Rabu, 04 Agustus 2010

Penemuan baru farmakogenomik tentang respons negatif terhadap obat pada etnis timur dan barat.

Faktor genetik setidaknya harus dijadikan pertimbangan dalam menyikapi pemberian obat2an terhadap kelompok etnis di dunia.
Sebab menurut penelitian terbaru setiap kelompok etnis selalu berbeda dalam merespons obat-obatan yang masuk kedalam tubuh.
Di Indonesia faktor genetik hendaknya dijadikan pertimbangan dalam penggunaan obat tidur dan antidepresi. Sebab, dari penelitian respons obat tidur dan antidepresi terhadap lima kelompok etnis terbesar di Indonesia ( Melayu, Sunda, Jawa, Bugis, Benoaq Dayak ) menunjukkan tingkat respons buruk terhadap obat itu tergolong tinggi.
Dari hasil penelitian farmakogenomik ini menjelaskan reaksi dari enzim CyP 2 C 19 yang mencerna atau memetabolisme obat tidur diazepam, antidepresan dan obat sakit maag.
Jika seseorang memiliki tipe gen buruk yang enzimnya tidak mampu atau tidak baik dalam memetabolisme obat-obatan itu, maka obat itu akan menumpuk dalam darah atau tubuh hingga bersifat toksik.
Normalnya, obat akan habis dimetabolisme tubuh dalam waktu delapan jam.
Penggunaan obat tidur dapat berdampak fatal bagi kelompok tersebut.
Pasien dengan tingkat metabolisme buruk, bila mendapat dosis yang standar bagi kelompok denan respons normal, akan tidur dalam jangka waktu lebih lama.
Jadi bagi etnis timur atau bangsa asia respons negatif akan muncul jika diberikan obat tidur, antidepresan, dan obat maag.
Lain lagi ceritanya bagi etnis barat.
Di negara barat justru sebaliknya, terjadi untuk obat antibiotik yang dimetabolisme oleh enzim CYP 2 D 6. Obat antibiotik memiliki respons negatif lebih besar pada etnis barat.
Hasil seperti ini terkait dengan pengaruh lingkungan, termasuk pola makanan dan minum kelompok etnis tersebut.
Perusahaan farmasi di Amerika Serikat dan Eropa, selama ini melakukan uji klinik respons obat yang dibuat terhadap manusia.Penelitian menyebutkan, semakin ke timur metabolisme buruk kelompok etnis dunia semakin besar.
Di negara Barat populasi yang memiliki metabolisme buruk terhadap reaksi obat tertentu hanya dua persen.
Di Indonesia, metabolisme buruk berkisar 20 hingga 48 persen.
Di Vanuatu ditemukan 62 persen penduduk yang memiliki metabolisme buruk.
Diharapkan kebijakan untuk uji klinis ulang diperlukan, bagi semua obat-obatan yang berpotensi memberi dampak fatal bagi pasien dsikaitkan dengan dosis dan efek toksik., tentunya yang dipasarkan di Indonesia.
Penelitian selanjutnya tentang metabolisme tubuh orang Indonesia terhadap Nikotin.
Enzim yang berperan adalah CYP 2 A 6.
Penelitian ini sedang berjalan di Indonesia, karena diketahui ada kelompok yang terkena penyakit jantung dan paru akibat merokok, namun kelompok yang lain tidak.
Dengan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui kelompok etnik yang rentan dan tidak peka terhadap nikotin.
Penelitian ini akan terus dilakukan terhadap obat-obat jenis lainnya.
Tunggu saja perkembangan selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar