Sex adalah sebuah kata yang paling mudah diingat dipikiran kita, tanpa harus melalui keterjajahan jiwa, sex tetap terkenal dan menjadi pembicaraan banyak orang.
Apalagi kalau sudah membicarakan kehebatan daya seksual seseorang, atau menurunnya daya seksual seseorang.
Stroke dianggap yang paling bertanggung jawab dalam menyebabkan gangguan fungsi seksual seseorang, baik berupa hiperseksual maupun hiposeksual yang banyak di jumpai di masyarakat.
Pendapat ekstrim yang mengatakan dunia ini tidak berarti tanpa disertai kegiatan seksual.
Penurunan daya seksual dari seorang suami atau istri akan mempengaruhi kebahagiaan keluarga, karena pasangan yang hasrat seksualnya tak terpuaskan akan relatif lebih mudah tersinggung serta mudah marah sehingga keadaan keluarga menjadi tak terkendali.
Jadi kalau terjadi gangguan dalam masalah yang satu ini harus secepatnya mendapat pengobatan yang memadai.
Pada beberapa penelitian pasca serangan stroke dikatakan :
Penderita wanita dengan lesi di hemisphere kanan menunjukkan penurunan fungsi seksual yang lebih sedikit dibandingkan dengan penderita wanita dengan lesi di hemisphere kiri, atau pada penderita pria dengan lesi di hemisphere kiri atau kanan.
Untuk penderita yang mempunyai lesi pada lobus temporalis dapat menimbulkan kecenderungan peningkatan libido dan frekwensi coitus baik pada pria maupun pada wanita.
Pada penderita yang lesinya di hemisphere kiri baik pria maupun wanita dapat mengalami peningkatan libido.
Tetapi ada juga yang berpendapat disfungsi seksual bukan disebabkan oleh hemisphere, tetapi kurangnya fungsi eksteroseptif.
Penurunan gangguan seksual pasca stroke bukan disebabkan gangguan hormonal.
Pada umumnya gangguan fungsi seksual pasca stroke tidaklah berbeda dengan gangguan fungsi seksual secara umum yaitu ;
1. Gangguan pada selera ( appetitive ).
2. Gangguan dalam gairah ( excitement ).
3. Gangguan terjadinya orgasme ( ejekulasi dan kontraksi sepertiga dinding luar vagina ).
4. Gangguan resolusi ( gangguan relaksasi otot-otot dan rasa puas menyeluruh ).
Jika kita lihat fungsi seksual seseorang dipengaruhi oleh 2 ( dua ) pusat yaitu :
1. Otak.
Di dalam otak dikenal adanya pusat excitasi yaitu hypothalamus,kemungkinan juga didapatkan pada area preoptic dan interseptal serta pada limbic system ( amygdale ).
Area-area ini sangat penting untuk timbulnya libido dan ereksi.
Ereksi yang disebabkan rangsangan pada area ini disebut sebagai psychogenic erectie atau cerebral erectie.
Area-area ini sangat dipengaruhi oleh hormon-hormon seksual yang berperan pada timbulnya libido.
Rangsangan pada pusat hypothalamus akan diteruskan ke perifer melalui columna lateralis dan columna anterior di medulla spinalis.
Sexual arousal yang diatur oleh hypothalamus ( sebagai regulator ) ini berhubungan juga dengan kelenjar hypophyse, system limbic, regio frontal dan temporal.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa terdapat hubungan antara letak lesi dengan type problem emosi sehingga akan mempengaruhi fungsi seksual seseorang.
Misalnya : lesi pada hemisphere kiri bagian anterior menyebabkan depresi hebat yang berakibat penurunan fungsi seksual secara sekunder.
Bila lesi terletak pada hemisphere kanan aklan menyebabkan timbulnya problem keluarga yang serius seperti kegagalan dalam komunikasi karena tindakan-tindakan penderita yang impulsif.
2. Perifer.
Yang dimaksudkan dengan perifer disini adalah pusat ereksi yang ke dua yaitu system para sympathis dan system sympathis.
Kemampuan ereksi dari penderita diatur oleh :
A. System Perasympathis.
Saraf parasympathis disini terdiri atas somatic afferents daerah kulit genital dan daerah perigenital yaitu melalui nervus pudendus ke saraf perianal dan saraf serotal termasuk saraf di dorsal penis, sedangkan visceral afferents berasal dari kandung kemih melalui serabut parasympathis diteruskan menuju ke radix sacralis 2-4 , kemudian ke saraf-saraf di daerah pelvis yaitu saraf erigentes.
Setelah mengadakan synaps di plexus prostat, vesica seminalis, vasdeferens dan terutama di pembuluh darah di corpora cavernosa yang dapat menyebabkan terjadinya vasodilatasi arteri-arteri di penis dan penutupan vena-vena di penis, berakibat pembesaran corpus cavernosa dan terjadi ereksi.
B. system sympathis.
System sympathis ini berasal dari columna intermedio lateralis medulla spinalis thoracal X - lumbal II, kemudian menjadi nervus hypogastricus untuk melayani kelenjar prostat, testis, vasdeferens dan vesica seminalis.
Aktivitas saraf sympathis ini terutama untuk mengatur proses ejakulasi dan sebagian serat-serat ereksi yang berjalan di dalam plexus hypogastricus ( thoracal X - lumbal II ) juga berperan dalam proses ereksi.
Pada wanita ovarium dan uterus di inervasi oleh system sympathis, sedangkan tuba fallopii, ligamen penyangga, clitoris dan vagina diatur oleh suatu system sympathis dan parasympatkis
Serat-serat ini berasal dari gabungan preganglion nervus splanchnicus dan plexus hypogastricus yang memberi serat parasympathis saraf-saraf di penis.
System saraf somatic juga menginervasi ke dua jenis kelamin yaitu melalui gabungan antara system motorik dan sesorik nervus pudenda, dimana serat-serat motorik dimulai dari cornu anterior S 2 , S 4 dan berakhir pada otot-otot bulbocavernosus dan ischio cavernosus dan mensuplay otot-otot didasar panggul.
Sedangkan serat-serat sensorik memberi inervasi sesuai dengan dermatome S 2 , S 5.
Nervus pudendalis bersama arteria pudenda memasuki canalis pudendalis dan memberi cabang-cabang di area , perineum, bagian dorsal penis pada pria dan dorsal clitoris pada wanita.
Bila terjadi stroke pada otak terutama bila lesi terletak di hypothalamus, area preoptic, interseptal dan limbic system, maka akan terjadi penurunan fungsi seksual seperti ereksi bahkan dapat terjadi impotensi organik.
Sebaliknya bila stroke terletak pada daerah temporal dan frontal, maka akan terjadi peningkatan fungsi seksual seperti priapismus.
Banyak peneliti berpendapat bahwa stroke dapat menyebabkan penurunan libido dan potensi seksual serta orgasme, tetapi peneliti lain menyatakan bahwa tidak ada perubahan yang bermakna terhadap libido dan perhatian terhadap seks sebelum dan sesudah stroke.
Peneliti lain bahkan menemukan adanya peningkatan libido serta adanya hyperseksualitas akibat adanya lesi-lesi di cerebri seperti stroke dan trauma kepala.
Penyebab terjadinya perubahan libido dan frekwensi coitus tidak diketahui dengan pasti, tetapi hanya disebutkan berhubungan dengan kelainan pada lobus temporalis, lobus frontalis bagian medial basal, diencephalon dan system limbic.
Secara umum hilangnya libido pasca stroke dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan organik yang terbagi atas ;
a. Primer.
b. Sekunder karena gangguan emosi organik pada lesi di hemisphere kanan.
2. Kelainan psikologis ;
a. Rasa takut mengalami serangan stroke yang ke dua kalinya, karena rangsangan seksual.
b. Timbulnya perasaan tidak menarik atau tidak dibutuhkan lagi yang diperkuat dengan sikap pasangannya yang acuh tak acuh terhadap dirinya serta tidak bersikap romantis.
c. Kelainan psikologis seperti depresi yang terjadi sekunder, karena keterbatasan pergerakkannya sehari-hari, ketidak mampuan fisiknya untuk melakukan hubungan seksual, hilangnya pekerjaan serta menurunnya fungsi kognitif.
d. Preocupasi dan kecemasan yang timbul pasca stroke terutama bila penderita ditinggal sendirian, rasa ketergantungan pada orang lain, karena hilangnya kebebasan untuk bergerak.
Hal ini menyebabkan timbulnya rasa tidak berdaya yang dapat menurunklan libido.
3. Pemberian obat-obatan pada penderita stroke seperti ;
Anti depresant : Tricyclic, MAO inhibitor.
Anti hypertensi : Clonidin,guanethidine, methyldopa, spironolacton, reserpin, chlorthalidone, diuretic chiaside.
Obat sedative.
Peningkatan libido pada pasca stroke dapat sangat ekstrem sehingga menimbulkan dorongan seksual yang menggebu-gebu bahkan melakukan tindakan seksual tanpa disertai rasa malu.
Dikatakan bila lesi berada di lobus temporalis, medial basal lobus frontalis, diencephalon, dan limbic system.
Jadi bergairahlah secara wajar, jangan menunggu terkena stroke dulu baru bergairah.
Selamat membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar