Tekanan darah tinggi atau lebih populer dengan nama hipertensi sering kali ditemui pada masyarakat kita, baik di kota-kota besar maupun di daerah pedesaan.
Diperkirakan saat ini diseluruh dunia ada 1 miliar penderita hipertensi dan pada tahun 2025 jumlah penderita dapat meningkat menjadi 1,5 miliar.
Tiga perempatnya penderita hipertensi terdapat di negara berkembang.
Sekitar 7,1 juta kematian terkait dengan hipertensi.
Di Indonesia sendiri, 1 dari 3 penduduk berusia 18 tahun ke atas mengindap hipertensi.
Seseorang umumnya dianggap menderita hipertensi jika tekanan darahnya mencapai 140 / 90 mm Hg ke atas.
Biasanya tinggi rendahnya tekanan darah ditentukan oleh dua faktor, yaitu curah jantung ( cardiac autput ) dan tekanan resistensi pembuluh darah perifer.
Tekanan darah ini selalu berubah-ubah, tergantung waktu dan keadaan si penderita.
Dalam keadaan tenang atau pada malam hari waktu tidur, tekanan darah dapat mencapai 30 - 40 mm Hg lebih rendah dari pada waktu siang atau pada waktu melakukan aktivitas atau waktu bekerja.
Keadaan sakit, emosi, ditusuk jarum, melakukan kegiatan seksual, dapat meningkatkan tekanan darah secara mendadak serta kegelisahan, tekanan mental, temperatur yang dingin dan temperatur terlalu panas.
Tekanan darah pada anak yang baru lahir rata-rata 80 mm Hg sistolik ( tekanan atas ) dan 60 mm Hg diastolik ( tekanan bawah ), sedangkan pada anak-anak menjelang dewasa tekanannya menjadi 120 / 70 mm Hg.
Pada waktu manusia berumur sekitar 50 tahun tekanan menjadi rata-rata 140 / 90 mm Hg.
Tekanan sistolik ( atas ) menjadi lebih tinggi, apabila usia bertambah lebih dari 60 tahun.
Hal seperti ini disebabkan karena seringnya terdapat perubahan pada pembuluh darahnya yaitu terjadi pengerasan pada pembuluh darah yang biasa disebut perubahan arteriosklerotik dan pembuluh darah arteri ( nadi ) menjadi kaku.
Pada usia muda laki-laki lebih tinggi tekanan darahnya dibandingkan dengan perempuan sampai umur 45 tahun.
Selanjutnya terdapat sebaliknya.
Jadi disini umur dan jenis kelamin mempunyai peranan dalam perubahan tekanan darah sewaktu manusia hidup.
Pengukuran tekanan darah dilakukan untuk menentukan apakah benar-benar ada penyakit hipertensi atau tidak.
Pengukuran harus dilakukan berulang kali.
Tekanan darah sebaiknya diperiksa waktu pagi hari sesudah penderita tidur semalam suntuk ( Basal Blood Pressures ).
Dari hasil penelitian terbaru ( maret 2012 ), pengukuran tekanan darah di dua lengan dapat menyingkap adanya risiko penyakit jantung.
Peneliti dari Universitas Exeter, Paris, menyarankan petugas kesehatan memeriksa tekanan darah di dua lengan pasien.
Perbedaan tekanan sistolik ( saat jantung memompa ) darah pada dua lengan merupakan indikator masalah jantung.
Temuan ini dipublikasikan di jurnal Lancet.
Peneliti mengkaji 28 studi dengan data perbedaan tekanan darah sistolik pada dua lengan.
Mereka menyimpulkan, perbedaan tekanan darah sebesar 15 mm Hg atau lebih berhubungan dengan peningkatan risiko penyempitan dan pengerasan pembuluh nadi yang memasok darah ke kaki dan tangan.
Hal ini terkait gejala awal stroke yang mempengaruhi persediaan darah ke otak dan dapat mengakibatkan demensia.
Tekanan darah tinggi ini memang tak mudah untuk dikendalikan walau dengan obat kombinasi anti hipertensi.
Tetapi dengan membiarkan tekanan darah tetap meninggi bukan tanpa risiko.
Lonjakan tekanan darah terbukti mengganggu fungsi organ tubuh seperti otak, jantung, ginjal dan mata.
Belum lama ini para ilmuwan berhasil menerapkan metode baru untuk mengatasi penyakit tekanan darah tinggi ( hipertensi ).
Metode baru itu namanya denervasi renal.
Denervasi renal adalah cara invasif pengendalian tekanan darah dengan menumpulkan sinyal saraf di organ ginjal yang berperan penting dalam menaikan tekanan darah.
Sebagian besar penyebab hipertensi tidak diketahui.
Namun para ilmuwan telah lama mendeteksi sistem saraf simpatis ( sistem saraf otonom ) di organ ginjal yang terkoneksi dengan otak berperan penting meningkatkan tekanan darah.
Sistem saraf ini bila terangsang akan mengerutkan pembuluh darah, menambah volume darah, memicu debar jantung, dan merangsang pelepasan hormon renin yang turut melambungkan tekanan darah.
Pada hipertensi terjadi hiperaktivasi sistem saraf simpatis yang terus-menerus sehingga tekanan darah tetap tinggi.
Dalam penatalaksanaan hipertensi, pada mulanya dianjurkan pola hidup sehat dengan mengatur diet dan berolahraga secara rutin dan bila diperlukan diberikan obat-obatan anti hipertensi.
Pada hipertensi tingkat lanjut, terkadang diberikan kombinasi obat-obatan anti hipertensi, artinya lebih dari satu jenis obat, agar hipertensi terkontrol.
Ternyata sekitar 20 persen penderita hipertensi, tekanan darahnya tak kunjung normal walau mendapat tiga atau lebih kombinasi obat.
Jenis hipertensi seperti ini disebut hipertensi resisten.
Pada hipertensi jenis ini penambahan jenis obat sering kali bukan membuat tekanan darah turun, melainkan efek samping obat menjadi bertambah.
Untuk menghadapi hipertensi yang tak mempan obat ini, Dr. Henry Krum seorang ilmuwan dari universitas Monash, Australia, bersama para koleganya mencoba melakukan denervasi renal, suatu jenis terapi baru yang belum pernah dilakukan pada manusia.
Intinya, menumpulkan saraf simpatis di lapisan dalam pembuluh darah ginjal dengan teknik invasif memakai kateter.
Cara mengerjakannya, kateter berbentuk seperti selang lentur, dengan diameter seukuran sedotan minuman, diarahkan ke muara pembuluh darah ginjal melalui sayatan kecil melewati pembuluh darah paha.
Lewat kateter, seutas kawat berujung elektroda yang tersambung dengan generator mentransmisikan energi radiofrekuensi ke dinding dalam pembuluh darah ginjal untuk " memotong " sinyal saraf simpatis ( denervasi ).
Tindakan non bedah yang mirip kateterisasi jantung ini hanya perlu waktu kurang dari satu jam untuk menumpulkan persarafan kedua pembuluh darah ginjal.
Dari hasil penelitian membuktikan keberhasilan dari 45 orang penderita hipertensi yang sudah resisten alias sudah tidak mempan lagi obat-obatan anti hipertensi diikut sertakan dalam studi Krum dan koleganya.
Hasilnya, denervasi renal berhasil menurunkan tekanan darah secara bermakna tanpa komplikasi serius.
Krum dan kawan-kawan mempublikasikan hasil studinya di jurnal kedokteran Lancet.
Penelitian lebih lanjut antara lain dilakukan oleh Dr. Murray Esler dan koleganya terhadap lebih dari 100 pasien hipertensi yang resisten terhadap obat-obatan.
Esler membuktikan keunggulan terapi hipertensi yang disertai denervasi renal dibandingkan hanya dengan obat-obatan saja.
Penelitian lanjutan ini dimuat juga di jurnal kedakteran Lancet tahun 2010.
Keberhasilan dari sejumlah penelitian terkait dengan denervasi renal mendapat sambutan luas disejumlah negara.
Pihak berwenang di Eropa dan Australia telah menyetujui tindakan ini untuk digunakan sebagai upaya terapi hipertensi.
Pemerintah Amerika Serikat melalui FDA ( juli 2011 ) mengizinkan penelitian denervasi renal yang melibatkan sekitar 500 pasien dari 60 pusat medis di Amerika.
Apabila studi ini juga memperlihatkan hasil yang baik, kemungkinan besar metode ini segera diterapkan diseluruh negara Amerika Serikat.
Para ilmuwan Amerika memprediksi metode ini dapat digunakan lebih luas lagi, tidak hanya pada hipertensi yang membandel, tetapi juga pada hipertensi yang biasa.
Kita berharap metode denervasi renal ini sebagai metode terapi yang sukses dikemudian hari dan sekaligus dapat meniadakan peranan obat-obatan dalam penanganan hipertensi.
Kita tunggu perkembangan baru dari metode denervasi renal ini.
Yang terpenting jangan membiarkan tekanan darah anda tetap melambung tinggi, karena hipertensi sangat berbahaya bisa meningkatkan risiko stroke, kebutaan, serangan jantung dan gagal ginjal.
Jika anda sudah mengeluh seperti : sakit kepala, pusing, lelah, keringat dingin, mual dan telinga berdenging.
Cepat-cepatlah memeriksakan diri ke dokter keluarga anda.
Menurut John Martin, PhD di San Diego State University, tekanan darah tinggi terutama merupakan gangguan gaya hidup.
Menurutnya ada tiga hal yang paling penting yang harus diubah yaitu ; mengecilkan ukuran pinggang, kebugaran fisik, dan tingkat ketenangan jiwa.
Terima kasih, Tuhan memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar