Minggu, 26 Mei 2013

Mengapa sering terjadi jatuh pada lansia.

Kejadian terjatuh pada orang tua ( usia lanjut ) kerap terjadi, di Indonesia dilaporkan paling sering di kamar mandi dan setelah bangun dari tidur.
Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor yang berperan baik faktor intrinsik seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan otot-otot kaki ( ekstremitas bawah ), kekakuan sendi, sinkop ( gelap sesaat ) dan seperti berputar ( dizzines ), serta faktor ekstrinsik seperti lantai licin dan tidak rata, tersandung benda-benda sekitar, penglihatan kurang jelas karena cahaya kurang terang, dan seterusnya.

Pengertian jatuh sebenarnya adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring / terduduk di lantai / tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka ( Reuben, 1996 ).

Dari hasil survai di A S didapatkan sekitar 30 % lansia yang berumur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, separuhnya mengalami jatuh berulang ( Tinetti, 1992 ).

Kematian akibat jatuh sangat sulit diidentifikasi karena sering kali tidak disadari oleh keluarga atau dokter yang memeriksanya, sebaliknya jatuh dapat merupakan akibat penyakit lain.
Misalnya serangan jantung mendadak ( Tinetti, 1992 ).
Biasanya akibat dari jatuh terjadi patah tulang paha dekat persendian atas ( fraktur collum femoris ).
Patah jenis ini di AS diderita oleh 250.000 lebih lansia setiap tahunnya dan sebagian besar penderitanya wanita.
Kejadian lainnya seperti patah tulang iga, patah tulang tangan, lengan, pinggul, perlukaan jaringan lunak yang serius seperti subdural hematom, memar, keseleo dan seterusnya.

Fraktur Collum femoris ini merupakan fraktur yang berhubungan dengan proses menua dan osteoporosis.
Wanita mempunyai risiko lebih tinggi dibanding laki-laki untuk terjadinya fraktur dan perlukaan akibat jatuh.
Lansia yang sehat juga mempunyai risiko lebih tinggi dibanding lansia yang lemah / cacat untuk terjadinya fraktur dan perlukaan akibat jatuh.
Kebanyakan lansia terjatuh akibat dari penurunan respon perlindungan diri dan kekuatan fisik untuk menjaga diri.

Untuk menjaga stabilitas badan supaya terhindar dari peristiwa terjatuh ditentukan oleh beberapa hal :
a. Sistem Sensorik.
Disini yang berperan didalamnya adalah : Visus ( penglihatan ), pendengaran, fungsi vestibuler, dan proprioseptif.
Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan penglihatan.
Semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran.
Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karena adanya perubahan fungsi vestibuler akibat dari proses menua.
Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan mengganggu fungsi proprioseptif ( Tinetti, 1992 ).
Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hampir sepertiga penderita lansia mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.

b. Sistem Saraf Pusat ( SSP ).
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengntisipasi input sensorik.
Penyakit SSP seperti Stroke, Parkinson, Hidrosefalus tekanan normal, sering diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik ( Tinetti, 1992 ).

c. Kognitif.
Pada beberapa penelitian, demensia diasosiasikan dengan meningkatnya risiko jatuh.

d.Muskuloskeletal.
Menurut beberapa peneliti merupakan faktor yang paling berperan dan benar-benar murni milik lansia yang menyebabkan terjadinya jatuh.
Gangguan muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan ( gait ) dan hal ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis.
Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh :
- Kekakuan jaringan penghubung.
- Berkurangnya massa otot.
- Perlambatan konduksi saraf.
- Penurunan visus / lapang pandang.
- Kerusakan proprioseptif.

Yang kesemuanya menyebabkan :
- Penurunan Range of Motion ( ROM ) sendi.
- Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas bawah.
- Perpanjangan waktu reaksi.
- Kerusakan persepsi dalam.
- Peningkatan postural sway ( goyangan badan ).

Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah yang pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal.
Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah.
Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah / terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba, sehingga memudahkan jatuh.

Adapun faktor risiko jatuh pada lansia dapat dibagi dalam dua golongan besar ( Kane, 1994 ) :
1. Faktor-faktor intrinsik ( faktor dari dalam ).
2. Faktor-faktor ekstrinsik ( faktor dari luar ).

- Faktor intrinsik diantaranya : kondisi fisik dan neuropsikiatrik, penurunan visus dan pendengaran, perubahan neuromuskuler, gaya berjalan, dan reflek postural karena proses menua.

- Faktor ekstrinsik diantaranya : obat-obatan yang diminum, alat-alat bantu berjalan, lingkungan yang tidak mendukung ( berbahaya ).

Mengapa para lansia mudah sekali terjatuh, biasanya merupakan gabungan dari beberapa faktor yang ada seperti :
1. Kecelakaan : merupakan penyebab yang utama ( 30-50 % kasus jatuh lansia ).
- Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung.
- Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda-benda yang ada dirumah tertabrak, lalu jatuh.

2. Nyeri kepala dan atau vertigo.

3. Hipotensi orthostatic :
- Hipovolemia / curah jantung rendah.
- Disfungsi otonom.
- Penurunan kembalinya darah vena ke jantung.
- Terlalu lama berbaring.
- Pengaruh obat-obat hipotensi.
- Hipotensi sesudah makan.

4. Obat-obatan :
- Diuretik / antihipertensi.
- Antidepresan trisiklik
- Sedativa.
- Antipsikotik.
- Obat-obat hipoglikemik.
- Alkohol.

5.Proses Penyakit yang spesifik .
Penyakit-penyakit akut seperti :
- Kardiovaskuler : Aritmia, stenosis aorta dan sinkope sinus carotis.
- Neurologi : TIA, Stroke, serangan kejang, Parkinson, kompresi saraf spinal karena spondilosis, penyakit cerebellum.

6. Idiopatik ( tidak jelas sebabnya ).

7. Sinkope : kehilangan kesadaran secara tiba-tiba.
- Drop attack ( serangan tiba-tiba ).
- Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba.
- Terbakar matahari.

Faktor lingkungan yang terkait dengan kecelakaan pada lansia :
1. Alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau tergeletak di bawah.
2. Tempat tidur atau WC yang rendah / jongkok.
3. Tempat berpegangan yang tidak kuat / tidak mudah dipegang.
- Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun.
- Karpet yang tidak di lem dengan baik, keset yang tebal / menekuk pinggirnya ( kesrimped / terbelit ) dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser.
- Lantai yang licin atau basah.
- Penerangan yang tidak baik ( kurang atau menyilaukan ).
- Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya.

Lansia terjatuh pada umumnya setelah melakukan aktivitas biasa seperti berjalan, naik atau turun tangga, mengganti posisi.
Dan jarang sekali ( 5 % ) terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat.
Masalah jatuh ini juga sering terjadi bila lansia banyak melakukan kegiatan dan olahraga, kemungkinan karena kelelahan dan banyak terpapar matahari yang terlalu kuat.

Sekitar 70 % lansia mendapat masalah jatuh terjadi di rumah.
Di Indonesia terutama tersering di kamar mandi  30 %, terjatuh saat bangun tidur 10 %, terjatuh saat turun tangga lebih banyak dibanding saat naik 15 %, lain-lain karena tersandung, kaki terbelit ( kesrimped ), menabrak benda-benda di lantai, lantai licin atau tak rata, penerangan kurang.

Peristiwa jatuh merupakan salah satu Geriatric giant, yang sering terjadi pada usia lanjut, penyebab tersering adalah masalah di dalam dirinya sendiri ( gangguan gait, sensorik, kognitif, sistem saraf pusat ) didukung oleh keadaan lingkungan rumahnya yang berbahaya ( alat rumah tangga yang tua / tidak stabil, lantai yang licin dan tidak rata, dan seterusnya ).

Peristiwa jatuh ini sering mengakibatkan komplikasi dari yang paling ringan berupa memar dan keseleo sampai dengan patah tulang bahkan kematian.
Oleh sebab itu peristiwa ini harus dicegah, supaya tidak terjadi jatuh berulang.
Mencegah terjadinya jatuh pada usia lanjut sangat penting dan lebih utama dari pada mengobati akibatnya.
Terima kasih, Tuhan memberkati.

Selasa, 21 Mei 2013

Benarkah manusia tergolong Omnivora ( pemakan segala ) ?

Semua orang menginginkan hidup sehat, tetapi cara untuk melakukan hidup sehat seperti yang sudah biasa dilakukan setiap hari itu apa sudah benar ?
Ada dua hal penting yang harus dilakukan untuk membuang segala permasalahan yang menggerogoti tubuh manusia :
1. Berhenti melakukan penyebab terjadinya masalah.
2. Meningkatkan asupan zat-zat gizi yang dibutuhkan sel-sel tubuh, supaya tubuh dapat menyelesaikan tugas untuk memperbaiki diri.

Untuk melakukan penghentian pengrusakan kesehatan kita harus mengevaluasi gaya hidup, khususnya mengenai kebiasaan makan.
Apa yang biasa kita makan mungkin akan membahayakan tubuh kita.
Kita harus mengenali makanan mana saja yang dianggap baik dan makanan mana saja yang dianggap buruk bagi kesehatan.
Makanan-makanan yang buruk alias makanan pembunuh adalah makanan yang mengakibatkan kerusakan paling parah dan memberikan manfaat paling sedikit bagi tubuh manusia.
Ingatlah selalu, makanan yang baik bagi harimau bukanlah makanan yang baik bagi kuda.

Masih dalam ingatan waktu duduk di sekolah dasar dulu, pernah diajarkan bahwa beberapa hewan, termasuk manusia dikelompokan menurut cara makannya.
- Yang memakan daging dikelompokan kedalam Karnivora.
- Yang memakan tumbuh-tumbuhan atau biji-bijian dikelompokan ke dalam Herbivora.
- Yang memakan semuanya / pemakan segala dikelompokan Omnivora.
Omnivora ini di dalamya termasuk manusia, karena dianggap pemakan segalanya.
Yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah sudah benar manusia termasuk kelompok Omnivora atau manusia termasuk kelompok yang lain ?
Pada tulisan ini penulis akan menjelaskan pada posisi mana manusia itu dikelompokan.
Manusia sudah sekian lama telah menyesuaikan diri untuk mengonsumsi daging hewan dari generasi ke generasi, tetapi apakah itu tepat bagi spesies manusia ?
Mari kita perhatikan beberapa perbandingan fisiologis dan biologis antara Karnivora dan Herbivora.
Kita mulai dengan cakar dan gigi.
Karnivora memiliki cakar dan gigi depan yang tajam untuk menangkap mangsa mereka, tetapi tidak memiliki gigi molar yang datar untuk mengunyah dan menggiling makanan mereka.

Herbivora tidak memiliki cakar maupun gigi depan yang cukup tajam untuk menaklukkan mangsa mereka, tetapi mereka memiliki gigi molar yang datar untuk mengunyah dan menggiling.

Manusia memiliki karakteristik yang sama seperti Herbivora.

Air liur.
Air liur dari karnivora bersifat asam supaya dapat memulai proses cerna dengan segera.
Air liur dari herbivora bersifat basa, yang membantu proses pra-cerna makanan dari tumbuh-tumbuhan.

Air liur manusia bersifat basa.

Asam lambung.
Lambung karnivora mensekresikan cairan cerna yang bersifat asam 20 kali lebih kuat dibandingkan asam lambung herbivora.
Kekuatan asam klorida ( HCL ) dibutuhkan untuk menghancurkan makanan berdaging secepat mungkin dalam perjalanan singkat mereka melewati usus.

Keasaman lambung manusia cocok dengan herbivora dan akan mengalami penyusutan ( pengurangan ) ketika asam lambung diproduksi secara berlebihan.

Panjang saluran pencernaan.
Hewan dari kelompok karnivora memiliki saluran usus yang tiga hingga enem kali panjang tubuhnya, relatif pendek, sehingga makanan tidak punya cukup waktu untuk membusuk.
Sebaliknya, herbivora memiliki saluran usus yang 10 sampai 12 kali panjang tubuhnya sehingga tumbuh-tumbuhan yang mereka makan dapat dihancurkan dalam cairan cerna yang lebih lembut secara lambat.

Manusia mempunyai perbandingan saluran cerna yang sama dengan herbivora.

Bentuk usus.
Perut karnivora seperti pipa berdinding halus tanpa benjolan ( tonjolan-tonjolan / jonjot-jonjot ) maupun kantong-kantong, sehingga makanan berdaging dengan cepat dapat dieliminasi.

Usus herbivora penuh dengan benjolan ( tonjolan-tonjolan / jonjot-jonjot ), kantong, saku, gulungan, dan lipatan, sehingga makanan tumbuhan dapat melewati saluran pencernaan secara lambat untuk membantu penyerapan zat gizi.

Manusia memiliki karakteristik usus yang sama dengan herbivora.

Serat.
Karnivora tidak membutuhkan serat untuk membantu memindahkan makanan melalui saluran cerna mereka yang pendek dan halus.
Namun, herbivora butuh serat untuk menyapu makanan yang membusuk keluar dari perut mereka yang berbelit.

Manusia memiliki kebutuhan serat makanan yang sama dengan herbivora.

Kolesterol.
Kolesterol hanya ditemukan dalam makanan yang bersumber dari hewan saja, dan ini bukan masalah bagi karnivora yang dapat menangani sejumlah besar kolesterol dalam makanan mereka.
Sedangkan, pola makan herbivora yang berdasarkan pada tumbuh-tumbuhan bersifat bebas kolesterol.

Manusia sama sekali tidak membutuhkan kolesterol dari luar, karena tubuh kita mampu memproduksi yang kita butuhkan ; dan kita memiliki masalah kesehatan yang serius ketika mengonsumsi kolesterol secara berlebihan.

Banyak orang beranggapan bahwa manusia sudah pasti bersifat omnivora, karena manusia pemakan daging hewan juga.
Namun, manusia tidak bersifat lebih dari omnivora dibandingkan hewan karnivora.
Manusia jika dilihat secara detail dari anatomis dan fisiologisnya, mahluk ini lebih memiliki karakteristik mirip golongan herbivora.
Untuk lebih memperjelas mari kita lihat perbandingan yang lebih terinci antara fisiologis dan anatomis dari karnivora, herbivora dan omnivora.

Karnivora mempunyai ciri-ciri :
-Otot-otot wajah : tereduksi untuk memungkinkan mulut menganga lebar.
-Tipe rahang : sudut tidak melebar.
-Lokasi sendi rahang : Pada dasar yang sama dengan gigi geraham.
-Gerakan rahang : memotong ; minimal gerakan dari sisi ke sisi.
-Otot-otot utama rahang : temporalis.
-Bukaan mulut vs ukuran kepala : lebar.
-Gigi seri : pendek dan meruncing.
-Gigi taring : panjang, tajam, dan berlekuk.
-Gigi geraham : tajam, bergigi, dan berbentuk mata pisau.
-Pengunyah : tidak ada, menelan makanan secara utuh.
-Air liur : tidak ada enzim pencernaan.
-Tipe lambung : sederhana.
-Asam lambung : kurang dari atau sama dengan pH 1 dengan makanan dalam lambung.
-Kapasitas lambung : 60 % hingga 70 % dari volume total saluran pencernaan.
-Panjang usus halus : 3 hingga 6 kali panjang tubuh.
-Termostasis : hiperventilasi.
-Usus besar : sederhana, pendek, dan halus ; tidak ada fermentasi.
-Hati : dapat mendetoksifikasi vitamin A.
-Ginjal : air seni secara ekstrem terkonsentrasi.
-Kuku : cakar-cakar tajam.

Herbivora mempunyai ciri-ciri :
-Otot-otot wajah : berkembang dengan baik.
-Tipe rahang : sudut melebar.
-Lokasi sendi rahang : di atas dasar gigi geraham.
-Gerakan rahang : tidak memotong ; gerakan dari sisi ke sisi maupun dari depan ke belakang.
-Otot-otot utama rahang : masseter dan pterygoids.
-Bukaan mulut vs ukuran kepala : kecil.
-Gigi seri : luas, berbentuk seperti sekop dan mendatar.
-Gigi taring : tumpul dan pendek atau panjang ( untuk pertahanan ), atau tidak ada.
-Gigi geraham : mendatar dengan gigi taring vs permukaan kompleks.
-Pengunyah : dibutuhkan proses pengunyahan lama.
-Air liur : enzim pencerna karbohidrat.
-Tipa lambung : ruang sederhana atau banyak.
-Asam lambung : pH 4 hingga 5 dengan makanan dalam lambung.
-Kapasitas lambung : kurang dari 30 % volume total saluran pencernaan.
-Panjang usus halus : 10 hingga lebih dari 12 kali panjang tubuh.
-Termostasis : berkeringat.
-Usus besar : panjang, kompleks, mungkin berkantong-kantong ; fermentasi mungkin terjadi.
-Hati : tidak dapat mendetoksifikasi vitamin A
-Ginjal : air seni terkonsentrasi secara moderat.
-Kuku : kuku-kuku mendatar atau ujung yang tumpul.

Omnivora mempunyai ciri-ciri :
-Otot-otot wajah : tereduksi.
-Tipa rahang : sudut tidak melebar.
-Lokasi sendi rahang : pada dasar yang sama dengan gigi geraham.
-Gerakan rahang : memotong ; minimal gerakan sisi ke sisi.
-Otot-otot utama rahang : temporalis.
-Bukaan mulut vs ukuran kepala : lebar.
-Gigi seri : pendek dan meruncing.
-Gigi taring : panjang tajam, dan melengkung.
-Gigi geraham :seperti mata pisau dan atau mendatar.
-Pengunyah : menelan makanan utuh dan menggiling secara sederhana.
-Air liur : tidak ada enzim pencernaan.
-Tipe lambung : sederhana.
-Asam lambung : kurang dari atau sama dengan pH 1 dengan makanan dalam lambung.
-Kapasitas lambung : 60 % hingga 70 % dari volume total saluran pencernaan.
-Panjang usus halus : 4 hingga 6 kali panjang tubuh.
-Termostasis : hiperventilasi.
-Usus besar : sederhana, pendek, dan lembut ; tidak terjadi fermentasi.
-Hati : dapat mendetoksifikasi vitamin A.
-Ginjal : air seni secara ekstrem terkonsentrasi.
-Kuku : cakar-cakar yang tajam.

Manusia mempunyai ciri-ciri :
-Otot-otot wajah : berkembang dengan baik.
-Tipe rahang : sudut melebar.
-Lokasi sendi rahang : di atas dasar gigi geraham.
-Gerakan rahang : tidak memotong ; gerakan sisi ke sisi yang baik, depan ke belakang.
-Otot-otot utama rahang :  masseter dan pterygoid.
-Bukaan mulut vs ukuran kepala : kecil.
-Gigi seri : luas, berbentuk seperti sekop dan mendatar.
-Gigi taring : pendek dan tumpul.
-Gigi geraham : mendatar dengan gigi taring menonjol ( nodular cusps ).
-Pengunyah : dibutuhkan proses pengunyahan lama.
-Air liur : enzim pencerna karbohidrat.
-Tipe lambung : ruang sederhana.
-Asam lambung : pH 4 hingga 5 dengan makanan dalam lambung.
-Kapasitas lambung : 21 % hingga 27 % volume total saluran pencernaan.
-Panjang usus halus : 10 hingga 11 kali panjang tubuh.
-Termostasis : berkeringat.
-Usus besar : panjang, kompleks, berkantong-kantong ; fermentasi mungkin terjadi.
-Hati : tidak dapat mendetoksifikasi vitamin A.
-Ginjal : air seni terkonsentrasi secara moderat.
-Kuku : kuku-kuku mendatar.

Ilmu pengetahuan telah membuktikan, bahwa manusia lebih cocok dimasukan ke dalam kelompok herbivora, bukan omnivora yang selama ini sudah dilegalkan, bahkan dari generasi ke generasi.
Dengan dibuktikannya teori ini, otomatis dapat mengungkap mengapa zaman dahulu harapan hidup manusia lebih lama dibanding zaman peradaban babilon modern atau zaman komputer ini.
Misalnya saja kalau kita cermati : Adam berumur sampai 930 tahun.
Enos 905 tahun, Kenan 910 tahun, Mahalaleel 895 tahun, Yared 962 tahun, Henokh 365 tahun, Matusalah 969 tahun dan Lemekh 777 tahun.
Umur manusia panjang sampai ratusan tahun, makin lama umur manusia makin berkurang.
Berdasarkan definisi WHO, maka usia dibawah 65 tahun tergolong usia pertengahan ( Middle Age ) ; usia diantara 65 tahun sampai 74 tahun tergolong Junior old Age ; usia antara 75 tahun sampai dengan 90 tahun baru tergolong Formal Old Age ; dan antara 90 tahun sampai dengan 120 tahun digolongkan Longevity Old Age ( orang tua berumur panjang ).
Jadi rentang hidup manusia seharusnya, terpendek adalah 100 tahun dan terpanjang 175 tahun.
Usia normal rata-rata manusia seharusnya 120 tahun.
Akan tetapi sampai di zaman modern ini apa yang terjadi, umur semakin pendek dan ditambah dengan gaya hidup yang menyimpang dari apa yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Masa hidup manusia makin lama makin terbatas, hal ini karena manusia sudah lama pula menganut kebiasaan yang salah dan sudah turun temurun.
Terima kasih, Tuhan memberkati.

Minggu, 12 Mei 2013

Memahami Tekanan Darah Rendah ( Hipotensi ).

Orang yang menderita tekanan darah rendah ( hipotensi ) biasanya tidak seheboh kalau menderita tekanan darah tinggi.
Pasalnya penderita hipotensi tidak begitu memikirkan keadaan tubuhnya dan juga tidak memikirkan periksa ini dan periksa itu.
Karena penderita ini tidak menimbulkan gejala.
Kalaupun ada gejalanya seperti lemah, mudah lelah, gampang pingsan dan mudah pusing terutama dari posisi tidur ke posisi berdiri ( hipotensi ortostatik ).

Tekanan darah rendah dapat terjadi pada orang yang kurang makan, berbaring terlalu lama, mengalami gangguan saraf otonom ( seperti pada penderita diabetes melitus ) atau gangguan hormonal.
Pada prinsipnya tekanan darah rendah tidak memerlukan pengobatan, tetapi bila dirasa kurang nyaman kondisi tubuhnya segeralah berbaring.
Berbahagialah bila ada orang yang memiliki tekanan darah rendah, ketimbang memiliki tekanan darah tinggi.
Karena dari suatu hasil penelitian dikatakan bahwa pemilik tekanan darah rendah memiliki harapan hidup lebih tinggi dari pada mereka yang memiliki tekanan darah tinggi.
Walaupun relatif tidak berbahaya penderita tekanan darah rendah tetap diharuskan waspada.
Dengan bertambahnya usia, tekanan darah rendah cenderung menjadi temporer, yang disebut hipotensi ortostatik.
Contohnya ketika turun dari tempat tidur seoleh-olah rasanya mau pingsan, tiba-tiba merasa lemah, ruangan seakan berputar atau pandangan menjadi gelap.
Orang dikatakan menderita hipotensi, bila tekanan darahnya dibawah standar normal ( sistolik kurang dari 120 mmHg dan diastolik kurang dari 80 mmHg ) yang menurut WHO disebut juga sebagai kategori tekanan darah optimal atau penurunan tekanan sistolik dan diastolik sebanyak 20 mmHg atau lebih.
Pada usia lanjut gangguan otonom merupakan keadaan yang paling sering terjadi pada hipotensi.
Gangguan ini cukup berarti sehingga sering mengganggu kualitas hidup penderita lansia ( Brocklehurst and Allen, 1987 ).
Pusat pengendali saraf otonom adalah hipothalamus.
Ada beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab seringnya gangguan saraf otonom pada usia lanjut :
- Bila usia semakin bertambah, akan timbul beberapa perubahan pada " neurotransmisi " pada ganglion otonom, yaitu berupa penurunan pembentukan asetil-kolin yang disebabkan terutama oleh penurunan enzim utama, yaitu kolin-asetilase.
Keadaan tersebut diatas cenderung untuk menurunkan fungsi otonom.
Kejadian seperti ini sering tertutupi oleh efek lain, yaitu lebih sensitifnya reseptor kolin di pasca sinaps terhadap asetil-kolin sebagai akibat proses menua.

- Terjadi perubahan morfologis sehingga mengakibatkan pengurangan jumlah reseptor kolin.

Disamping penyebab fisiologik, bisa juga akibat dari perubahan patologik misalnya akibat penyakit pembuluh darah otak, disini seringkali menyebabkan gangguan fungsi otonom.

Mekanisme mempertahankan tekanan darah merupakan suatu refleks, dimana serabut aferen berasal dari baro-reseptor di sinus karotikus.
Serabut ini berjalan menuju ke pusat vasomotor di batang otak melalui saraf glosofaringeus.
Serabut eferen berjalan melalui medulla spinalis dan serabut preganglionik ke rantai simpatis, kemudian melalui serabut post ganglionik ke pembuluh darah ( Brocklehurst and Allen, 1987 ).

Pada kasus hipotensi ortostatik, perubahan dari posisi baring ke posisi tegak terjadi perpindahan hampir 700 cc darah meninggalkan rongga dada menuju ke pool cadangan vena di daerah perut dan kaki.
Tekanan di atrium kanan turun ke / lebih rendah dari tekanan dalam rongga dada, menyebabkan venous return ke jantung kanan menurun.
Isi sekuncup menurun, dengan akibat penurunan tekanan darah ( Van der Cammen, 1991 ).

Hipotensi pada penderita muda, seringkali disertai gejala light-headed ( rasa melayang ) / nggliyeng ) ringan dalam waktu yang tidak terlalu lama, oleh karena mekanisme pengaturan vasomotor dengan segera mengadakan kompensasi.

Pada penderita lansia, mekanisme kompensasi tersebut sering tidak efektif, sehingga tetap terjadi hipotensi dengan segala gejalanya selama beberapa jam.
Bahkan seringkali penderita mengalami penurunan kesadaran, yang baru membaik bila penderita diletakkan pada posisi berbaring lagi.
Hipotensi postural ini juga merupakan salah satu penyebab terjadinya jatuh pada usia lanjut yang seringkali mendadak bangun dari tempat tidur di malam hari karena ingin buang air kecil ke kamar mandi.
Gejala lain dari gangguan otonom yang sering menyertai hipotensi, diantaranya : Keluar keringat dingin, perubahan besar pupil, gangguan gastrointestinal ( pencernaan ), disfungsi kandung kemih dan poliuria nokturnal ( sering kencing waktu malam ) ( Van der Cammen, 1991 ).

Proses terjadinya hipotensi pada setiap orang berbeda -beda, tetapi biasanya mencakup :
-Penurunan fungsi otonom yang berhubungan dengan usia dan mungkin disertai hilangnya elastisitas dinding pembuluh darah.

- Gangguan dari aktivitas baro-refleks akibat tirah baring yang terlalu lama.
Keadaan ini sering terdapat pada penderita lansia yang tekanan darahnya dipertahankan dengan vasokonstriksi yang hampir maksimal ( misalnya setelah terkena infark miokard )
Tak terdapat lagi cadangan otot jantung,sehingga pada saat bangun tidur tekanan darah tidak bisa dipertahankan lagi.

- Hipovolemia dan / atau hiponatremia sebagai akibat berbagai keadaan, antara lain pemberian diuretika.

- Berbagai obat yang bersifat hipotensif, antara lain tiasid dan diuretika lain, fenotiasin, antidepresan trisiklik, butirofenon, levodopa, dan bromokriptin.

- Akibat berbagai penyakit yang mengganggu saraf otonom, seperti Parkinsonisme, sindrom shy-drager, ensefalopati wernicke, lesi hipotalamus, penyakit serebrovaskular, tabes dorsalis, paraplegia, diabetes melitus, keganasan, defisiensi vitamin B kompleks, alkoholisme kronik, sindroma guillain-barre dan amiloidosis.

Penegakan diagnosis biasanya berdasarkan ditemukannya penurunan tekanan darah dan beberapa tes untuk mengetahui fungsi otonom terutama pada penderita lansia.
Sekali lagi pada prinsipnya tekanan darah rendah tidak memerlukan pengobatan.
Bila merasakan ada yang kurang nyaman cukup dengan berbaring.
Sangat berlawanan dengan penderita hipertensi ( tekanan darah tinggi ), penderita tekanan darah rendah justru dianjurkan menambah konsumsi garam dapur, termasuk makanan asin bergaram.
Disarankan total asupan garam sehari diperkirakan setara dengan 10 - 20 gram ( 1 - 2 sendok makan rata ).
Hati-hati pemberian pada orang usia lanjut, dan sebaiknya sebelum pemberian garam di konsultasikan atau diperiksa lebih dulu oleh dokter keluarga anda.
Terima kasih, Tuhan memberkati