan tekanan dan daya beban yang berlebihan.

Menurut hasil penelitian terbaru, kemampuan para atlet, sebenarnya sudah mendekati batas kemampuan manusia.
Dengan kondisi sekarang ini, para atlet terkenal dunia hanya akan mencapai kemajuan yang sangat kecil pada 20 tahun kedepan, sampai akhirnya pada titik kulminasi berhenti.
Penajaman rekor memang masih ada, tetapi grafiknya mulai mendatar.
Teori ini tercipta setelah kelompok ilmuwan mendapatkan bukti-bukti bahwa dalam lari jarak pendek ( 100 m, 200 m, 400 m, dan 800 m ).
Kemampuan serabut otot kaki memegang peran sangat penting.
Terutama otot kaki bagian paha yang memungkinkan seorang pelari memproduksi tenaga besar dalam waktu singkat.
Para ilmuwan juga mengumumkan hasil penemuannya mengenai bagaimana otot manusia beradaptasi terhadap latihan, serta bagaimana otot itu bisa mengubah diri sehingga cocok digunakan untuk lari maraton atau untuk lari jarak pendek.
Penemuan diatas sebagai pembuka cakrawala pengetahuan yang selama ini menjadi perdebatan yang berlarut-larut, mengenai apakah pelari, perenang, pebalap sepeda kaliber dunia dilahirkan atau diciptakan?.

Yang namanya otot sebenarnya sangat mudah untuk menyesuaikan diri.
Dengan latihan beban yang teratur dapat mendongkrak ukuran otot sampai 2 - 3 kalinya.
Sebaliknya bila otot terlalu lama diistirahatkan, misalnya tidak melakukan aktivitas fisik lagi sekurang-kurangnya selama dua minggu, otot akan menyusut hingga 20 persen.
Proses biomekanik yang dimiliki otot sangatlah kompleks.
Sangatlah beruntung selama melakukan riset puluhan tahun, telah menghasilkan gambaran lengkap tentang bagaimana otot bereaksi terhadap latihan dalam atletik.

Secara umum otot digambarkan sebagai serabut otot yang disatukan oleh jaringan kolagen.
Satu serabut otot terdiri atas selaput, inti sel, dan ribuan helaian yang disebut myofibril.
Sejauh ini otot manusia terbesar dan terpanjang adalah 30 cm dengan lebar 0,05 - 0,15 mm.
Myofibril dapat mengerut atau menyusut sesuai tanggapan rangsangan saraf.
Sementara motor sel saraf atau neuron berada sepanjang tulang belakang dan menyebar ke dalam serabut otot.
Pada otot kaki neuron mengontrol lebih dari 1000 serabut otot.
Secara rinci satu per satu neuron mengontrol serabut otot jari, bola mata, ataupun laring.
Kontraksi pada myofibril dilakukan oleh unit komponen kecil yang dikenal dengan sarcomere.
Di dalam sarcomere terdapat dua unsur protein ; myosin dan actin, bila berinteraksi akan menyebabkan kontraksi.
Sewaktu kontraksi sarcomere akan memendek, seperti lensa tele yang bisa dimajumundurkan ( zoom ).
Salah satu komponen molekul myosin, dinamakan heavy chain.
Molekul ini menentukan fungsi serabut otot.
Pada orang dewasa, heavy chain mempunyai tiga variasi yang berbeda dan dikenal dengan isoform.
Tiga variasi isoform dinamai dengan I, IIa dan IIx.
Serabut tipe I dikenal dengan serabut lambat, serabut IIa dan IIx dikenal dengan serabut cepat.
Kecepatan kontraksi serabut I hanya sepersepuluh dari jenis IIx
Sementara kecepatan kontraksi tipe IIa berada diantara jenis I dan IIx.
Perbedaan kontraksi ini membuat kecepatan pemecahan molekul ATP ( Adenosin triphosphat ), molekul berenergi tinggi di dalam myosin juga berlainan
Serabut tipe lambat lebih efisien dalam metabolisme aerobik ( butuh udara ), sementara serabut tipe cepat tergantung pada metabolisme an-aerobik ( tidak memerlukan udara ).

Secara praktis serabut tipe lambat sangat diperlukan untuk menopang aktivitas yang membutuhkan ketahanan, seperti pada kegiatan lari maraton, bersepeda dan berenang.
Sementara serabut tipe cepat merupakan kunci kekuatan dalam olahraga yang membutuhkan ledakan otot seperti angkat besi atau lari cepat.
Oleh sebab itu orang dengan porsi 95 % otot lambat disarankan untuk menjadi pelari maraton.
Sebaliknya orang yang hanya punya 19 % otot lambat dan sisanya otot cepat disarankan menjadi sprinter.
Perlu diketahui, rata-rata orang dewasa punya sejumlah serabut otot lambat dan cepat yang sama pada paha.
Pengetahuan besarnya porsi serabut otot itu memunculkan pertanyaan.
Dapatkah kemampuan serabut otot diubah dari lambat ke cepat?
Perubahan tipe otot IIa ke IIx ataupun sebaliknya bisa terjadi karena pengaruh latihan.
Lalu bagaimana dengan perubahan dari serabut lambat dan cepat, tipe I dan tipe II ?

Berbagai percobaan selama bertahun-tahun menyimpulkan, otot lambat tak bisa dikonversi menjadi otot cepat atau sebaliknya.
Baru pada tahun 1990, seorang ilmuwan bernama Andersen Schjerling dan Saltin menemukan indikasi bahwa latihan yang keras dan teratur dapat membuat otot lambat menjadi otot cepat tipe IIa.
Subjek penelitian mereka adalah para pelari jarak pendek terkemuka.
Mereka diamati selama tiga bulan menjalani latihan berat yang dikombinasikan dengan lari jarak pendek berinterval.
Pada periode yang sama, Mona Esbarnsson dan rekannya dari Karolinska Institute di Stockholm menemukan bukti yang sama.
Dari hasil yang diperoleh memberikan petunjuk bahwa program latihan berat yang dibarengi dengan latihan an-aerobik, dapat mengubah bukan hanya dari jenis IIx ke IIa, tetapi juga dari jenis I ke IIa.
Jika latihan dapat mengubah jenis otot I menjadi IIa. muncul pertanyaan, apakah secara alami juga bisa mengubah jenis IIa menjadi I ?
Jawabnya ternyata bisa.
Hanya kita tidak tahu apakah atlet yang lahir dengan porsi otot tipe I yang tinggi mendapatkan keuntungan sejak lahir atau ia diuntungkan dari latihan yang ia jalani.
Kita juga tidak tahu seandainya otot tipe II dikonversi ke tipe I waktu yang dibutuhkan sama dengan waktu untuk mengkonversi dari IIx ke IIa.
Tetapi ada kemungkinan pelari maraton memang dilahirkan berbeda dengan orang kebanyakkan.
Demikian juga sprinter, memang berbeda dengan pelari jarak jauh.

Para peneliti mendapatkan bukti bahwa latihan bisa membesarkan otot jenis II hingga dua kalinya dibandingkan dengan tipe I.
Dalam hal ini latihan berat bisa meningkatkan volume otot cepat tanpa mengubah perbandingan antara otot lambat dan otot cepat.
Pada akhirnya luas relatif antara otot lambat dan otot cepat akan menentukan ciri khas otot itu.
Semakin banyak wilayah diisi oleh otot cepat, maka karakter otot itu secara keseluruhan menjadi cepat.
Sehingga para sprinter sebenarnya bisa mengubah karakteristik otot-otot kaki itu dengan latihan beban.
Uji coba yang dilakukan oleh seorang ilmuwan yang bernama Michael Sjostrom dari universitas Umea pada tahun 1988, menunjukkan rata-rata wilayah cakupan otot berada di vastus lateralis, otot yang ada pada atlet maraton.
Dari sini didapatkan luas cakupan otot tipe I rata-rata 4800 mikron persegi, tipe IIa 4500 dan tipe IIx 4600.
Sementara pada pelari jarak pendek luas cakupan serabut otot tipe I 5000 mikron persegi, IIa 7300, dan tipe IIx 5900.
Walaupun sudah dipastikan bahwa serabut otot dapat dikonversi, misalnya deari IIa ke I, tetapi masih relatif sukar bila cuma mengandalkan latihan.
Masih ada cara yang lebih mudah dan cepat yaitu dengan pendekatan genetik.
Caranya dengan menggunakan gen myosin, gen yang ditemukan pada otot mamalia untuk menggerakkan kaki saat lari dari kejaran predator.
Hal ini bisa ditempuh dengan memanipulasi gen, misalnya dalam bentuk vaksin yang dimasukkan dalam inti sel pada sel-sel otot.
Namun, cara-cara ini sekarang masih dilarang,bahkan komite olimpiade internasional mengawasi ketat tindakan ilegal ini dengan mengadakan tes bagi para atlet.

Seperti pada lazimnya gen, gen buatan ini juga berisi Deoxyribonucleic acid ( DNA ), dan bisa dikirim ke tubuh dalam beberapa cara ; misalnya saja gen itu mengkode satu atau lebih protein atau hormon yang menstimulasi perkembangan otot.
Langkah langsung adalah dengan memberikan DNA langsung ke otot.
Serabut otot itu kemudian akan mendapatkan DNA dan ditambahkan seperti gen normal lainnya.
Cara ini tidak terlalu praktis, sehingga para peneliti sering minta bantuan virus untuk membawa gen itu ke dalam inti sel.
Virus itu sendiri sebenarnya sekumpulan paket-paket gen yang terbungkus dalam kapsul protein, yang mampu menambatkan diri pada sel untuk kemudian menyuntikkan gennya ke dalam sel yang bersangkutan.
Para ilmuwan mengganti gen virus itu dengan gen buatan, sehingga teknik ini lebih efisien.

Pada percobaan ini sangat disayangkan dalam penyuntikkan langsung DNA, gen buatan yang dikirimkan bukan hanya masuk ke serabut otot, tetapi juga ke dalam sel-sel lain yang tidak dikehendaki.
Seperti ke dalam pembuluh darah dan hati.
Akibatnya tentu merepotkan bila ekspresi gen buatan itu muncul di tempat lain.
Sebagai contoh soal, bila gen yang menyebabkan pembesaran otot disuntikkan, maka yang akan terjadi adalah pembesaran otot-otot rangka, lalu bisa juga akan memacu pembesaran otot-otot lain, seperti otot jantung yang akan memunculkan komplikasi.

Para ilmuwan sampai sekarang masih melakukan pendekatan-pendekatan lain dengan cara yang lebih aman.
Namun yang akan menjadi renungan, apakah masih ada persaingan nomor atletik dalam kurun waktu 20 tahun ke depan atau apakah mungkin nantinya untuk mendongkrak kekuatan otot, perlu intervensi manipulasi genetik.
Kita tunggu saja perkembangan ilmu pengetahuan berikutnya.
Trimakasih, Tuhan memberkati.

2 komentar: