Kamis, 26 Agustus 2010

Anemia, membuat anak jadi memble.

Anemia yang biasa disebut dikalangan awam dengan nama kurang darah, didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin dalam darah.
Umumnya, anemia disebabkan kurangnya zat besi yang masuk dalam darah.
Dengan demikian, hemoglobin yang berfungsi membawa oksigen keseluruh tubuh tidak berjalan dengan baik.
Penyebab anemia yang paling sering dijumpai adalah berkurangnya produksi sel darah merah berupa defisiensi besi, asam folat, vit B 12, kegagalan sumsum tulang ( anemia aplastik ).
Penyebab lain adalah gangguan pematangan sel darah merah, penyakit kronis, dan penghancuran sel darah merah akibat infeksi.
Berdasarkan kriteria badan kesehatan dunia ( WHO ), anemia pada anak usia kurang dari enam tahun ditandai hemoglobin kurang dari 11 gram per dl.
Pada anak usia lebih dari enam tahun ditandai hemoglobin kurang dari 12 gram per dl.
Zat besi berpengaruh terhadap kognisi, aktivitas mental seperti mendapatkan, menyimpan, mengeluarkan, dan memakai informasi dan pengetahuan.
Gejala umum anemia adalah lesu, lemah, cepat letih, pucat lama, pusing, dan mudah mengantuk, kadang disertai kulit kering, kuku kusam, kulit berwarna kuning, terutama pada orang yang sulit makan, sakit lama, perdarahan kronik, infeksi cacing, penyakit keganasan, ibu hamil dan menyusui serta orang lanjut usia.
Kasus terbanyak di Indonesia adalah anemia defisiensi besi, terutama pada anak-anak, yaitu suatu keadaan dimana kadar hemoglobin ( Hb ) dalam darah kurang dari normal karena kurangnya zat besi.
Hal ini antara lain disebabkan diet tidak seimbang, proses penyerapan yang tidak baik, terjadi peningkatan kebutuhan zat besi seperti saat hamil dan menyusui, masa pertumbuhan, atau kehilangan darah.
Penyebab langsung timbulnya anemia zat besi adalah asupan makanan yang tidak cukup secara kwantitas dan kwalitas, serta infeksi penyakit seperti cacingan dan malaria.
Penyebab tidak langsung adalah ketimpangan jender, sehingga ketersediaan dan distribusi pangan keluarga yang bergizi untuk ibu dan anak terabaikan.
Berdasarkan hasil survei kesehatan rumah tangga ( SKRT ) tahun 1995, jumlah penduduk Indonesia yang mengalami anemia zat besi mencapai lebih dari seratus juta jiwa.
Berasal dari kelompok umur dibawah lima tahun ( balita ), anak usia sekolah, remaja putri, ibu hamil, wanita usia subur ( WUS ), usia produktif hingga usia lanjut.
Anamia di Indonesia tahun 2000 adalah 8,1 juta anak balita ( 40,5 persen ), 17,5 juta anak usia sekolah ( 47,2 persen ), 6,3 juta remaja putri ( 57,1 persen ), 13 juta wanita usia subur ( 39,5 persen ), 6,3 juta ibu hamil ( 57,1 persen ).
Prevalensi anemia pada anak balita, yaitu 337 per 1000 anak laki-laki dan 492 per 1000 anak perempuan.
Prevalensi usia 5-14 tahun 428 per 1000 anak laki-laki, dan 492 per 1000 anak perempuan.

Penyakit kurang darah sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan otak anak.
Perkembangan kemampuan berpikir ( kognitif ) anak sekolah akan terganggu, badan jadi lesu, lelah, cepat letih.
Hal ini dapat mengakibatkan turunnya prestasi belajar, kemampuan fisik, dan prestasi olah raga.
Penderita anemia juga mudah terserang penyakit dan gangguan pertumbuhan.
Jika mayoritas anak perempuan menderita anemia, dampaknya akan berlanjut.
Mengingat, mereka adalah para calon ibu yang akan melahirkan generasi penerus.
Jika tidak ditanggulangi, dikhawatirkan akan meningkatkan risiko perdarahan pada saat persalinan yang dapat menimbulkan kematian ibu.
Calon ibu yang menderita anemia bisa melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
Anemia juga dapat membuat transfer oksigen yang memperlancar metabolisme sel-sel otak terhambat, metabolisme lemak mielin yang mempercepat hantar impuls saraf, perilaku, serta konsentrasi terganggu.
Jika terkena anemia defisiensi zat besi ketika masih bayi, maka pada usia memasuki prasekolah dan usia sekolah akan terganggu konsentrasi, daya ingat rendah, kapasitas pemecahan masalah rendah, tingkat kecerdasan lebih rendah dan gangguan prilaku.
Komplikasi yang ringan pada anemia, atrofi papil lidah, glositis-stomatitis akan sembuh jika diberi tambahan zat besi.
Jika komplikasinya berat akan mudah infeksi, gangguan prestasi belajar dan gangguan mental.
Penambahan zat besi dapat mengatasi gangguan itu, tetapi dalam jangka waktu lama atau malah kondisi itu sudah bersifat menetap.
Pencegahan :
Untuk mencegah anemia, anak-anak usia kurang dari satu tahun disarankan mengonsumsi makanan pendamping air susu ibu ( MP - ASI ) yang kaya zat besi dan vitamin C.
Untuk anak usia diatas satu tahun dianjurkan minum susu formula.
Hal ini disertai skrining melalui terapi.
Pada penderita anamia tentunya diberikan preparat besi dengan cara oral dan lama pemberian sampai besi serum feritin normal.
Respons pemberian besi dalam 12 jam - 24 jam adalah perbaikan subyektif, penurunan iritabilitas, dan meningkatkan napsu makan.
Dalam empat hingga 30 hari bisa meningkatkan kadar hemoglobin.
Jika ada indikasi Hb kurang dari 6 gram per dl, maka perlu dilakukan transfusi darah.
Trimakasih, Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar