Jika anda melihat orang yang bertubuh tambun, kesan apa yang terlintas dipikiran anda, pastilah terlintas mungkin orang ini suka ngemil.
Ngemil memang bikin tubuh jadi melar, jika keinginan ini lepas kontrol.
Kebiasaan ngemil ini sebenarnya tidak salah, tetapi tidak sepenuhnya dibenarkan.
Pengaturan pola makan gizi seimbang membolehkan adanya waktu untuk mengkonsumsi makanan selingan, yang lebih dikenal dengan nama camilan.
Jadi selain sarapan, makan siang dan makan malam, masih ada jatah waktu dua kali makan makanan kecil.
Waktunya antara sarapan dan makan siang ( sekitar jam 10.00 ), serta antara makan siang dan malam ( sekitar jam 15.00 ).
Keinginan untuk makan sebenarnya bukan melulu karena perut lapar yang minta diisi.
Penelitian di New Orleans, Amerika Serikat, baru-baru ini menyebutkan hasrat ngemil ini biasanya datang tiga jam setelah makan siang.
Seseorang yang ditawari camilan pada waktu tersebut, cenderung tidak akan menolak, meski perut sebenarnya tidak merasa lapar.
Lain lagi ceritanya jika ngemil dihubungkan karena alasan psikologis.
Misalnya orang yang tertekan karena alasan-alasan tertentu, pelariannya selalu ingin mengunyah sesuatu.
Sewaktu tertekan ( Stress ), semakin besar keinginan untuk makan.
Camilan memang obat stress yang paling ampuh, tetapi harus diwaspadai, jika penerapannya salah dapat menyebabkan tubuh jadi gemuk.
Makanan camilan yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara pemilihan camilan, supaya tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.
Jangan memilih camilan yang salah, misalnya asal pilih yang siap saji, harganya murah dan enak dilidah, soal kandungan gizi atau kalori nomor dua.
Biasanya di saat-saat santai di rumah atau meeting dikantor, paling enak menikmati ubi goreng, bakwan, combro, tahu isi, tempe goreng dan sebangsanya gorengan.
Atau mungkin kue-kue basah yang bertabur coklat, keju, atau gula.
Dinikmati bersama kopi-susu atau teh manis.
Hal seperti ini sesekali sih boleh-boleh saja, asal jangan keseringan alias setiap hari.
Sebenarnya dalam hal makanan, bukan hannya persoalan besaran kalori saja yang harus diperhatikan.
Soal lain adalah bagaimana respons tubuh terhadap makanan terkait dengan kenaikkan kadar gula dalam darah.
Berangkat dari sini muncul istilah Indeks Glikemik ( IG ) atau angka yang diberikan kepada makanan tertentu dilihat dari tingkat kenaikkan gula darah setelah dikonsumsi.
I G berguna sebagai panduan agar makanan yang kita pilih tidak menaikkan kadar gula secara drastis.
Makanan dengan nilai IG tinggi artinya dapat membuat kadar gula darah meningkat secara cepat dibanding yang nilainya lebih rendah.
Makanan dengan nilai IG tinggi antara lain : Kentang panggang, nasi putih dan roti putih.
Makanan yang nilai IG nya tingkat sedang : gandum putih, nasi merah, ubi jalar kuning.
Makanan yang nilai IG nya rendah : kedelai, ikan, telur dan sayuran.
Makanan yang memiliki nilai IG tinggi diketahui kebanyakkan berasal dari golongan karbohidrat.
Berbeda dengan protein dan lemak yang tidak begitu meninggikan kadar gula darah setelah dikonsumsi.
IG ini akan bermanfaat dalam pemilihan makanan yang mengandung karbohidrat sebagai sumber tenaga.
Tingginya nilai IG tidak selalu dikaitkan dengan jenis makanan, tetapi juga berhubungan dengan cara pengolahannya.
Pemasakkan makanan sangat berpengaruh terhadap pemecahan karbohidrat.
Memasak dengan panas tinggi dapat meningkatkan nilai IG, karena selama pemasakkan zat pati ( polisakarida ) diubah menjadi monosakarida yang sederhana dan lebih mudah diserap tubuh.
Karena itu nilai IG kentang goreng lebih tinggi dari kentang rebus.
Begitu juga dengan pemanasan berulang yang dapat mendongkrak nilai IG.
Contohnya : memasak rendang yang membutuhkan waktu lama, karena membuat santan yang semula cair menjadi kering.
Rasa daging rendang memang jadi enak sekali, tetapi jangan lupa nilai IG nya juga menjadi sangat tinggi.
Kecepatan penyerapan makanan dalam tubuh berhubungan juga dengan kadar gula.
Misalnya : makanan cair akan lebih lama dicerna dari pada yang dalam bentuk padat, begitu juga dalam bentuk pasta.
Semakin cair dan sedikit kandungan seratnya, maka makanan akan mengandung nilai IG yang tinggi.
Sedangkan bila makanan masih dalam bentuk utuh atau padat, maka kandungan seratnya juga masih banyak dan nilai IG nya akan rendah.
Contohnya : buah-buahan yang utuh nilai IG nya rendah, sedangkan buah yang sudah diblender atau di jus, memiliki nilai IG sangat tinggi.
Nilai IG juga dipengaruhi oleh karakteristik dari makanan.
Misalnya : coklat memiliki nilai IG tinggi, karena berasal dari karbohidrat sederhana yaitu gula.
Sedangkan sereal memiliki nilai IG rendah, karena berbahan dasar jagung yang merupakan karbohidrat kompleks.
Karbohidrat kompleks lebih sulit diserap, proses reaksinya dengan air ( hidrolisis ) lebih lama dibandingkan dengan karbohidrat sederhana seperti gula.
Akibatnya tubuh akan langsung menyerap dan menaikkan kadar gula dalam nilai tinggi.
Penggunaan bahan dasar dalam proses pembuatan makanan akan menentukan nilai IG.
Misalnya : pisang rebus atau kukus, lebih rendah nilai IG nya dibandingkan dengan kue nagasari yang juga memakai pisang.
Penyebabnya karena nagasari menggunakan bahan dasar tepung.
Untuk mendapatkan nilai IG yang rendah, sebaiknya memperhatikan kandungan serat dalam makanan, sebab serat membentuk suatu benda bervolume besar yang merangsang pergerakkan usus.
Serat juga memperlambat penyerapan glukosa.
Jadi tidak salah juga makan camilan, asal punya nilai indeks glikemik rendah, berat badanpun tidak akan bertambah dan tubuh akan tetap sehat.
Trimakasih, Tuhan memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar