Jumat, 11 Oktober 2013

Asma penyakit warisan yang diwariskan bagian II ( dua ).

Asma dan Kehamilan.

Kehamilan adalah suatu kondisi yang normal dan biasanya dialami oleh wanita diusia reproduksi, namun tidak semua ibu hamil dalam keadaan sehat.
Bagaimana jika ibu yang sedang hamil itu menderita asma ?
Pada ibu hamil terjadi perubahan pada berbagai fungsi tubuhnya, tentunya hal ini sebagai kompensasi dalam mempersiapkan adanya kehidupan baru didalam rahimnya.
Di mulai dari penyesuaian fungsi jantung, hati, ginjal, paru-paru dan organ lainnya.
Tentunya hal yang demikian ini akan membuat penderita asma yang sedang hamil, mendapatkan beban yang lebih berat, jika dibandingkan penderita asma yang tidak dalam kondisi hamil.
Untuk cara penanganan dan pencegahannya, baik pada yang sedang hamil maupun yang tidak, semua hampir sama.

Asma dalam kehamilan terdapat sekitar 4 - 8 % dari seluruh kehamilan.
Serangan asma biasanya timbul pada usia 24 - 36 minggu kehamilan, dan sangat jarang diakhir kehamilan.
Tidak semua ibu hamil mengalami perburukan dengan asmanya.
Menurut hasil penelitian, sepertiga penderita asma yang hamil kondisinya membaik, sepertiga lagi memburuk dan sepertiga lagi tetap sama kondisinya seperti sebelum hamil.
Ibu hamil sebaiknya dapat mengenali gejala perburukan asma, seperti napas yang berbunyi mengi ( seperti bunyi anak kucing ) yang biasa dikenal dengan istilah wheezing, disertai dengan batuk-batuk dan napas sesak.
Dapat disertai rasa berat di dada, terjadi penurunan fungsi paru pada pemeriksaan dengan alat spirometri dan gerakan bayi berkurang.
Serangan asma ini, jika berlanjut pada ibu hamil akan membahayakan kondisi ibu dan janin yang dikandung.
Asma yang tidak terkontrol akan menyebabkan keguguran, kematian bayi, pertumbuhan bayi terhambat, kelahiran prematur, kecacatan, preeklamsia dan kelainan bawaan ( kongenital ).
Dikarenakan pada ibu hamil tersebut terjadi kekurangan oksigen ( hipoksia ), sehingga aliran darah dari rahim ke plasenta yang membawa oksigen dan zat-zat gizi menjadi berkurang.

Asma pada kehamilan dikatakan terkontrol, bila melakukan aktivitas harian tidak terganggu, fungsi paru normal, keluhan ringan dan tidak ada serangan akut.
Asma timbul bila ada faktor pemicu yang merangsang saluran pernapasan.
Pengobatan asma pada kehamilan bertujuan untuk mengendalikan dan mencegah serangan asma yang mengakibatkan hipoksia serta melindungi janin dari efek samping obat.
Obat yang masih diperoleh pada penderita asma dengan kehamilan adalah golongan agonis dengan kerja obat singkat untuk melebarkan saluran napas seperti terbutalin dan albuterol.
Pemberian kortikosteroid sebagai anti peradangan ( anti inflamasi ) terutama dari golongan obat semprot hidung / hirup, penghambat reseptor leukotrien LTD 4 sebagai pencegah serangan asma dan xantin untuk melebarkan saluran napas seperti aminophylin dan theophylin.
Pada pemakaian theophylin harus dipantau kadarnya di dalam darah.
Obat anti asma umumnya tidak berpengaruh buruk pada janin kecuali adrenalin.
Adrenalin dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah dari ibu ke janin, sehingga aliran oksigen dan nutrisi terganggu dan dapat mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat.
Obat asma yang dihirup telah diteliti cukup aman untuk ibu hamil yang menderita asma.
Yang perlu diingat akibat asma yang tidak terkontrol akan menjadi lebih buruk, ketimbang efek samping akibat penggunaan obat asma.
Sebenarnya bila tidak dalam keadaan serangan si penderita dapat melahirkan dengan normal.
Cara penanganan yang baik akan menghasilkan kelahiran yang baik pula.
Jika si penderita mengalami serangan pada waktu persalinan dapat dibantu dengan alat bantu persalinan.
Untuk melakukan operasi caesar atas indikasi asma sangat jarang dilakukan atau hampir tidak pernah dilakukan.
Sebaiknya sebelum ada tanda-tanda sesak napas, atasi dulu asmanya.

Ada beberapa hal yang perlu dihindari pada penderita asma :
- Merokok.
Disini sangat tidak diperbolehkan baik yang aktif maupun yang pasif.
Sebab pengaruhnya pada kelahiran bayi sebelum waktunya alias prematur dan dapat terjadi perdarahan lebih dari yang biasanya bila perempuan itu perokok
Rokok juga dapat mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan kurang.
Kebanyakan bayi yang lahir dari seorang perempuan perokok akan berisiko lebih besar menderita asma dan infeksi saluran napas.

- Latihan.
Latihan fisik yang ringan seperti jalan kaki di pagi hari dan berenang dapat membantu selama hamil.

- Menjaga lingkungan dari faktor pemicu seperti debu rumah, karpet, udara dingin ( AC ), asap rokok, polusi kendaraan bermotor, bau parfum yang menyengat, bulu hewan peliharaan.

- Hindari stres.

- Hindari makan dan minum yang dapat memicu alergi.
Mengenai soal makanan dan minuman buat ibu yang sedang hamil tidak perlu sampai berpantang terlalu ketat atau sampai ketakutan yang tidak berdasar, karena jika asupan makanan berkurang akan memicu malnutrisi pada ibu hamil dan malnutrisi itu sendiri dapat meningkatkan risiko asma.
Pematangan paru yang tidak sempurna dapat berpotensi menjadi asma.
Pada teori lama para ahli menganjurkan untuk melakukan pantangan beberapa jenis makanan seperti susu sapi, seafood, kacang tanah, telur, coklat dan seterusnya sejak masa kehamilan.
Tetapi dari hasil penelitian, ternyata hasil pencegahan alergi pada ibu yang berpantang terhadap beberapa jenis makanan tersebut selama hamil tidak berbeda makna dengan yang tidak berpantang, malah dapat berakibat bayinya lahir dengan berat badan rendah, oleh sebab itu para ahli sepakat untuk tidak menganjurkan berpantang makanan selama hamil.
Tetapi haruslah hati-hati bagi sang ibunya sendiri yang memang sudah menderita asma.

- Lakukan konsultasi dan pemeriksaan asma secara teratur.

- Diwajibkan membekali diri pengetahuan tentang asma dan alergi dengan membaca buku kesehatan.

- Jangan lupa bawalah selalu obat asma setiap saat.



Asma pada anak usia dini.

Asma pada usia yang lebih muda ; bayi, balita, dan anak prasekolah, lebih menuntut perhatian orang tua karena kemampuan komunikasi masih terbatas dan lebih sulit untuk memantau pola pernapasannya.
Anak kelompok usia ini lebih berisiko mengalami gagal pernapasan.
Dari hasil penelitian 50 - 80 persen anak mengindap asma di usia 4 ( empat ) tahun.
Asma menunjukkan penurunan simtom menjadi lebih ringan seiring dengan bertambahnya usia, menginjak usia prasekolah atau remaja.
Tetapi masih ada juga anak yang akan terus memiliki kondisi asma sepanjang masa.
Selama bertahun-tahun banyak orang berpikir bahwa asma pada anak berasal dari riwayat keluarga dengan asma dan alergi.
Namun, para peneliti saat ini sedang meneliti bagaimana sebuah infeksi virus di tahun-tahun awal kehidupan dapat terhubung dengan asma pada anak dikemudian hari.
Perlu diingat setengah dari semua anak dengan asma pada umumnya telah mengembangkan simtom sebelum ulang tahun pertamanya.
Semakin cepat gejala asma dikendalikan, semakin baik perjalanan penyakit yang diperoleh, baik bagi anak maupun keluarganya.

Penelitian di Australia mempelajari hubungan asma dengan penyakit pernapasan.
Diperoleh bahwa : melindungi bayi dengan alergi dari infeksi virus dapat mencegah berkembangnya asma persisten di kemudian hari.
Dalam sebuah penelitian terhadap 198 anak usia enam bulan sampai lima tahun yang terkena infeksi viral saluran pernapasan dari Rhinovirus atau RSV ( Respiratory Syncytial Virus ).
Ditemukan bahwa mereka pernah berinteraksi dengan alergi di awal masa bayi mereka.
Temuan ini kemudian dikaitkan dengan " Risiko Maksimal " untuk asma berkonsekuensi alergi.


Asma pada anak usia sekolah.

Anak asma pada usia ini sungguh kasihan dan menanggung konsekuensi yang berat bagi dirinya.
Karena disamping kerapnya gejala asma timbul, anak juga sering tidak masuk sekolah dan imbasnya ke pelajaran disekolah selalu tertinggal.
Pada penelitian 75 persen dari individu dengan asma biasanya sudah menunjukkan simtomnya sebelum dia menginjak usia 7 tahun.
Sebagian dari mereka tidak lagi mengalami asma begitu menginjak usia 6 tahun.
Tetapi asma tetap menjadi kondisi yang biasa dialami oleh anak usia 6 sampai 12 tahun
Kebanyakan anak akan membaik seiring dengan bertambahnya usia, dan lebih dari setengahnya ada yang bahkan bebas mengi saat mereka menjadi orang dewasa.
Namun, lebih dari 80 persen dari mereka yang telah bebas gejala, masih mempunyai beberapa masalah bronkial dan ada yang kembali mengembangkan asma.
Setiap orang tua hendaknya belajar tentang kondisi anaknya sehingga sedapat mungkin anak tidak sampai dirawat inap di rumah sakit.

Bersambung ke bagian III ( tiga ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar