Karena nyawa mahluk ada didalam darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu diatas mezbah untuk mengadakan perdamaian bagi nyawamu, karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa ( Imamat 17 : 11 ).
Istilah " transfusi darah " sebenarnya sudah tidak asing lagi kedengarannya di telinga kita, lantaran sejak ditemukannya sistem golongan darah ABO ( dibaca A, B, dan nol ) oleh sang ilmuwan Karl Lansteiner tahun 1900, transfusi darah tetap menjadi primadona.
Pada 50 tahun terakhir ini, pelayanan transfusi darah di dunia barat sangat berkembang.
Di Indonesia penggunaan komponen darah mulai disarankan oleh lembaga pusat transfusi darah PMI sejak tahun 1974.
Diharapkan pemakaian komponen darah sebagai transfusi yang rasional di masa yang akan datang sedikitnya akan mencapai 60-80 % dari total pemakaian darah.
Transfusi darah bukan saja dipakai sebagai sarana pengobatan yang tidak terbatas pada penderita yang mengalami kehilangan darah akut maupun kronik, tetapi juga pada penderita dengan kekurangan produksi darah akibat gangguan fungsi sumsum tulang.
Dengan demikian transfusi sekarang tidak saja sebagai life saving tetapi sudah berkembang menjadi sarana supportif treatment dan bahkan preventif treatment.
Beberapa kemajuan dramatis pada bidang kedokteran telah dimungkinkan akibat tersedianya komponen darah secara luas.
Walaupun demikian masih sangat sedikit orang yang menyadari bahwa bedah jantung yang rumit, pencangkokkan sumsum tulang, dan hati, serta kemoterapi yang agresif hanyalah sebagian kecil perkembangan pengobatan yang secara penuh bergantung pada transfusi darah.
Transfusi darah secara klinis telah sangat berkembang sehingga menjadi suatu keahlian tersendiri.
Ahli transfusi harus memahami persoalan seperti imunohematologis pada transfusi, pencegahan penularan penyakit secara mikrobiologis melalui transfusi, dan penyediaan komponen darah yang cukup.
Pada transfusi darah terjadi proses pemindahan darah atau produk darah dari orang sehat dan memenuhi syarat kepada orang sakit ( resipien ) untuk memperbaiki daya angkut oksigen, menambah volume, menambah komponen-komponen maupun memperbaiki fungsi dari darah yang lain.
Peristiwa tersebut menggambarkan sebuah transplantasi jaringan walaupun dalam bentuk cair sehingga ada kemungkinan tubuh resipien tidak dapat menerima.
Kedatangan sang jaringan baru ini.
Sehingga menimbulkan reaksi penolakkan atau efek sampingan yang bisa ditimbulkan akibat proses pengambilan, penyimpanan atau pengolahan selama darah berada di luar tubuh.
Reaksi demikian disebut reaksi transfusi ( RT ) yaitu setiap akibat yang merugikan resipien yang disebabkan oleh transfusi darah atau produk darah.
Transfusi produk darah merupakan terapi umum pelayanan medis.
Produk yang paling sering ditransfusikan adalah sel darah merah, platelet ( pembekuan darah ) dan plasma beku segar.
Penting untuk dimengerti bukan saja indikasi transfusi suatu produk darah tertentu, tetapi juga metode dan potensi komplikasinya.
Yang perlu mendapat perhatian pada pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh tidak dapat dilakukan pada setiap sukarelawan, karena itu lebih banyak bergantung pada jawaban atas pertanyaan tentang kesehatan secara umum, riwayat kesehatan, dan obat-obatan yang sedang dipergunakan.
Penilaian berdasarkan pengamatan perorangan secara sederhana, dan uji laboratorium contoh darah tertentu, juga dilakukan untuk mencoba memastikan keselamatan pendonoran.
Beberapa faktor lain yang berhubungan dengan keselamatan dan kesejahteraan donor :
Pertama, usia ( batas bawah 18 tahun ) : Didasarkan atas pertimbangan kebutuhan besi yang tinggi pada akil baliq, dan usia persetujuan.
Batas atas menurut perjanjian diatur pada 65 ( umur 65 ), karena meningkatnya insidensi penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler pada usia lanjut, sehingga pengambilan darah sebanyak 450 ml menjadi berbahaya.
Donor pertama kali, yang banyak mengalami insidensi kondisi buruk, tidak diterima setelah usia 60 tahun, donor yang mapan dapat diijinkan untuk dilanjutkan melebihi usia 65 tahun.
Kedua, frekuensi pendonoran : Biasanya dilakukan dua atau tiga kali setahun.
Wanita usia subur terutama rentan terhadap kekurangan besi, kebanyakkan pria dapat mendonorkan lebih sering tanpa akibat buruk seperti itu.
Perkiraan kadar hemoglobin sebelum pendonoran ( biasanya dengan menggunakan teknik sederhana berdasarkan pada berat jenis setetes darah yang dimasukkan ke dalam larutan tembaga sulfat ).
Dirancang untuk menemukan donor dengan kekurangan besi yang nyata atau mendeteksi batas bawah.
Kadar minimum yang dapat diterima 135 g/l untuk pria, 125 g/l untuk wanita.
Ketiga, volume pendonoran : Tidak boleh melebihi 13 % volume perkiraan darah, untuk mencegah serangan vosovagal.
Kantong pengumpulan dirancang dengan isi antara 405 dan 495 ( rata-rata 450 ml ) ml darah, dengan berat badan minimum 47 sampai 50 kg, kecuali pendonoran yang sedikit dapat dimasukkan ke dalam kemasan yang sesuai.
Ke empat, kemungkinan akibat buruk selama atau setelah pendonoran : Kadang-kadang donor pertama kali menjadi pingsan. Yang harus dipertimbangkan sebagai faktor penunjangnya adalah kecemasan, cuaca panas, dan riwayat pingsan.
Walaupun pingsan seperti itu tidak dikomplikasi, namun sang donor dapat mengalami akibat buruk sebagai contoh, jika keadaan itu terjadi lama kemudian, dan donor telah meninggalkan ruang perawatan.
Keadaan pingsan yang berat merupakan kontraindikasi pendonoran berikutnya.
pertimbangan paling utama adalah menghindari agen infektif yang menular, biasanya melalui kombinasi kriteria ketat untuk penyeleksian donor dan penggunaan uji penyaringan laboratorium.
Ke lima, hepatitis : Hepatitis A bukan penyakit yang dikaitkan dengan transfusi. Uji untuk antigen permukaan hepatitis B ( HbsAg ) selalu harus dikerjakan. Sebagian besar kasus hepatitis non A, non B disebabkan oleh infeksi hepatitis C ( anti HCV ) dimulai di Inggris pada tahun 1991. Riwayat ikterus ( atau hepatitis ) bukan indikator kemungkinan pembawa virus hepatitis yang dapat diandalkan.
Ke enam, Penularan malaria : Melalui transfusi sel darah merah merupakan masalah yang dapat berakibat serius. Pencegahan bergantung pada wawancara dengan donor secara cermat, tentang perjalanan ke daerah endemik.
Penundaan pendonoran bagi mereka yang baru saja mengunjungi daerah endemis penyakit tertentu, dan dalam beberapa kasus, uji imunologis untuk antibodi malaria.
Ke tujuh, Virus imunodefisiensi manusia ( HIV 1 dan HIV 2 ) : Penularan virus ini banyak mendapatkan perhatian dan keprihatinan utama pada masyarakat, walaupun konon sudah ada penyaringan semua pendonoran.
Uji gabungan untuk antibodi terhadap HIV 1 dan HIV 2 digunakan pada penyaringan donor.
Uji tersebut harus bersifat pelengkap, supaya tidak mengambil darah dari mereka yang dicurigai telah berisiko terkena infeksi, sehingga menghindarkan penggunaan darah yang didonorkan pada saat stadium awal infeksi, ketika uji penyaringan laboratorium dapat memberikan hasil negatif.
Ke delapan, sifilis : lebih menimbulkan persoalan teoritis ketimbang masalah yang praktis, dan donor tidak dinyatakan secara specifik tentang infeksi yang terjadi sebelumnya.
Penyaringan rutin pendonoran darah masih terus kita jalankan, walaupun mungkin lebih berguna untuk deteksi orang-orang berisiko infeksi penyakit akibat hubungan seks ( termasuk HIV ) dari pada untuk pencegahan penularan sifilis.
Ke sembilan, agen infektif lain : Dapat menjadi berbahaya bagi resipien tertantu sebagai contoh sitomegalovirus pada penderita yang terimunisasi.
Diindikasikannya supaya penyaringan pendonoran secara selektif dilakukan sebelum transfusi, karena riwayat kesehatan tidak membantu dalam penyeleksian donor yang " aman ".
Ke sepuluh, obat-obat terlarang yang sering digunakan oleh kaum muda akhir-akhir ini sangat berbahaya, sebab obat yang berada dalam aliran darah donor dapat menimbulkan efek merugikan resipien.
Juga dengan meminum obat tertentu, berarti nahwa ada penyakit yang diderita, yang dengan sendirinya menjadi alasan untuk mencegah donor.
Penderita penyakit menahun dan penyakit yang tidak diketahui etiologinya dilarang mendonorkan darahnya.
Keganasan juga kontraindikasi, walaupun kekecualian mungkin dapat dilakukan jika terdapat kasus lesi invasif setempat yang telah diobati dengan baik dan tidak berulang setelah tindak lanjut yang adekuat ( sebagai contoh, ulkus roden atau karsinoma serviks in situ ).
Kantong plastik transfusi darah, adalah sesuatu yang baik bila kantong transfusi masih mendapat tempat sampai sekarang sebagai tempat penampungan darah untuk transfusi.
Kantong plastik ini mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut : Pertama, ringan dan mudah dibawa, terutama berguna pada militer dan keadaan yang selalu berpindah.
Ke dua, kebal terhadap emboli udara bila dilakukan transfusi dengan penekanan.
Ke tiga, sistemnya memungkinkan penarikan plasma dengan mudah sehingga hanya sel yang dimampatkan ( packed ) yang diberikan.
Ke empat, plastik dapat memberikan permukaan yang lebih baik dari pada gelas dan permukaan ini langsung bersentuhan dengan darah, tetapi keuntungan ini kecil.
Penyimpanan :
Darah dapat disimpan dengan masih mengandung unsur kehidupan biologik yang berguna pada suhu pendingan biasa, ( domestik ) yaitu 4 derajat celcius. Tetapi, betul-betul harus hati-hati untuk memeriksa apakah lemari pendingin bekerja dengan memuaskan. Karena darah menjadi beku, pada pencairan ada hemolisis maka tidak dapat dielakkan menghasilkan larutan yang berbahaya yang berisi hemoglobin bebas pada pH yang rendah, setiap kantong atau botol darah harus diperiksa pada waktu pengambilan dari lemari pendingin untuk memastikan bahwa larutan plasma diatas sel darah merah jernih.
Manfaat bagi pendonor :
Tidak sedikit orang yang menanyakan, apakah ada manfaatnya bagi tubuh orang yang mendonorkan darahnya.
Jika darah diambil/ didonorkan tubuh kita akan terangsang untuk penyediaan sel darah merah ekstra.
Kapasitas mengangkut oksigen dari sel-sel masih dibawah normal; perbaikkan maksimum terjadi pada 24-72 jam.
Sesudah ini keadaan pendonor menjadi seperti sediakala.
Mungkin akan lebih baik jika kita bertindak lebih ekstra hati-hati, terutama pada penyaringan pengambilan darah donor.
Dikarenakan tidak sedikit penyakit yang cara penularannya melalui transfusi darah yang sampai detik inipun belum ditemukan pengobatannya.
Dikarenakan masih terbatasnya pengetahuan yang dimiliki manusia.
Trimakasih, Tuhan memberkati. ( Tulisan ini pernah saya muat di Tabloid BIDI no. 12 / tahun XX/ 25 juni 1999. ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar