Selasa, 05 April 2011

Hidup di udara bagai Gatotkaca.

Pada faktanya manusia sejak purba sudah hidup didarat dan semua organ tubuhnya dapat bekerja dan berfungsi dengan baik dalam kondisi lingkungan darat yang mengelilinginya.
Akan tetapi yang namanya manusia tak ada puas-puasnya, sejak jaman dahulu ingin terbang seperti burung-burung dilangit dan akhirnya angan manusia itu berhasil diwujudkan yaitu dapat terbang dengan balon pada abad ke-18.
Sejak itulah dunia penerbangan berkembang sangat pesat, baik jarak tempuh, kecepatan, ketinggian dan daya angkat maupun kegiatannya.
Keberhasilan ini dapat meningkatkan kesejahteraan manusia, namun banyak risiko yang harus dihadapi, karena manusia memang tidak terbiasa tinggal di ketinggian.

Untuk menghadapi segala risiko yang mungkin terjadi, manusia mengembangkan diri untuk mempelajari bahaya-bahaya penerbangan bagi tubuhnya sendiri dan cara-cara penanggulangannya.
Maka lahirlah ilmu kesehatan penerbangan sebagai salah satu cabang ilmu kesehatan, yang dilandasi oleh fisiologi penerbangan atau aerofisiologi.

Faktor-faktor ketinggian yang mempengaruhi faal tubuh manusia adalah menurunnya tekanan udara, tekanan parsiil oksigen, suhu udara, gaya berat dan lain-lain.
Disamping itu manouvre penerbangan dapat mengganggu faal tubuh seperti faal sistem kardio-vaskuler, sistem pernapasan, penglihatan, keseimbangan, pendengaran dan lain-lain.
Karena itu untuk mengetahui aspek aerofisiologi dalam penerbangan sangat penting agar dapat mencegah dan mengatasi pengaruh buruk penerbangan.
Sekaligus kita dapat memanfaatkan udara bagi penerbangan dengan selamat, nyaman, aman dan cepat.
Untuk terbang dilangit yang tinggi tentunya kita akan mengenal yang namanya atmosfer.

Atmosfer adalah selubung gas atau campuran gas-gas yang menyelimuti bumi.
Campuran gas-gas ini disebut udara.
Diatas atmosfer disebut ruang angkasa.
Ruang angkasa adalah ruang dimana tidak ada lagi udara, bila masih ada udara atau gas maka daerah itu masih atmosfer, karena molekul gas yang sangat ringan dapat terlepas dari gaya tarik bumi dan beredar ke ruang angkasa.
Maka dibuat batas antara atmosfer dan ruang angkasa.
Di Rusia menurut A.A. Lavikov 3000 km, sedangkan di Amerika, menurut Armtrong 6000 mil.

Atmosfer ini berdasarkan sifat-sifatnya dibagi menjadi 4 lapisan :
1. Lapisan Troposfer.
Lapisan yang paling tipis dan terletak dari permukaan bumi sampai ke ketinggian 10-12 km.
Sifatnya suhu berubah-ubah, makin tinggi suhu makin rendah, arah dan kecepatan angin berubah-ubah, ada uap air dan hujan, serta ada turbulensi.
Karena sifatnya yang berubah-ubah, tempat ini kurang ideal untuk penerbangan, tetapi pada kenyataannya banyak penerbangan dilakukan di lapisan ini, sehingga kemungkinan bahaya penerbangan menjadi lebih besar.

2. Lapisan Stratosfer :
Terbang diatas lapisan troposfer sampai ke ketinggian 50 - 80 km.
Kedua lapisan ini dipisahkan oleh tropopause.
Sifat-sifat stratosfer : suhu tetap walaupun ketinggian berubah yaitu -55 derajat celcius, tidak ada uap air dan turbulensi.
Oleh karena sifat-sifat stratosfer lebih stabil dibandingkan dengan troposfer, maka stratosfer ini sebenarnya adalah tempat yang ideal untuk kegiatan penerbangan.

3. Lapisan Ionosfer.
Terbentang dari atas stratosfer sampai ke ketinggian antara 600 - 1000 km.
Pada lapisan ini udara sangat renggang dan terjadi reaksi fotokhemis dan fotoelektris, sehingga atom-atom dan molekul-molekul gas ada yang menerima muatan listrik, menjadi ion-ion.
Oleh karena pembentukan ion-ion inilah maka terjadi panas yang tinggi sehingga suhu udara disini sampai 2000 derajat celsius.

4. Lapisan Eksosfer.
Lapisan eksosfer adalah lapisan atmosfer yang paling atas.
Disini gas-gas tidak kontinue lagi hubungan molekul atom-atom dan molekul-molekul gas membentuk pulau-pulau udara yang satu sama lain dipisahkan oleh ruang hampa.
Oleh karena sifat inilah maka lapisan ini dibedakan dengan ke tiga lapisan diatas.

Ke tiga lapisan atmosfer yang berada di bawah eksosfer disebut juga atmosfer, sedang eksosfer disebut outer atmosfer.

Atmosfer berdasarkan ilmu faal dapat dibagi dalam 3 wilayah :
1. Physiological zone :
Wilayah ini terbentang dari permukaan bumi sampai ke ketinggian 10000 kaki.
Di wilayah ini orang praktis tidak mengalami perubahan faal tubuhnya, kecuali daya adaptasi gelapnya saja yang memanjang bila berada pada ketinggian lebih dari 5000 kaki.

2. Physiological defficient :
Di wilayah ini orang akan mengalami kekurangan fisiologi atau mengalami kelainan faal tubuh berupa hipoksia, tetapi masih dapat ditolong dengan pemberian oksigen saja.
Wilayah ini terbentang dari ketinggian 10000 kaki sampai 50000 kaki.

3. Space equivalent zone :
Atmosfer diatas 50000 kaki, dinamakan Space equivalent zone, karena disini orang akan mengalami hipoksia berat dan cara pertolongan atau perlindungan sama seperti di ruang angkasa.
Selain lapisan-lapisan atmosfer diatas, kita mengenal suatu lapisan dalam atmosfer yang disebut ozonosfer, karena mengandung banyak gas ozon.
Wilayahnya terbentang antara ketinggian 12 km sampai 70 km dan yang terbanyak ozonnya berada pada ketinggian antata 45 km sampai 55 km.
Dikatakan bahwa ozonosfer adalah payung bumi terhadap sinar ultra violet.
Radiasi berasal dari matahari dan dari planet-planet lain.
Radiasi ini berupa gelombang-gelombang elektromagnetik.
Lapisan ozon mempunyai daya untuk mengabsorbsi sinar ultra violet sehingga hanya dalam jumlah kecil saja yang sampai di permukaan bumi.
Dan atmosfer memantulkan kembali radiasi gelombang elektromagnetik tersebut.
Jadi intensitas radiasi akan semakin meningkat bila kita naik ke atas atmosfer, sedangkan radiasi yang intensitasnya tinggi membahayakan tubuh manusia.

Karbon monoksida yang terpapar ke udara menyusul banyaknya kebakaran hutan hal ini jika berinteraksi dengan ultra violet, akan membentuk ozon permukaan pada lapisan troposfer ( 0 - 10 km di atas permukaan bumi ).
Disana, bersama polutan lain seperti metana dan nitrogen oksida disebut " ozon jelek "
Lokasi " ozon jelek " di bawah lokasi konsentrasi " ozon bagus " di lapisan stratosfer.
Disinilah yang disebut lapisan ozon.
Di atmosfer, komposisi ozon terbagi dua " ozon jelek " pada lapisan troposfer mencapai 10 persen.
Pada lapisan stratosfer merupakan " ozon bagus " ( 90 persen ).
Jika sudah tak terkendali lagi dalam jangka waktu tertentu gas-gas polutan di lapisan troposfer akan tertransportasi vertikal ke lapisan ozon.
Akibatnya, sifat buruk " ozon jelek " dapat mendominasi lapisan ozon, bahkan dapat menipiskan lapisan ozon.
Oleh karena itu batasi penggunaan bahan-bahan perusak lapisan ozon sejak dini, demi anak cucu kita nanti.

Atmosfer pada ketinggian dapat berubah sifat-sifatnya dan perubahan sifat ini tentunya dapat merugikan faal tubuh manusia khususnya dan kesehatan pada umumnya.
Perubahan itu diantaranya :
1.Perubahan atau mengecilnya tekanan parsiil oksigen di udara.
Hal ini dapat mengganggu faal tubuh dan menyebabkan hipoksia.

Hipoksia adalah keadaan tubuh kekurangan oksigen untuk menjamin keperluan hidupnya.
Dengan menipisnya udara pada ketinggian, maka tekanan parsiil oksigen dalam udara menurun atau mengecil.
Mengecilnya tekanan parsiil oksigen dalam udara pernapasan akan berakibat terjadinya hipoksia.

Sifat-sifat hipoksia :
a. Tidak terasa datangnya, sehingga orang awam tidak tahu bahwa bahaya hipoksia ini telah menyerangnya.

b. Tidak memberikan rasa sakit pada seseorang, bahkan sering memberikan rasa gembira ( euphoria ) pada permulaan serangannya, kemudian timbul gejala-gejala lain yang lebih berat sampai pingsan dan bila dibiarkan dapat menyebabkan kematian.

Hipoksia banyak macamnya, menurut penyebabnya hipoksia ini dibagi menjadi 4 macam, diantaranya :
1. Hypoxic - hypoxia, yaitu hipoksia yang terjadi karena menurunnya tekanan parsiil oksigen dalam paru-paru atau karena terlalu tebalnya dinding paru-paru.
Hypoxic- hypoxia inilah yang sering dijumpai pada penerbangan, karena seperti makin tinggi terbang makin rendah tekanan barometer nya.
Sehingga tekanan parsiil oksigennya pun akan makin kecil.

2.Anaemic-hypoxia, yaitu hipoksia yang disebabkan karena berkurangnya hemoglobin dalam darah baik karena jumlah darahnya sendiri yang kurang ( perdarahan ) maupun karena kadar Hb dalam darah menurun ( anemia ).

3. Stagnant-hypoxia, yaitu hipoksia yang terjadi karena adanya bendungan sistem peredaran darah sehingga aliran darah tidak lancar, maka jumlah oksigen yang diangkut dari paru-paru menuju sel per satuan waktu menjadi kurang.
Stagnan hipoksia ini sering terjadi pada penderita penyakit jantung.

Oleh karena itu diperingatkan harus hati-hati untuk transportasi lewat udara ( pesawat terbang ) bagi penderita penyakit jantung.
Hal ini sangat besar risikonya.

4. Histotoxic-hypoxia, yaitu hipoksia yang terjadi karena adanya bahan racun dalam tubuh, sehingga mengganggu kelancaran pernapasan dalam.

Gejala hipoksia ini sangat individual, berat ringannya tergantung pada lamanya berada di daerah itu, cepatnya mencapai ketinggian, kondisi badannya dan sebagainya.

Gejalanya :
Gejala Objektif :
- Air hunger, yaitu rasa ingin manarik napas panjang terus-menerus.
- Frekwensi nadi dan pernapasan meningkat.
- Gangguan pada cara berpikir dan berkonsentrasi.
- Gangguan dalam melakukan gerakan koordinatif misalnya memasukkan paku ke dalam lubang yang sempit.
- Cyanosis, yaitu warna kulit, kuku, dan bibir menjadi biru.
- Lemas.
- Kejang-kejang.
- Pingsan.
- Dan sebagainya.

Gejala subjektif :
- Malas.
- Ngantuk.
- Euphoria yaitu rasa gembira tanpa sebab dan kadang-kadang timbul rasa sok jagoan.
Rasa ini harus mendapat perhatian besar pada awak pesawat, karena euphoria ini banyak membawa korban akibat tidak adanya keseimbangan lagi antara kemampuan yang mulai mundur dan kemauan yang meningkat.

2. Perubahan atau mengecilnya tekanan atmosfer.
Hal ini dapat menyebabkan sindrome dysbarism.
Dysbarism adalah semua kelainan yang terjadi akibat berubahnya tekanan sekitar tubuh, kecuali hipoksia
nama lain dari sindrome ini seperti penyakit dekompresi, aeroembolism, aeroemphysema dan sebagainya.
Istilah dysbarism lebih tepat, karena istilah ini tidak mencakup keseluruhan pengertian atau seluruh kejadian.

3. Berubahnya suhu atmosfer.
Berubahnya tekanan udara diluar tubuh akan mengganggu keseimbangan tekanan antara rongga tubuh yang mengandung gas dengan udara di luar.
Hal ini akan berakibat timbulnya rasa sakit sampai terjadinya kerusakkan organ-organ tertentu.

Rongga tubuh yang mengandung gas adalah :

1. Traktus Gastro Intestinalis.
Gas-gas terutama berkumpul dalam lambung dan usus besar.
Sumber gas tersebut sebagian besar dari udara yang ikut tertelan pada waktu makan dan sebagian kecil timbul dari proses pencernaan, peragian atau pembusukkan ( dekomposisi oleh bakteri ).
Gas-gas tersebut terdiri dari O2, CO2, metan, H2S dan N2 ( bagian terbesar ).
Apabila ketinggian dicapai dengan perlahan, maka perbedaan antara tekanan udara di luar dan di dalam tidak begitu besar, sehingga pressure equalisation yaitu mekanisme penyamaan tekanan berjalan dengan lancar dengan jalan kentut atau melalui mulut.

Gejala-gejala yang dirasakan adalah ringan yaitu rasa tidak enak ( discomfort ) pada perut.
Sebaliknya apabila ketinggian dicapai dengan cepat atau terdapat halangan dalam saluran pencernaan maka pressure equalisation tidak berjalan dengan lancar, sehingga gas-gas sukar keluar dan timbul rasa discomfort yang lebih berat.
Pada ketinggian diatas 25 000 kaki timbul rasa sakit perut yang hebat, sakit perut ini secara reflektoris dapat menyebabkan turunnya tekanan darah secara drastis, sehingga jatuh pingsan.

Tindakan preventif agar tidak banyak terkumpul gas dalam saluran pencernaan, meliputi :
a. Dilarang minum bir, air soda dan minuman lain yang mengandung gas CO2, sebelum terbang.

b. Makanan yang dilarang sebelum terbang adalah bawang merah, bawang putih, kubis, kacang-kacangan, ketimun, semangka dan chewing gum.

c. Tidak dibenarkan makan dengan tidak teratur, tergesa-gesa dan sambil bekerja.

Tindakan regresif bila gejala sudah timbul adalah :
a. Ketinggian segera dikurangi sampai gejala-gejala ini hilang.

b.Diusahakan untuk mengeluarkan udara dari mulut atau kentut.

c. Banyak mengadakan gerakan.

2.Telinga.
Bertambahnya ketinggian akan menyebabkan tekanan dalam telinga tengah menjadi lebih besar dari tekanan diluar tubuh, sehingga akan terjadi aliran udara dari telinga tengah keluar tubuh melalui tuba eustachii.
Bila bertambahnya ketinggian terjadi dengan cepat, maka usaha mengadakan keseimbangan tidak cukup waktu ; hal ini akan menyebabkan rasa sakit pada telinga tengah, karena teregangnya selaput gendang, bahkan dapat merobekkan selaput gendang.
Kelainan ini disebut aerotitis atau barotitis.

Kejadian serupa dapat terjadi juga pada waktu ketinggian berkurang.
Bahkan lebih sering terjadi karena pada waktu turun tekanan di telinga tengah menjadi lebih kecil dari tekanan di luar, sehingga udara akan mengalir masuk telinga tengah, sedang muara tuba eustachii di tenggorokan biasanya sering tertutup sehingga menyulitkan aliran udara.

Bila ada radang di tenggorokan lubang tuba eustachii makin sempit, sehingga lebih menyulitkan aliran udara melalui tempat itu, hal ini berarti kemungkinan terjadinya barotitis menjadi lebih besar.
Disamping itu pada waktu turun udara yang masuk ke telinga tengah akan melalui daerah radang di tenggorokan, sehingga kemungkinan infeksi di telinga tengah sukar dihindari.

Tindakan preventif terhadap kelainan ini :
a. Mengurangi kecepatan naik maupun kecepatan turun, agar tidak terlalu besar selisih tekanan antara udara luar dengan telinga tengah.

b. Menelan ludah pada waktu pesawat udara naik agar tuba eustachii terbuka dan mengadakan gerakan valsava pada waktu pesawat turun.
Gerakan valsava adalah menutup mulut dan hidung kemudian meniup dengan kuat.

c. Melarang terbang para awak pesawat yang sedang sakit saluran pernapasan bagian atas

3. Sinus Paranasalis.
Muara sinus paranasalis ke rongga hidung pada umumnya sempit, sehingga bila kecepatan naik atau turun sangat besar, maka untuk penyesuaian tekanan antara rongga sinus dan udara luar tidak cukup waktu, sehingga akan timbul rasa sakit di sinus yang disebut aerosinusitis.
Karena sifat sinus paranasalis yang selalu terbuka, maka aerosinusitis ini dapat terjadi pada waktu naik maupun turun dengan prosentase yang sama.
Pada keadaan radang saluran pernapasan bagian atas, kemungkinan terjadinya aerosinusitis makin besar.
Aerosinusitis ini lebih jarang bila dibandingkan dengan aerotitis, karena bentuk saluran penghubung dengan udara luar.

4. Gigi.
Pada gigi yang sehat dan normal tidak ada rongga dalam gigi, tetapi pada gigi yang rusak kemungkinan terjadi kantong udara dalam gigi besar sekali.
Dengan mekanisme seperti pada proses aerotitis dan aerosinusitis diatas, pada kantong udara di gigi yang rusak ini dapat pula timbul rasa sakit.
rasa sakit ini disebut aerodontalgia.
Patofisiologi aerodontalgia ini masih belum jelas.

4. Meningkatnya radiasi, baik dari matahari ( solar radiation ) maupun dari kosmos lain ( Cosmic radiation ).

Dengan berkurangnya tekanan atmosfer bila ketinggian bertambah, gas-gas yang tadinya larut dalam sel dan jaringan tubuh akan keluar sebagian dari larutannya dan timbul sebagai gelembung-gelembung gas sampai tercapainya keseimbangan baru.
Gelembung-gelembung ini dapat memberikan gejala karena urat-urat saraf didekatnya tertekan oleh gelembung itu.
Dapat menimbulkan rasa nyeri pada sendi-sendi, rasa sakit pada tulang dada, kulit seperti ditusuk-tusuk dengan jarum, gatal-gatal, rasa panas dan dingin, timbul bercak kemerahan, kelainan pada penglihatan, sakit kepala dan sebagainya.

Penerbangan juga dapat mempengaruhi alat keseimbangan awak pesawat sehingga dapat membahayakan jiwa.
Menimbulkan ilusi penerbangan disebut spatial disorientation, atau pilot's vertigo.

Manusia mahluk darat dapat menjaga keseimbangan badannya karena dilengkapi dengan tiga sistem : Sistem vestibuler, sistem visuil dan sistem proprioseptif.
Selama manusia masih berhubungan dengan bumi seperti berjalan, berlari, melompat dan lain-lain, maka ketiga sistem tersebut berfungsi secara adekuat dan alat-alat keseimbangan bekerja secara cermat dan efektif.
Akan tetapi apabila ia meninggalkan bumi dan terbang, alat-alat tersebut dapat membuat kesalahan-kesalahan, karena impuls-impuls yang tidak lagi adekuat.
Kesalahan tersebut dapat menimbulkan ilusi dan sering mengakibatkan spatial disorientation.

Akhirnya dengan mengetahui aspek aerofisiologi dalam kegiatan penerbangan, diharapkan dapat memahami problem yang dihadapi para penerbang, awak pesawat dan yang lebih khusus para penumpang atau pasien yang menggunakan jasa penerbangan, terutama pasien-pasien penyakit jantung dan paru berat yang jauh dari rumah sakit rujukan ( diluar pulau ).

Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak orang.
Trimakasih, Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar