Sabtu, 19 November 2011

Masalah alergi obat, tubuh atau obat kah yang bermasalah.

Dok, apakah saya ini alergi obat ya ? tanya seorang pasien yang sebelumnya meminum obat sehabis dibelinya dari toko obat.
Alergi memang merupakan keluhan yang umum dan dapat disebabkan oleh segala hal, termasuk obat-obatan.
Alergi berarti kepekaan terhadap suatu zat yang biasanya dapat menyebabkan perasaan tidak nyaman.

Obat sendiri adalah suatu substansi kimia atau campuran beberapa bahan yang digunakan untuk pemeriksaan, pencegahan dan pengobatan suatu penyakit atau gejala dari suatu penyakit.
Terkadang cukup sulit untuk membedakan antara obat dan " bahan kimia lain ", karena berbagai macam bahan kimia sering ditambahkan pada makanan atau minuman, misalnya pewarna, perasa ( flavours ) atau pengawet.

Reaksi simpang obat ( RSO ) atau adverse drug reaction didefinisikan sebagai suatu reaksi yang tidak diharapkan yang terjadi pada penggunaan obat dengan dosis standar.
Reaksi simpang obat sangat beragam diantaranya :

1. Reaksi yang dapat timbul pada setiap individu.
- Overdosis : reaksi toksik akibat dosis yang berlebihan atau ekskresi yang kurang atau keduanya.
- Efek samping : efek farmakologis yang tidak diharapkan, timbul pada dosis yang dianjurkan.
- Interaksi obat : pengaruh obat terhadap efektivitas atau toksisitas obat lain.

2. Reaksi yang timbul hanya pada individu yang rentan.
- Intoleransi : ambang rangsang yang rendah terhadap efek farmakologis obat.
- Idiosinkrasi : reaksi abnormal terhadap obat yang berhubungan dengan defisiensi metabolik atau defisiensi enzim.
- Alergi obat : merupakan reaksi dengan dasar imunologis.
- Reaksi pseudoalergi : reaksi dengan manifestasi klinis seperti reaksi alergi tetapi tidak memiliki spesifisitas imunologis.

Reaksi simpang obat bila terjadi pada kulit disebut erupsi obat, dan erupsi obat yang didasari oleh proses imunologis disebut erupsi alergi obat ( EAO ).

Pada suatu penelitian di Belanda menemukan bahwa dalam periode 15 tahun, 4,5 % kasus RSO ( Reaksi Simpang Obat ) terjadi pada anak dan 40 % dari jumlah ini bermanifestasi pada kulit.
Di Indonesia kasus RSO pada anak lebih jarang terjadi ketimbang dibandingkan dengan orang dewasa.
Hal seperti ini kemungkinan disebabkan karena pajanan obat yang lebih jarang, perbedaan status imunologis dan farmakokinetik obat.
Pada proses metabolisme obat, melibatkan juga sistem enzim tubuh yang terdapat pada hati, ginjal, saluran pencernaan dan kulit.
Kulit disini merupakan organ yang aktif secara imunologis, dan jika terjadi penggabungan antara keaktifan metabolik obat dengan imunologik ini akan dapat menerangkan perihal mengapa kulit merupakan organ yang paling sering terpengaruh dalam RSO ( Reaksi Simpang Obat ).

Risiko bisa terjadi alergi obat, bila kelebihan dosis, dosis terlalu besar, pengobatan dalam jangka waktu yang panjang ( lama ) dan kekerapan ( sering ) menggunakan obat akan meningkatkan risiko alergi obat.
Tempat pajanan juga akan mempengaruhi risiko dan jenis reaksi.
Secara umum, lebih mudah terjadi alergi obat pada pemberian secara parenteral dari pada peroral atau topikal.
Cara masuk obat juga menentukan jenis reaksi yang timbul, misalnya antihistamin jarang bersifat alergenik bila diberikan peroral atau parenteral, tetapi sering menyebabkan sensitasi sel T bila diberikan secara topikal sehingga menimbulkan Dermatitis kontak alergi.

Alergi obat lebih jarang terjadi pada bayi dan usia lanjut, mungkin karena imaturitas atau involusi sistem imun.
Variasi individual sangat berpengaruh pada jumlah atau kecepatan pembentukan dan ekskresi metabolit obat yang reaktif.
Kalau kita lihat insiden reaksi simpang obat pada perempuan 35 % lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki.
Disini kemampuan genetik lebih berperan untuk mengenali determinan antigenik yang merupakan faktor penting pada alergi obat.

Alergi obat pada anak berbeda dengan orang dewasa karena :
- Perbedaan jenis obat yang digunakan.
- Perbedaan status imunologis.
- Perbedaan farmakokinetik obat.

Pada masa bayi, peningkatan kadar obat bebas mungkin disebabkan karena rendahnya protein binding atau fungsi ginjal yang belum sempurna.
Sebaliknya, kemampuan oksidasi hepatik sudah sempurna pada saat bayi dan melebihi kemampuan dewasa selama masa anak, sehingga kadar obat tertentu menjadi lebih rendah.
Kemampuan untuk timbulnya reaksi hipersensitivitas tipe I masih rendah pada masa bayi, sehingga reaksi tipe I jarang dijumpai.
Sekitar 50 % obat yang digunakan untuk anak adalah antibiotik, sehingga obat ini yang paling sering menjadi penyebab alergi obat pada anak.

Di Indonesia reaksi dari alergi obat terbanyak ditemukan pada anak-anak usia kurang dari 14 tahun.
Kasus yang terjadi diantaranya : Fixed Drug Eruption ( FDE ) sebanyak 46 %, Eksantema ( kemerahan seluruh tubuh ) 5 % dan urtikaria ( biduran ) 21 %.
Fixed Drug Eruption ( FDE ) : erupsi ini merupakan satu-satunya reaksi pada kulit yang hanya dapat timbul akibat obat, tidak ada penyebab lain.
Keluhannya gatal-gatal atau rasa terbakar.
Lokasi biasanya pada lapisan dalam bibir ( mucosa bibir ), alat kelamin, wajah dan anggota tubuh tangan atau kaki.
Bentuknya bulat-bulat atau lonjong kemerahan.

Untuk menangani alergi obat, yang terutama adalah penghentian obat yang diduga sebagai penyebab, penanganan selanjutnya sangat tergantung pada keparahan dan manifestasi klinis yang ada.
Alergi obat merupakan akibat yang tidak diinginkan pada setiap pengobatan.
Dan hal seperti ini merupakan tantangan bagi para pelaku pengobatan.
Namun dengan hasil anamnesis ( wawancara ) yang tepat, mengenali manifestasi klinis yang ada, melakukan uji imunodiagnostik, dan memahami kecenderungan setiap obat untuk menimbulkan reaksi tertentu, para pelaku pengobatan akan mampu menetapkan obat penyebab.
Untuk saat ini, strategi penatalaksanaan terbatas pada penghindaran obat dan desensitisasi.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan modern dibidang imunokimia dan metabolisme obat, diharapkan mampu mengurangi frekuensi alergi obat dimasa yang akan datang.
Yang harus diingat dan dicatat bahwa setiap obat dapat menimbulkan reaksi alergi, oleh sebab itu setiap tindakan pemberian obat faktor risiko yang ada perlu dipertimbangkan dengan baik dan hati-hati.
Trimakasih, Tuhan memberkati.

2 komentar: