Minggu, 30 Oktober 2011

Onani menurut pandangan awam.

Jika seorang anak manusia sudah beranjak di usia remaja atau usia pubertas, secara alami sesuai perkembangan hormonnya, manusia akan menjelajah dengan ukuran indeks yang dibangun menurut rumusan-rumusan seksualnya dengan harapan dapat memunculkan suatu kegiatan yang menyenangkan, dilakukan dengan rileks dan bersemangat mirip orang yang sedang bermain ular tangga.
Kegiatan ini biasa disebut dengan istilah onani atau masturbasi.
Di usia pubertas ini, dorongan untuk melakukan kegiatan seksual akan terus hidup yang kemudian diwujudkan dalam bentuk rangsangan-rangsangan organ seks tanpa berhubungan kelamin seperti layaknya laki-laki dan perempuan.

Onani atau masturbasi, merupakan satu cara pemuasan seks melalui rangsangan-rangsangan pada organ seks, tanpa suatu hubungan kelamin.
Onani ini sudah merupakan permasalahan sejak dahulu kala.
Dari ajaran berbagai agama menganggap bahwa onani merupakan pekerjaan yang dilarang dan dapat menimbulkan dosa bagi yang melakukannya.
Dari kebanyakan orang beranggapan bahwa onani ini sebagai penyebab kelemahan tubuh, impotensia bahkan penyebab kegilaan.

Onani sebenarnya satu keadaan yang normal dan terjadi secara umum pada aktivitas seksual.
Hal ini sebenarnya dimulai pada fase genital perkembangan kepribadian seorang anak, dimana pada fase ini anak akan merasakan suatu kepuasan seks dengan mempermainkan alat kelamin mereka.
Onani yang boleh dikatakan dilakukan secara universal oleh para remaja di seluruh dunia, timbul akibat adanya tegangan seks ( sexual tension ) pada usia pubertas.

Onani ini merupakan salah satu tanda dari stadium permulaan menuju keadaan kedewasaan seksual.
Banyak peneliti menyetujui pendapat Kinsey, bahwa lebih dari 90 % pria dan 70 % wanita diseluruh dunia pernah melakukan onani dalam masa kehidupannya.
Frekuensi onani pada pria dewasa berkisar 2 - 3 kali seminggu, sedangkan pada wanita dewasa 2 - 3 kali sebulan.
Dikalangan masyarakat awam, khususnya dikalangan remaja onani dikenal dengan berbagai istilah, diantaranya : cinta tangan, merancap, menyabun dan sebagainya.
Pada penelitian dikatakan bahwa setiap ada peningkatan prosentase kegiatan onani sangat erat kaitannya dengan terjadinya gejolak sosial dan perubahan pandangan hidup dikalangan remaja dengan masuknya kebudayaan Barat, peningkatan pemakaian bahan-bahan narkotika serta peningkatan kenakalan remaja dan seterusnya, tentunya diperlukan suatu penelitian lebih lanjut dan terarah.

Sebenarnya onani sendiri dapat berlanjut sampai seseorang memasuki kehidupan perkawinan, bahkan bisa sampai usia tua.
Onani selalu dilakukan bila pasangan pernikahan seseorang dalam suatu keadaan yang tidak memungkinkan mengadakan hubungan kelamin, misalnya : wanita sedang menstruasi, istri sedang hamil, dalam keadaan sakit, mengadakan perjalanan jauh sedirian dan sebagainya.
Bahkan dikatakan dalam penelitian terkadang seorang wanita, lebih sering mendapatkan orgasme dengan melakukan onani dari pada dengan hubungan kelamin yang normal.
Pada suatu penelitian seseorang yang sering melakukan kegiatan onani 3 sampai 5 kali dalam seminggu, akan menemui gangguan fisik yang cukup menonjol seperti : sperma encer dan cepat keluar ( 25.00 % ), gangguan pada alat kelamin, termasuk tidak mampu ereksi ( 9,25 % ), sakit kepala ( 5,96 % ), sendi lutut terasa kosong dan berbunyi ( 3, 58 % ), dan sakit pinggang ( 2, 38 % ).
Gangguan mental yang paling sering muncul adalah perasaan takut, cemas dan rendah diri ( 7,14 % ), konsentrasi dan gairah belajar yang menurun ( 4,76 % ), pelupa dan suka melamun ( 4,76 % ), perasaan bersalah dan berdosa karena melakukan onani ( 3,48 % ).
Keluhan lainnya seperti tumbuh jerawat, gairah terhadap lawan jenis yang menurun, wajah seperti menua, perut selalu tidak enak atau sakit, urat-urat banyak yang menonjol dan masih banyak lagi, hal seperti ini termasuk yang lain-lain ( 9,62 % ).

Faktor utama yang menyebabkan timbulnya permasalahan pada usia remaja akibat onani ini,
adalah rasa bersalah dan rasa berdosa.
Perasaan bersalah dan berdosa inilah yang nantinya dapat menimbulkan gangguan fisik maupun mental sebagai akibat tidak langsung dari onani.

Seseorang yang kerap melakukan onani juga sering dihantui kekuatiran yang berlebihan seperti kekuatiran yang terbesar adalah kemungkinan tidak mendapatkan keturunan ( 22,76 % ), kemungkinan kemampuan seksual yang menurun / impotensia ( 11,75 % ), dan pertumbuhan badan yang terganggu ( 11,75 % ), kekuatiran bahwa istri mungkin tidak akan mendapatkan kepuasan seksual ( 7,15 % ), sperma yang mungkin habis ( 6,71 % ) dan kerusakan pada ginjal ( 5,75 % ), kemungkinan keturunannya cacat ( 7,14 % ), dan sejumlah kekuatiran lainnya yang akan timbul akibat kebiasaan malakukan onani.

Masalah onani ini memang termasuk masalah yang banyak dipertanyakan masyarakat awam, terutama remaja, umumnya pada usia 15 - 30 tahun dan yang belum menikah.
Pandangan masyarakat awam tentang onani sendiri serta akibat-akibat yang ditimbulkannya, sangat menyimpang dari pandangan ilmu kesehatan dan kedokteran.
Mereka merasakan bahwa onani, merupakan pekerjaan yang salah dan tidak benar, sehingga disamping bisa mengakibatkan gangguan mental, juga bisa mengakibatkan kelainan-kelainan fisik berupa keluhan-keluhan psikosomatik.
Mungkin pandangan yang tidak tepat ini disebabkan oleh informasi yang diterima tentang onani itu sama sekali tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Oleh sebab itu sangat perlu dilakukan adanya penerangan-penerangan, ceramah-ceramah ataupun konsultasi-konsultasi dalam masalah onani pada khususnya, dan dalam bidang pendidikan seks pada umumnya.
Peranan orang tua serta para guru didik yang sudah dibekali dengan pengetahuan tentang masalah perkembangan seksual akan sangat menentukan bagi perkembangan pertumbuhan fisik dan mental dari anak-anak serta para remaja dimasa yang akan datang.
Trimakasih, Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar