Minggu, 05 September 2010

Interaksi obat dan makanan.

Pengetahuan tentang mekanisme interaksi obat, sangat menolong untuk memahami efek samping, reaksi obat dan kegagalan obat dalam suatu terapi.
Bila timbul efek samping obat yang tak terduga, perlu dipertimbangkan faktor diet.
Pada beberapa kasus ada interaksi obat tetapi tidak menyebabkan efek klinis yang nyata.
Misalnya pada asupan cafein, dapat menjadi masalah bagi pasien asthma bronchiale, pada pemberian kopi / cafein yang terdapat pada soft drinks, karena akan meningkatkan konsentrasi theophyline.
Perlu dipertimbangkan pemberian obat pada saat lambung kosong, akan menyebabkan kontak obat dalam lambung lama, suasana asam dalam lambung akan mempengaruhi penghancuran obat dan biovailability obat.
Makanan mempunyai mekanisme barier, sehingga dapat mempengaruhi absorpsi obat melalui kelasi.
Sebagai contoh : absorpsi tetracycline akan menurun, karena adanya kelasi Ca dan Fe dalam diet.
Disarankan pasien tidak meminum susu atau mengkonsumsi preparat Fe pada waktu yang sama dengan pemberian tetracycline, jika kita makan makanan dalam jumlah banyak dan mengandung lemak ( kurang karbohidrat dan protein ) akan menurunkan aliran makanan ke dalam lambung.
Pengosongan lambung juga lebih lama pada makanan yang panas dibanding makanan yang dingin. Ini berarti absorpsi dalam usus halus bagian atas akan lambat bila waktu transit gaster diperpanjang.
Bila obat berada dalam lambung dalam waktu lama, akan menurunkan bioavailability obat, karena degradasi oleh asam lambung ( misalnya ; beberapa Penicilline, Erythromycine ) atau oleh karena enzim-enzim lambung ( misalnya ; Levodopa ).
Pada pengosongan lambung yang lambat akan meningkatkan absorpsi obat-obat aciditas ( asam ) yang berbentuk padat ( karena terpapar lebih lama dengan asam lambung ), dari pada obat bentuk cair.
Sejumlah produk makanan ada yang membuat suasana alkalis dam lambung yang akan memperlambat absorpsi obat aciditas.
Makanan akan meningkatkan motilitas usus, dan menurunkan difusi obat yang melewati mucosa usus, tetapi dapat juga mempercepat disolusi partikel yang jelek kelarutannya.
Disolusi obat yang jelek karena pengaruh garam empedu, yang sekresinya distimulasi oleh lemak.
Griseofulvin adalah obat yang larut dalam lemak.
Obat dapat menyatu dengan makanan yang mengandung lemak, yang mempersatukan asam empedu dan di transportasikan melewati sistem limfatik ke dalam sirkulasi.
Obat-obat lain yang absorpsinya meningkat karena lemak diantaranya cephalosporin dan garam Ca.
Garam empedu dapat berpengaruh terhadap absorpsi obat, bila komplex yang tak larut terbentuk.
Jika absorpsi obat menurun oleh karena makanan, sebaiknya obat diberikan 1 jam sebelim makan atau 3 jam sesudah makan.
Pemberian obat bersama dengan makanan dianjurkan pada obat yang mengiritasi mucosa lambung ( NSAIDs ) dan pemberian obat yang perlu dihancurkan bersama makanan ( kelompok obat-obat yang ber enzim ) untuk mendapatkan efek pengobatan.
Makanan juga dapat merubah Ph urine.
Daging, keju, telur, makanan yang dipanggang, buah-buahan yang asam, aspirin, phenobarbital dapat membuat Ph urine jadi asam.
Sedangkan sayur-sayuran, buah-buahan, amphetamin cenderung membuat Ph urine basa.
Jadi pada dasarnya pengetahuan mengenai interaksi obat dan makanan sangatlah diperlukan, dikarenakan merupakan suatu problem terapi.
Biasanya dapat diatasi dengan :
Asupan makan dibatasi, makanan dan obat tidak diberikan bersama-sama kecuali pada obat-obat tertentu, pemantauan konsentrasi obat dalam plasma, pemantauan terhadap respon pengobatan.
Trimakasih, Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar