Rabu, 12 Februari 2014

Diabetes, Gen kelaparan dan Common Soil Hypothesis.

Diabetes adalah wujud penyakit yang menakutkan bahkan dapat membangkrutkan pelayanan kesehatan di dunia.
Federasi Diabetes Internasional mencatat, ada 246 juta penderita diabetes diseluruh dunia, 80 persen berada di negara berkembang.
Tahun 2025, jumlah penderita diabetes diperkirakan menjadi 380 juta orang.
Di Indonesia belum ada angka pasti prevalensi diabetes.
Penelitian epidemiologis yang dilakukan di Jakarta ( 1993 ) menunjukkan prevalensi 5,7 persen, di Depok ( 2001 ) mendapatkan angka 12,8 persen dan di Makasar ( 1998 ) 2,9 persen.

Dari hasil penelitian tim lembaga biologi molekuler Eijkman, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga menunjukkan, 10 - 60 persen penduduk Indonesia memiliki mutasi DNA mitokondria T 16189 C, yaitu thrifty gen alias gen kelaparan.
Gen yang pada zaman purba menjadi sarana manusia untuk bertahan hidup, kini bisa menjadi bumerang.
Jika mengonsumsi makanan secara berlebih, gen itu menyebabkan kekacauan metabolik yang berujung pada timbulnya diabetes.
Diabetes adalah kondisi dimana produksi insulin sel beta pankreas terganggu atau respons organ target terhadap insulin berkurang.
Akibatnya, kemampuan tubuh melakukan metabolisme glukosa menurun dan kadar gula darah meningkat tajam.
Dalam jangka panjang, kondisi ini merusak pelbagai organ tubuh.
Penderita diabetes berisiko tinggi terkena penyakit jantung karena diabetes mendorong atherosklerosis atau terjadinya plak di pembuluh darah.
Sekitar 80 persen penderita diabetes meninggal karena penyakit jantung.
Prevalensi kejadian penyakit diabetes mellitus seringkali disertai dengan peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung, ginjal, dan pembuluh darah ( Kardio- renovaskular / CRVD ), bahkan telah diajukan ( tahun 2008 ) bahwa penyakit diabetes melitus ( kencing manis ) dapat dianggap sebagai penyakit kardiovaskular ( jantung dan pembuluh darah ) dari segi risiko terhadap komplikasi penyakit kardiovaskular.
Namun perlu diketahui bahwa risiko gangguan pembuluh darah ( vaskuler ), sudah terjadi jauh sebelum diabetes terdeteksi secara klinis.
Kaitan erat antara diabetes tipe 2 dan CVD ( penyakit jantung dan pembuluh darah ) telah melahirkan " Common Soil Hypothesis ", yang menyatakan diabetes tipe 2 dan CVD memiliki perjalanan awal yang sama, dalam hal genetik ( genetic susceptibility ) dan faktor lingkungan.
Faktor yang berperan sebagai " Common Soil " adalah inflamasi.
Kerentanan genetik terhadap keseimbangan energi, yang berinteraksi dengan asupan kalori berlebih dan aktivitas fisik yang relatif rendah ( faktor lingkungan ), akan berdampak terhadap kelebihan ketersediaan energi.
Bila gangguan keseimbangan energi ini berlangsung dalam waktu lama dan tidak dapat diimbangi oleh homeostasis pada semua tingkatan tubuh ( molekuler, seluler, dan organik ) akan bertendensi menjadi kelebihan berat badan ( overweight ).
Pada gilirannya dapat menginduksi keadaan resistensi terhadap kerja insulin sehingga terjadi resistensi insulin.
Bila mengonsumsi makanan secara berlebihan akan meningkatkan keseimbangan kalori yang positif ( positive caloric balance ), sehingga meningkatkan pula " gudang " penyimpanan, yaitu lemak tubuh.
Peningkatan penyimpanan mengakibatkan perubahan fisiologi dan penyebaran sel adiposit dan jaringan adiposa.
Lebih dari 80 % jaringan adiposa terdiri dari sel adiposit, sedangkan 20 % lainnya berupa fibroblast, sel endotel, magrofag dan preadiposit.
Fungsi utama dari sel adiposit adalah menampung trigliserida.
Bilamana asupan kalori melebihi kebutuhan energi, maka akan terjadi pembesaran / hipertrofi sel adiposit.
Hal ini dapat menggerakkan signal jaringan adiposa sehingga terjadi rekuitmen dan proliferasi sel adiposit fungsional tambahan yang berasal dari pre-adiposit, maka terjadilah hiperplasi ( penambahan jumlah sel ) sel adiposit.
Namun demikian, jika proses adipogenesis terganggu, sedangkan dipihak lain kelebihan penimbunan energi terus berlangsung, maka adiposit akan mengalami hipertrofi lanjutan ; keadaan demikian pada gilirannya mengakibatkan disfungsi adiposit hingga menjadi adiposit yang sakit ( sick fat cell ) sehingga terjadi obesitas ( kegemukan ) yang tidak bisa dihindari lagi.
Dari hasil penelitian sampai dengan tahun 2012 prevalensi obesitas diseluruh dunia meningkat dua kali lipat pada populasi orang dewasa, dan meningkat empat kali lipat pada populasi remaja.
Obesitas ini sering dikaitkan dengan risiko kardiometabolik.
Kadar asam lemak merupakan prediktor yang kuat untuk resistensi insulin.

Ilmu Kedokteran terus maju dengan pesat, belum lama ini ditemukan obat untuk penderita diabetes dan ganggguan kardiovaskular.
Obat yang dimaksud bernama Acarbose.
Prof Robert Josse dari bagian kedokteran dan ilmu gizi universitas Toronto, Kanada, memaparkan hasil studi to prevent non-insulin dependent diabetes mellitus ( STOP- NIDDM ) yang dilakukan di Eropa dan AS.
Studi itu menunjukkan, Acarbose, suatu obat antidiabetes oral, mampu mengurangi secara signifikan risiko progresivitas prediabetes menjadi diabetes tipe 2 sebesar 36 persen dan menurunkan secara signifikan serangan jantung yang pertama sebesar 49 persen, khususnya risiko infark otot jantung ( MI ) akut turun 91 persen.
Acarbose bekerja dengan cara menghambat alfa glukosidase, zat kimia yang berfungsi memecah karbohidrat dan melepaskan glikosa kedalam darah.
Hal ini membantu menekan lonjakan kadar gula darah setelah makan.
Terima kasih, Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar