Pernahkah anda bila sebelumnya tidak pernah melakukan olahraga, lalu tiba-tiba melakukan olahraga berlebihan.
Sekitar 12 jam kemudian seluruh tubuh akan merasakan seperti " remuk redam ", pegal-pegal di sekujur tubuh.
Hal seperti ini sebenarnya hanya merupakan kelainan yang fisiologis saja.
Keluhan itu akan hilang setelah 3 - 7 hari.
Kejadian seperti ini hanya faktor kelelahan dan ada sedikit jejas luka di otot ( fatique dan sore muscle ) akibat olahraga berlebihan tada, yang sebelumnya tidak pernah berolahraga.
Kalau cuma merasa cape sekali, sebenarnya yang dialami hanya fatique, kelelahan fisik.
Kelelahan ini sifatnya lokal di otot lantaran karbohidratnya habis, ATP - asam laktat nya terlambat.
Dengan beristirahat beberapa saat, rasa capek akan segera hilang.
Masalah seperti ini sebenarnya termasuk masalah yang ringan dan sangat sederhana alias simpel saja.
Lain halnya dengan apa yang disebut Overtraining.
Overtraining adalah suatu kelainan tubuh patologis yang kronis akibat akumulasi kelelahan fisik ( karena kegiatan olahraga ) dan mental.
Kelainan ini sering disebut pula sport neurosis, dan arahnya lebih pada kelainan neuromuscular function
( fungsi saraf otot ).
Overtraining bukan kondisi akut.
Kelelahan fisik dan mental itu akibat kegiatan olahraga, fisik, dan mental, yang berlebihan selama jangka waktu tertentu.
Kelelahan fisik terjadi akibat beban latihan yang berat dan kelelahan mental akibat tekanan psikologis.
Beban mental itu bisa dalam bentuk masalah keluarga, sekolah, pekerjaan, atau masalah sosial seperti hubungan dengan pelatih, pacar, dan sebagainya.
Pada seorang atlet tuntutan masyarakat terhadap prestasinya juga menjadi beban mental yang berat.
Jadi, overtraining bukan terjadi hanya karena latihan olahraga berlebih.
Hal seperti ini tidak hanya menimpa para atlet saja, orang awam pun bisa saja terjadi, bila mengalami kelelahan kronis akibat olahraga dan tekanan mental yang berlebih.
Pengaruh beban psikologis untuk terjadinya overtraining sangatlah besar.
Kelelahan fisik biasanya hanya merupakan pencetus terjadinya overtraining.
Setiap individu memiliki kapasitas fisik dan mental tertentu.
Begitu beban fisiknya sudah tak sanggup lagi ditahan, maka overtraining pun terjadi.
Saat itu biasanya daya tahan mental sudah tidak kuat.
Oleh karena itu, untuk melakukan terapi overtraining perlu penggalian informasi tentang beban yang dialami atlet.
Penggaliannya harus sangat dalam dan melibatkan sebuah tim yang diantaranya meliputi dokter olahraga, dokter gizi, dan psikolog atau psikiater.
Melakukan diagnosis terhadap overtraining juga tidak gampang..
Seorang dokter tidak bisa mendiagnosis overtraining dalam waktu sehari.
Kurang bersemangat sampai tidak bergairah.
Perubahan performa yang terjadi pada seseorang yang menderita overtraining diantaranya :
Intoleransi terhadap latihan, sehingga performanya tidak meningkat meskipun intensitas latihannya ditingkatkan.
Yang terjadi malah sebaliknya, dia malah mengalami keletihan.
Dia juga mengalami penurunan performa.
Penderita mengalami penundaan pemulihan dari dampak latihan akibat rasa sakit yang tidak mengenakan dan rasa " berat " pada otot.
Seorang yang mengalami overtraining diketahui melalui gejala-gejala psikologi dan fisik.
Secara psikologi, orang yang mengalami overtraining merasa loyo kurang bertenaga, kurang motivasi untuk berlatih atau memperbaiki prestasi, menurun kemampuannya berkonsentrasi, lekas marah dan depresi, serta pola tidurnya kacau.
Cepat tersinggung atau suka menyendiri.
Gejala fisik penderita overtraining antara lain : denyut nadi meningkat saat istirahat ( normalnya tanpa olahraga 60 x / menit ), frekuensi pernapasan meningkat ( normalnya 12 - 15 kali / menit ), adanya rasa sakit dan " berat " pada otot yang menetap akibat terjadinya penurunan cadangan glikogen dalam otot.
Tangannya gemetar ( tremor ) dan mata suka goyang.
Perubahan tingkat enzim, dan hormon seperti insulin.
Gangguan proses-proses yang menghasilkan energi.
Gangguan imunologis dalam bentuk sakit ringan yang terus-menerus.
Kehilangan selera makan.
Terjadi gangguan termodinamika sehingga sering berkeringat.
Secara subyektif, penderita overtraining merasakan keluhan otot terasa " berat ", tidak bergairah, tidak bertenaga, pola makan berubah yang berakibat bobot badannya turun naik, dan mudah letih meskipun menjalani latihan olahraga dengan tingkat intensitas relatif rendah.
Informasi dari gejala-gejala tersebut pada atlet umumnya didapat dari seorang pelatih dan diketahui dari grafiknya selama jangka waktu tertentu.
Setelah diketahui adanya dugaan overtraining, barulah dilakukan pengumpulan data psikologis lebih dalam dari si atlet dan lingkungan yang memberinya beban mental oleh psikolog.
Pengumpulan data fisik dilakukan oleh dokter di lapangan.
Bila diperlukan dilakukan pemeriksaan laboratorium, diantaranya terhadap adrenalin dan nor adrenalin/
Pada orang yang mengalami overtraining biasanya pompa adrenalin dan nor adrenalin meningkat, sehingga menyebabkan berdebar-debar ( deg-degan ) pada jantung nya dan gemetar ( tremor ) pada tangannya.
Semua hasil penggalian data kesehatan fisik dan mental itu lalu dianalisis untuk bisa mengambil kesimpulan apakah seseorang menderita overtraining atau tidak.
Begitu hasilnya positif, penderita harus istirahat minimal 3 - 6 bulan dibawah pengawasan dokter.
Istirahat ini suatu keharusan tidak ada yang namanya toleransi atau setengah-setengah.
Yang ada sakit atau tidak, harus istirahat atau tidak.
Kalau sakit, harus istirahat.
Kalau tidak, boleh olahraga.
Selama masa istirahat penderita mendapatkan treatment fisik dan mental.
Kalau penderita bukan atlet, biasanya cukup ditangani psikolog karena overtraining lebih bersifat psikologis.
Pada terapi fisik,penderita harus menjalani program peningkatan kapasitas fisik di bawah pengawasan dokter, dan untuk mental pengawasan psikoterapi.
Penderita tidak diperbolehkan latihan sama sekali, harus menerima gizi yang baik, dan diberi suplemen vitamin.
Istirahat harus cukup dan perlu rekreasi.
Jika neurosisnya agak berat, diperlukan obat penenang.
Jika sulit tidur diberi obat tidur.
Dibebaskan dari lingkungan yang menyebabkan penderita tekanan mental.
Setelah selesai menjalani masa istirahat, kondisi fisiknya masih harus diperiksa kembali untuk menentukan bisa tidaknya si penderita dilatih untuk sampai pada prestasi yang pernah dicapai.
Artinya, si atlet masih mempunyai peluang untuk kembali ke kondisi semula.
Menurut E. Randy Eichner dari laboratorium hematologi pusat ilmu pengetahuan kesehatan Universitas Oklahoma, pencegahan merupakan cara terbaik dalam menghadapi overtraining. untuk itu perlu adanya keseimbangan antara latihan dan istirahat dengan membuat program latihan yang baik dan diimbangi dengan masa istirahat yang cukup.
Latihan berat pun, bila kemudian disertai dengan istirahat, memungkinkan tubuh beradaptasi dengan yang sedang dihasilkan oleh latihan yang telah dilakukan
Adaptasi itu ditandai dengan peningkatan kebugaran ke tingkat lebih baik daripada sebelumnya.
Sebagai contoh, ketika mulai berlatih mendaki bukit kita merasakan sebagai perjuangan berat.
Setelah beberapa kali latihan dan ratusan kilometer jarak yang ditempuh, kita bisa merasakan betapa mudahnya bukit itu didaki.
Dengan keseimbangan yang benar antara latihan dan istirahat, berikutnya kita tidak lagi merasa letih, gelisah, dan kelebihan latihan
Bila kita tidak memberikan waktu yang cukup pada tubuh untuk pemulihan, maka bisa terjadi cedera dengan berbagai cara.
Penelitian di Afrika Selatan ditemukan, pada seorang pelari yang menjalani latihan berlebih produksi hormonnya, termasuk hormon pertumbuhan mengalami penurunan dari keadaan normal.
Untuk memulihkan kembali ke kapasitas produksi semula diperlukan waktu istirahat selama paling sedikit 4 minggu
Yang perlu diperhatikan dalam latihan ; bila kita merasa enak saat latihan, jangan cepat-cepat meningkatkan intensitas latihan atau memperpanjang waktu latihan, jangan menaikkan jumlah latihan lebih dari 10 % setiap minggunya.
Selingi hari-hari atau minggu latihan yang berat dengan hari-hari atau minggu-minggu latihan yang ringan.
Pemantauan terhadap suasana hati, keletihan, gejala adanya ketidakberesan dan performa, juga penting dalam mencegah terjadinnya overtraining.
Pemantauan dengan pemeriksaan kesehatan dan evaluasi perkembangan fisik secara berkala.
Pengurangan terjadinya stres perlu dilakukan.
Penyediaan menu makanan yang mengandung nutrisi optimal, khususnya asupan vitamin, mineral, dan karbohidrat.
Bila tidak cukup mengkonsumsi karbohidrat, otat-otot akan mengalami kekurangan glikogen yang akhirnya dapat menyebabkan kelelahan kronis.
Jika pada saat yang bersamaan terjadi kelelahan mental, maka akan lebih memudahkan untuk terjadinya overtraining.
Terima kasih, Tuhan memberkati..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar