Sabtu, 21 Agustus 2010

Kaitan Tonsilitis dengan penyakit lain.

Tonsil adalah jaringan limfe berbentuk seperti kacang almond atau dalam bahasa Belanda disebut amandel, yang berada disisi kiri-kanan kerongkongan.
Masyarakat awam mengenal radang tonsil sebagai sakit amandel.
Amandel merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh atau sebagai benteng pertahanan terdepan tubuh untuk menaklukkan kuman yang datang dari mulut dan saluran pernapasan.
Tonsilitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur.
Bakteri : umumnya streptococ, pnemococ, staphylococ.
Virus : influensa, dengue.
Dari hasil penelitian yang baru, bisa karena genetik, jika kedua orang tuanya mengalami hypertropi tonsil kemungkinan anaknya juga terkena hypertropi tonsil.
Pada pemeriksaan : tonsil merah, bengkak, kadang-kadang pada tonsil ada bintik-bintik atau diselimuti lapisan putih.
Penderita : demam, sakit menelan serng disertai gejala flu, sakit kepala dan sakit perut.
Pada bolatan-bulatan jaringan limfe di tonsil yang membengkak sering terselip sisa makanan dan kuman, sehingga menimbulkan bau mulut yang tak sedap.
Pada anak-anak, pembesaran tonsil biasanya diikuti pembesaran adenoid, yaitu kelenjar limfe yang terletak dibelakang hidung, dibagian atas belakang langit-langit lunak.
Sedangkan pada orang dewasa, tonsil yang membengkak bisa menempel pada langit-langit lunak sehingga menutup jalan napas.
Akibatnya penderita mengorok dan mengalami Sleep apnea atau henti napas sejenak saat tidur.
Sleep apnea menyebabkan jumlah oksigen yang beredar dalam tubuh berkurang sehingga jantung bekerja lebih keras.
Keadaan seperti ini jika berlangsung lama dapat memicu serangan jantung atau stroke.
Jika kekurangan oksigen menyebabkan penderita terus-menerus mengantuk sehingga prestasi atau produktivitasnya menurun.
Mengorok atau mendengkur sendiri ternyata merupakan salah satu tanda dari kelainan tidur hipersomnia yang dikenal dengan " Sleep apnea-syndrome " ( SAS ).
Keluhan penderita biasanya adalah : rasa ngantuk dan adakalanya penderita tidak dapat menahan rasa kantuk ini pada siang hari.
Seringkali penderita berkata-kata pada saat tidur ( somniloguy ) dan pada saat bangun tidur pagi hari mengeluh tidak merasa segar / tidak merasa nyaman disertai rasa sakit kepala.
Selain pada pembesaran tonsil, SAS ini ditemukan juga pada B-3 ( Berat badan berlebih ), pecandu alkohol dan obat-obatan serta disfungsi batang otak.
Komplikasi SAS yang terpenting adalah gangguan sistem kardiovaskuler yang dapat berakibat fatal dengan terjadinya kematian nokturnal.
Penderita tonsilitis pada anak obese yang lehernya terlihat pendek dan tebal dapat memicu terjadinya SAS, bisa terjadi asfiksia nokturnal yang dapat menimbulkan keadaan yang fatal.
Akibat asfiksia nokturnal terjadi perubahan fisiologis pada penderita seperti bradicardia vagal, vasokontriksi sistemik dan pulmoner akut serta denyut jantung ektopik, serta kemungkinan timbulnya rangsangan eritropoetik dari perubahan fisiologik akut yang mempunyai dampak gangguan serius adalah bradicardia, denyut ventrikel ektopik atau aritmia nokturnal yang dapat berakibat fatal.

Bila infeksi berulang pada tonsil dapat menyebabkan batuk, pilek, demam, dan sakit tenggorok atau sebaliknya batuk, pilek, menyebabkan infeksi pada tonsil.
Tonsil yang meradang bisa menjadi sumber infeksi pada organ lain.
Kuman mengikuti aliran darah dan bisa tersangkut di klep jantung, ginjal, atau selaput otak.
Tonsilitis akut yang disebabkan oleh virus, perbaikkan kondisi tubuh lewat pemberian makanan bergizi serta istirahat cukup bisa menyehatkan penderita.
Kalau diperlukan, penderita diberi obat penurun panas dan anti nyeri.
Pada radang tonsil akibat bakteri, penderita harus diberi antibiotik.
Sedangkan pada tonsilitis akibat jamur diberikan anti jamur.
Mengingat tonsil merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh, tonsil yang membesar tidak selalu harus dibuang, kecuali jika menjadi sumber infeksi atau mengganggu secara mekanik proses menelan dan bernapas.
Meski tidak membesar, kalau menjadi sumber infeksi tonsil perlu diangkat.
Operasi pembuangan tonsil secara konvensional dilakukan menggunakan pisau bedah.
Cara lain menggunakan sinar laser, bisa juga dengan koblasi elektronik.
Namun, cara itu tetap menyisakan luka terbuka yang perlu waktu sekitar satu sampai dua minggu untuk sembuh.
Cara terbaru adalah somnoplasty, yaitu menggunakan frekuensi radio.
Menurut situs Universitas Stanford yang membahas tentang sleep apnea, pada prosedur ini, tonsil yang membesar ditusuk jarum yang dihubungkan dengan generator frekuensi radio.
Jaringan dalam tonsil kemudian dipanaskan selama sekitar setengah jam sehingga mengecil.
Prosedur yang diperkenalkan didunia tahun 1998 dan telah dilakukan setahun belakangan di Indonesia, ini tidak menimbulkan perdarahan dan tidak sakit.
Dalam dua minggu tonsil akan mengecil 30-40 persen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar