Minggu, 12 Mei 2013

Memahami Tekanan Darah Rendah ( Hipotensi ).

Orang yang menderita tekanan darah rendah ( hipotensi ) biasanya tidak seheboh kalau menderita tekanan darah tinggi.
Pasalnya penderita hipotensi tidak begitu memikirkan keadaan tubuhnya dan juga tidak memikirkan periksa ini dan periksa itu.
Karena penderita ini tidak menimbulkan gejala.
Kalaupun ada gejalanya seperti lemah, mudah lelah, gampang pingsan dan mudah pusing terutama dari posisi tidur ke posisi berdiri ( hipotensi ortostatik ).

Tekanan darah rendah dapat terjadi pada orang yang kurang makan, berbaring terlalu lama, mengalami gangguan saraf otonom ( seperti pada penderita diabetes melitus ) atau gangguan hormonal.
Pada prinsipnya tekanan darah rendah tidak memerlukan pengobatan, tetapi bila dirasa kurang nyaman kondisi tubuhnya segeralah berbaring.
Berbahagialah bila ada orang yang memiliki tekanan darah rendah, ketimbang memiliki tekanan darah tinggi.
Karena dari suatu hasil penelitian dikatakan bahwa pemilik tekanan darah rendah memiliki harapan hidup lebih tinggi dari pada mereka yang memiliki tekanan darah tinggi.
Walaupun relatif tidak berbahaya penderita tekanan darah rendah tetap diharuskan waspada.
Dengan bertambahnya usia, tekanan darah rendah cenderung menjadi temporer, yang disebut hipotensi ortostatik.
Contohnya ketika turun dari tempat tidur seoleh-olah rasanya mau pingsan, tiba-tiba merasa lemah, ruangan seakan berputar atau pandangan menjadi gelap.
Orang dikatakan menderita hipotensi, bila tekanan darahnya dibawah standar normal ( sistolik kurang dari 120 mmHg dan diastolik kurang dari 80 mmHg ) yang menurut WHO disebut juga sebagai kategori tekanan darah optimal atau penurunan tekanan sistolik dan diastolik sebanyak 20 mmHg atau lebih.
Pada usia lanjut gangguan otonom merupakan keadaan yang paling sering terjadi pada hipotensi.
Gangguan ini cukup berarti sehingga sering mengganggu kualitas hidup penderita lansia ( Brocklehurst and Allen, 1987 ).
Pusat pengendali saraf otonom adalah hipothalamus.
Ada beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab seringnya gangguan saraf otonom pada usia lanjut :
- Bila usia semakin bertambah, akan timbul beberapa perubahan pada " neurotransmisi " pada ganglion otonom, yaitu berupa penurunan pembentukan asetil-kolin yang disebabkan terutama oleh penurunan enzim utama, yaitu kolin-asetilase.
Keadaan tersebut diatas cenderung untuk menurunkan fungsi otonom.
Kejadian seperti ini sering tertutupi oleh efek lain, yaitu lebih sensitifnya reseptor kolin di pasca sinaps terhadap asetil-kolin sebagai akibat proses menua.

- Terjadi perubahan morfologis sehingga mengakibatkan pengurangan jumlah reseptor kolin.

Disamping penyebab fisiologik, bisa juga akibat dari perubahan patologik misalnya akibat penyakit pembuluh darah otak, disini seringkali menyebabkan gangguan fungsi otonom.

Mekanisme mempertahankan tekanan darah merupakan suatu refleks, dimana serabut aferen berasal dari baro-reseptor di sinus karotikus.
Serabut ini berjalan menuju ke pusat vasomotor di batang otak melalui saraf glosofaringeus.
Serabut eferen berjalan melalui medulla spinalis dan serabut preganglionik ke rantai simpatis, kemudian melalui serabut post ganglionik ke pembuluh darah ( Brocklehurst and Allen, 1987 ).

Pada kasus hipotensi ortostatik, perubahan dari posisi baring ke posisi tegak terjadi perpindahan hampir 700 cc darah meninggalkan rongga dada menuju ke pool cadangan vena di daerah perut dan kaki.
Tekanan di atrium kanan turun ke / lebih rendah dari tekanan dalam rongga dada, menyebabkan venous return ke jantung kanan menurun.
Isi sekuncup menurun, dengan akibat penurunan tekanan darah ( Van der Cammen, 1991 ).

Hipotensi pada penderita muda, seringkali disertai gejala light-headed ( rasa melayang ) / nggliyeng ) ringan dalam waktu yang tidak terlalu lama, oleh karena mekanisme pengaturan vasomotor dengan segera mengadakan kompensasi.

Pada penderita lansia, mekanisme kompensasi tersebut sering tidak efektif, sehingga tetap terjadi hipotensi dengan segala gejalanya selama beberapa jam.
Bahkan seringkali penderita mengalami penurunan kesadaran, yang baru membaik bila penderita diletakkan pada posisi berbaring lagi.
Hipotensi postural ini juga merupakan salah satu penyebab terjadinya jatuh pada usia lanjut yang seringkali mendadak bangun dari tempat tidur di malam hari karena ingin buang air kecil ke kamar mandi.
Gejala lain dari gangguan otonom yang sering menyertai hipotensi, diantaranya : Keluar keringat dingin, perubahan besar pupil, gangguan gastrointestinal ( pencernaan ), disfungsi kandung kemih dan poliuria nokturnal ( sering kencing waktu malam ) ( Van der Cammen, 1991 ).

Proses terjadinya hipotensi pada setiap orang berbeda -beda, tetapi biasanya mencakup :
-Penurunan fungsi otonom yang berhubungan dengan usia dan mungkin disertai hilangnya elastisitas dinding pembuluh darah.

- Gangguan dari aktivitas baro-refleks akibat tirah baring yang terlalu lama.
Keadaan ini sering terdapat pada penderita lansia yang tekanan darahnya dipertahankan dengan vasokonstriksi yang hampir maksimal ( misalnya setelah terkena infark miokard )
Tak terdapat lagi cadangan otot jantung,sehingga pada saat bangun tidur tekanan darah tidak bisa dipertahankan lagi.

- Hipovolemia dan / atau hiponatremia sebagai akibat berbagai keadaan, antara lain pemberian diuretika.

- Berbagai obat yang bersifat hipotensif, antara lain tiasid dan diuretika lain, fenotiasin, antidepresan trisiklik, butirofenon, levodopa, dan bromokriptin.

- Akibat berbagai penyakit yang mengganggu saraf otonom, seperti Parkinsonisme, sindrom shy-drager, ensefalopati wernicke, lesi hipotalamus, penyakit serebrovaskular, tabes dorsalis, paraplegia, diabetes melitus, keganasan, defisiensi vitamin B kompleks, alkoholisme kronik, sindroma guillain-barre dan amiloidosis.

Penegakan diagnosis biasanya berdasarkan ditemukannya penurunan tekanan darah dan beberapa tes untuk mengetahui fungsi otonom terutama pada penderita lansia.
Sekali lagi pada prinsipnya tekanan darah rendah tidak memerlukan pengobatan.
Bila merasakan ada yang kurang nyaman cukup dengan berbaring.
Sangat berlawanan dengan penderita hipertensi ( tekanan darah tinggi ), penderita tekanan darah rendah justru dianjurkan menambah konsumsi garam dapur, termasuk makanan asin bergaram.
Disarankan total asupan garam sehari diperkirakan setara dengan 10 - 20 gram ( 1 - 2 sendok makan rata ).
Hati-hati pemberian pada orang usia lanjut, dan sebaiknya sebelum pemberian garam di konsultasikan atau diperiksa lebih dulu oleh dokter keluarga anda.
Terima kasih, Tuhan memberkati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar