Seperti judul diatas tak dengar, maka tak bicara, tetapi tak bicara belum tentu tak mendengar.
Pada gangguan pendengaran jika tak dengar tentu akan sulit untuk bicara.
Gangguan pendengaran pada bayi dan anak, berdampak pada proses bicara.
Sedangkan pada pendengaran yang normal adalah modal penting untuk bayi atau anak agar dapat bicara dan berkomunikasi dengan lingkungannya.
Gangguan pendengaran atau ketulian pada bayi dan anak sulit diketahui sejak awal.
Biasanya baru disadari oleh orang tua setelah mengetahui bahwa perkembangan bicara anaknya tidak seperti anak lainnya yang seusianya.
Di negara maju, dari 1000 kelahiran terdapat 1-3 bayi yang lahir tuli.
Sedangkan di Indonesia, yang sempat tercatat 0,1 persen penduduk mengalami tuli sejak lahir.
Untuk mengetahui bayi atau anak mengalami gangguan pendengaran atau tidak, dapat dilihat dari faktor risiko ketulian dan dari perkembangan pendengarannya serta diketahui lewat pemeriksaan.
Dari faktor risiko ketulian seperti mempunyai keluarga yang tuli sejak lahir, bayi lahir belum cukup umur atau prematur, berat badan lahir rendah atau kurang dari 1500 gram, kadar bilirubin darah yang tinggi atau bayi kuning, bayi yang tidak langsung menangis saat lahir, bayi lahir melalui oerasi atau sectio caesaria, bayi lahir dengan alat bantu, ibu hamil yang mengalami infeksi TORCHS ( Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes dan Sifilis ), ibu hamil tiga bulan pertama menggunakan obat kina, penurun panas atau antibiotik tertentu, kelainan kepala dan leher sejak lahir, bayi dirawat di ICU dengan alat bantu napas lebih dari lima hari dan riwayat demam disertai kejang atau meningitis pada bayi.
Selain itu yang menyebabkan gangguan ketulian pada anak, seperti campak, gondongan, kejang demam, trauma kepala, keluar cairan dari telinga, pilek berulang dan penggunaan obat yang dapat mengganggu pendengaran.
Cara yang paling mudah untuk mengetahui perkembangan pendengaran normal anak yaitu dilakukan test terhadap reaksi bunyi.
Gangguan yang paling ditakutkan adalah gangguan mengenai saraf ( perseptif ), karena tidak dapat diperbaiki.
Jika gangguan non- saraf ( konduktif ) biasanya terjadi karena adanya suatu hal, misalnya : posisi menyusui yang salah sehingga ada saluran tuba ( saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan tenggorok ) yang tertutup, sehingga bayi dapat mengalami gangguan pada telinga tengah.
Gangguan ini bisa diperbaiki.
Untuk melihat lebih lanjut tentang ketulian apakah gangguan pendengaran saraf ( perseptif ) atau non-saraf ( konduktif ), dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan Skrining, Otoacaustic Emission ( OAE ), Brainstem Evated Response Audiometry ( BERA ), Auditory Steady State Response ( ASSR ) dan seterusnya, dan selanjutnya.
Trimakasih, Tuhan memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar